Upaya Jaga Semesta Cegah Krisis Air di Pulau Jawa melalui Konservasi Mata Air Berbasis Masyarakat
Air adalah salah satu sumber daya penunjang kehidupan yang paling penting. Namun, Indonesia, khususnya Pulau Jawa, menghadapi risiko krisis air. Pertambahan populasi, perkembangan industri, serta pengelolaan air yang buruk, telah memperbesar ancaman krisis air di tengah perubahan iklim yang semakin intens. Menanggapi permasalahan ini, sebuah komunitas bernama Jaga Semesta berinisiatif melakukan konservasi mata air berbasis masyarakat dengan tujuan menjaga ketersediaan air tanah dan mencegah krisis air yang diprediksi terjadi pada tahun 2040.
Krisis Air di Depan Mata
Indonesia diperkirakan akan mengalami krisis air pada tahun 2040, khususnya Pulau Jawa. Prediksi ini sejalan dengan data Bappenas RI dalam RPJMN RI 2019-2024, bahwa luas wilayah kritis air diperkirakan akan meningkat dari 6% pada tahun 2000, menjadi 9,6% pada tahun 2045. Data yang sama juga menunjukkan risiko lebih besar akan dialami oleh pulau-pulau dengan tutupan hutan yang sangat rendah seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Data ini dibuktikan dengan kasus kekeringan yang terjadi di beberapa daerah di Pulau Jawa, di antaranya adalah Pacitan dan Jakarta.
Jumlah penduduk yang meningkat di Pulau Jawa telah menyebabkan menurunnya tutupan hutan Indonesia. Menurut Bappenas, walaupun laju deforestasi berkurang signifikan jika dibandingkan dengan sebelum tahun 2000, namun tutupan hutan diperkirakan akan tetap menurun dari 50% dari total luas lahan Indonesia pada 2017, menjadi sekitar 38% pada tahun 2045. Berkurangnya tutupan hutan serta berubahnya lanskap Pulau Jawa menyebabkan makin sedikit air yang terserap ke tanah. Hal tersebut berbahaya karena mayoritas air akan mengalir ke laut, sementara curah hujan menurun akibat perubahan iklim. Oleh karena itu, konservasi mata air menjadi penting sebab mata air dapat menjamin ketersediaan air tanah hingga masa yang akan datang.
Ekspedisi Jaga Semesta di Pulau Jawa
“Saya meriset data krisis air tersebut sudah sejak tahun 2016. Namun pada tahun 2022 ketika saya periksa, masih tidak ada penurunan risiko, justru keadaan bertambah parah. Riset yang membuktikan adanya risiko krisis air tersebut seperti tidak memberikan pengaruh apapun. Maksudnya, belum ada tindakan nyata. Hal tersebut yang memantik ide inisiasi komunitas Jaga Semesta. Kami berpendapat bahwa dibutuhkan pendekatan yang berbeda untuk mencegah Pulau Jawa terdampak krisis air pada 2040 atau bahkan bisa lebih cepat, yaitu pendekatan yang melibatkan masyarakat,” kata Fainta Negoro, inisiator Jaga Semesta, dalam wawancara dengan Green Network Asia, pada 6 Februari 2024.
Dari situ, pada Mei 2023, Fainta bersama tim relawan Jaga Semesta memutuskan memulai ekspedisi keliling Pulau Jawa mengunjungi ratusan sumber mata air. Mereka menyambangi langsung masyarakat di sekitar sumber air untuk mendapatkan wawasan lokal mengenai sumber mata air. Beberapa lokasi yang telah mereka sambangi adalah pulau Jawa bagian selatan dari Banyuwangi (Jawa Timur) hingga Bogor (Jawa Barat).
Bersamaan dengan pendekatan kepada masyarakat tersebut mereka menyampaikan potensi bencana krisis air di Pulau Jawa pada tahun 2040, serta pemantauan mata air di sepanjang rute dan upaya pemulihan/restorasi mata air yang ada di beberapa daerah, di antaranya Blitar, Boyolali, Kulonprogo, dan Mojokerto.
Konservasi Mata Air Berbasis Masyarakat
Berangkat dari hasil ekspedisi tersebut, Jaga Semesta memulai gerakan konservasi mata air berbasis masyarakat. Dalam proses penjagaan mata air di daerah, Jaga Semesta memprioritaskan peran aktif warga setempat dan memberikan pendampingan, agar masyarakat dapat secara mandiri menjaga serta merestorasi sumber mata air di daerahnya. Kemandirian dan wawasan masyarakat setempat mengenai sumber mata air di daerahnya masing-masinglah yang menjadi tolok ukur keberhasilan program Jaga Semesta.
“Dalam memilih mata air yang akan dipantau, Jaga Semesta memprioritaskan kerja sama dengan warga setempat yang memiliki keinginan kuat untuk menjaga kelestarian sumber mata air. Sebelum Jaga Semesta datang ke lokasi, warga setempatlah yang melakukan assessment (penjajakan) awal mengenai keadaan sumber mata air yang dilaporkan secara daring kepada tim Jaga Semesta. Dalam tahap asesmen awal ini, tim Jaga Semesta berperan memberikan dukungan pengetahuan teknis perawatan dan konservasi mata air secara daring. Jaga Semesta juga mendorong warga setempat untuk selalu berdiskusi serta melakukan konservasi secara gotong royong.” kata Fainta.
“Hal ini dilakukan supaya ketika terjadi sesuatu pada mata air, warga dapat secara mandiri melakukan konservasi tanpa bergantung kepada tim Jaga Semesta, seperti di Boyolali dan Mojokerto. Mereka bisa melanjutkan konservasi mata air lain tanpa bantuan Jaga Semesta.” lanjut Fainta.
Setelah tahap pemantauan, pada titik tertentu di mana telah disepakati akan dilakukan upaya konservasi, tim Jaga Semesta akan mengumpulkan relawan dari berbagai daerah, kemudian bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk melakukan konservasi mata air. Jadi, di samping tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai potensi krisis air di Pulau Jawa, Jaga Semesta juga berusaha menggerakkan masyarakat untuk dapat mengembalikan sumber mata air yang surut debitnya ataupun sudah mati. Target Jaga Semesta adalah merestorasi satu sumber mata air per tahun, namun pada tahun 2023 mereka justru berhasil merestorasi empat sumber mata air di wilayah Blitar, Boyolali, dan Mojokerto.
“Metode konservasi sumber mata air yang digunakan oleh Jaga Semesta ada dua, yaitu metode vegetatif dan metode mekanis. Metode vegetatif dilakukan dengan menanam tumbuhan serta budidaya hewan endemik, sementara metode mekanis bisa dilakukan bersama dengan masyarakat setempat mulai dari membersihkan endapan lumpur di mata air, membuat biopori dan sumur resapan, membuat sistem drainase (swale), dan lain sebagainya.” lanjut Fainta.
Tantangan
Dalam perjalanannya, Jaga Semesta juga menghadapi berbagai tantangan, salah satunya terkait penerapan metode yang mereka usung.
“Komunikasi dengan warga tidak selalu mudah. Ada ekspektasi berbeda yang datang dari warga. Di awal-awal banyak warga dari daerah menghubungi kami, berharap kami datang dan melakukannya untuk mereka. Mungkin hal tersebut karena dipicu oleh banyaknya gerakan-gerakan di media sosial di mana beberapa orang datang untuk membersihkan sungai kemudian warga terima jadi. Kami, Jaga Semesta, tidak begitu. Kami ingin peran warga setempat yang diutamakan dan warga yang menjadi tokoh utama konservasi mata air di daerahnya masing-masing. Warga harus mau dan mampu melakukan assessment awal, harus mau mengirimkan video dan foto, harus bersedia juga mencari tahu kondisi mata air dulu dan kini. Walaupun sederhana, setidaknya itu bisa menunjukkan kesungguhan warga dalam merawat sumber mata air,” kata Fainta.
Selain itu, tantangan lainnya menyangkut ketidaktahuan masyarakat. Beberapa kali tim Jaga Semesta menemukan kejadian di lapangan tidak sesuai dengan prinsip perlindungan sumber mata air, di mana seharusnya di sekitar mata air tidak boleh dibangun sesuatu yang dapat mencemari air. Contohnya salah satu mata air Blitar, yang di sebelah mata air tersebut justru dibangun tempat pembuangan sampah serta dijadikan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal.
Kolaborasi Multi-Pemangku Kepentingan
Dalam beberapa kegiatan, Jaga Semesta bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, dalam bentuk yang tidak hanya sebatas pendanaan. Di antara pihak yang pernah berkolaborasi dalam upaya edukasi lingkungan dengan Jaga Semesta ada Yayasan Bambu Foundation, Global Water Partnership Southeast Asia, Water Stewardship Indonesia, LTKL, Danone, Jejakin, dan Mapala Jabodetabek.
Ke depan, Jaga Semesta mendorong pemerintah untuk meningkatkan komitmen penegakan hukum terhadap peraturan perlindungan mata air, seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Siapapun yang mencemari mata air maka harus ditindak dengan tegas.
Jaga