Bagaimana Serikat Petani Mengentaskan Kemiskinan di Masyarakat
Hari ini sudah lebih dari dua dekade sejak Ahmad Bahruddin bersama rekan-rekannya mendirikan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT), Salatiga. SPPQT adalah sebuah wadah untuk memberdayakan para petani penggarap yang didirikan pada tahun 1999.
Bukan hanya pemberdayaan petani dan masyarakat, serikat petani tersebut juga turut andil dalam aksi-aksi pelestarian lingkungan. Misalnya pembuatan 930 unit dari target 2.500 sumur resapan yang sukses meningkatkan debit mata air Senjoyo secara signifikan.
Melalui serikat petani ini, Bahruddin juga mendirikan ruang pendidikan alternatif bernama Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah pada tahun 2003. Kiprah ini mengantarnya menjadi anggota Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini dan Non-Formal di Kementerian Pendidikan periode tahun 2018-2022.
Berikut wawancara Bahruddin dengan Zia Ul Haq dari Green Network pada Jumat (7/5/2021).
Anda dikenal sebagai pegiat keberdayaan, khususnya petani dan masyarakat di akar rumput. Apa masalah sosial utama yang Anda lihat di masyarakat?
Menurut saya sampai saat ini tidak ada kebersamaan pengelolaan sumber daya agraria yang terorganisir dengan baik. Masyarakat belum bisa mengelola usaha produksinya dengan baik, tidak ada perencanaan yang matang, serta tidak ada evaluasi perkembangan usahanya.
Apa yang sudah Anda dan komunitas Anda lakukan untuk memperjuangkan solusi atas hal tersebut?
Kami sudah memfasilitasi terbentuknya Jamaah Produksi yang melibatkan berbagai pihak, khususnya para pemudi dan pemuda desa.
Jamaah Produksi ini praktiknya bagaimana?
Ya berupa kelompok usaha berbasis komunitas terkecil masyarakat, dapat berbadan hukum sebagai koperasi primer produksi, bukan simpan pinjam atau dagang. Gerakan ini wajib melibatkan seluruh keluarga miskin di komunitas tersebut, wakil dari keluarga diutamakan yang muda dan perempuan.
Koperasi-koperasi primer produksi ini wajib melakukan musyawarah intensif dan periodik, kemudian berkongsi mendirikan koperasi sekunder serba usaha. Juga musti menggandeng pemerintah desa agar bisa memfungsikan koperasi sekunder ini sebagai badan usaha milik desa.
Apabila gerakan ini dapat diperluas atau diterapkan di seluruh titik komunitas se-Indonesia, dipastikan gerakan ini dapat menghapuskan kemiskinan. Sebab, dengan gerakan ini rakyat miskin dapat memberdayakan dirinya dengan cara melakukan produksi berbasis sumber daya agraria yang ada, dan bukan program-program karitatif.
Sampai tahun 2015 kemarin Jamaah Produksi sudah tersebar di 17 kota atau kabupaten di Jawa Tengah dengan lebih dari 17.000 anggota. Di Salatiga sendiri sudah ada 26 kelompok Jamaah Produksi dengan 500 anggota.
Apa cita-cita Jamaah Produksi dengan mengentaskan kemiskinan?
Harapannya, Jamaah Produksi ini tidak hanya menumbuh-kembangkan kemandirian ekonomi, tapi juga kedaulatan politik warga melalui musyawarah intensif itu. Serta mencerdaskan dan membangkitkan nalar kritis atas ketidakadilan, termasuk ketidakadilan dalam relasi laki-laki dengan perempuan, dan ketidakadilan lingkungan.
Itukah yang melandasi Anda mendirikan Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah?
Ya. Kurang lebih demikian. Bayangkan saja, ada banyak sekolah dasar di desa tapi tidak ada satupun yang mengajarkan tentang desanya sendiri. Pendidikan yang ada saat ini justru menciptakan jarak antara peserta didik dan lingkungan sekitarnya, dengan desanya. Peserta didik tidak pernah dikenalkan dengan potensi dan masalah yang ada di sekitarnya. Mereka dicekoki beragam mata ajar buatan pusat yang harus secara seragam diajarkan kepada peserta didik di seluruh Indonesia.
Padahal dalam pendidikan, peserta didik harus menjadi subjek aktif-produktif, bukan menjadi objek pasif-konsumtif. Sebagai manusia yang fitrahnya berpikir, selama ini peserta didik justru direduksi menjadi seperti ‘hewan,’ menurut saja disuruh pakai pakaian, bahkan sampai sepatu dan kaos kaki seragam tanpa ada proses mengkritisi.
Bagaimana posisi pemerintah dalam gerakan Jamaah Produksi? Kebijakan apa yang Anda harapkan dari pemerintah?
Seharusnya pemerintah mendukung penuh bahkan menargetkan terwujudnya Jamaah Produksi yang ideal di masing-masing RT. Masyarakat membutuhkan komitmen pemerintah untuk serius memfasilitasi secara intensif dengan target yang terukur. Yakni dengan mewujudkan “sejuta” Jamaah Produksi di masing-masing komunitas.
Pada kunjungan tahun 2017 di SPPQT, Presiden Joko Widodo mengapresiasi penuh gerakan Jamaah Produksi ini. Tahun 2019 lalu saya pernah menyampaikan langsung kepada Menteri Desa, Abdul Halim Iskandar, tentang pematangan dan penyempurnaan upaya untuk mewujudkan desa mandiri tanpa korupsi. Yakni melalui program pengelolaan sumberdaya agraria berkelanjutan yang bertaruh pada kebersamaan dan gotong royong komunitas di akar rumput.
Saat itu Menteri Halim merespons sangat positif dan langsung memerintahkan pada dirjennya untuk mengeksekusi. Yakni dengan modelling pada seratusan desa yang berbeda klasifikasinya, termasuk desa kepulauan, untuk segera pula direplikasi di tujuh puluh ribu lebih desa se-Indonesia.
Apakah selama ini Anda dan komunitas Anda juga bekerja sama dengan dunia usaha untuk mengupayakan solusi bersama? Apa saran Anda untuk para pengusaha?
Iya, dan saran saya pada para pengusaha dan pemilik modal, yakinlah terwujudnya keberdayaan rakyat mengandung keuntungan besar bagi para pemilik modal meskipun secara tidak langsung, berupa keuntungan kualitatif. Selain itu juga berpotensi memberi keuntungan finansial secara langsung.
Apa saran Anda untuk masyarakat yang ingin membentuk Jamaah Produksi di daerah secara mandiri? Adakah langkah-langkahnya?
Langkah-langkah pembentukan Jamaah Produksi cukup sederhana. Pertama, identifikasi keluarga di komunitas terkecil, pastikan melibatkan seluruh keluarga yang selama ini kurang beruntung secara ekonomi dan sosial.
Kedua, undang perwakilan dari keluarga tersebut, prioritaskan anggota keluarga yang masih muda dan perempuan.
Ketiga, adakan musyawarah untuk menyelenggarakan usaha bersama, andalkan kekuatan mereka sendiri dengan sumber daya desa. Keempat, daftarkan Jamaah Produksi yang sudah terbentuk ini ke dinas koperasi sebagai koperasi produksi primer, bukan simpan pinjam atau dagang. Serta selenggarakan musyawarah secara intensif dan periodik di koperasi produksi primer ini.
Kelima, libatkan koperasi-koperasi produksi primer lain untuk mendirikan koperasi sekunder serba usaha, yang akan melayani pembiayaan usaha dan pemasaran produk dari koperasi produksi primer anggotanya. Gandeng pemerintah desa untuk andil dalam koperasi sekunder serba usaha ini sekaligus berfungsi sebagai badan usaha milik desa.
Itu saja langkahnya. Mari lakukan penggalangan kekuatan komunitas semacam ini sekarang juga. Tidak usah menunggu dan bergantung pada apapun atau siapapun juga. Jika sudah bisa berdiri dan mandiri, pasti kelak bupati, walikota, gubernur, atau siapapun akan berbondong-bondong mendukung.
-Selesai-
Editor: Marlis Afridah
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Zia adalah penulis kontributor untuk Green Network ID. Saat ini aktif menjadi Pendamping Belajar di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT).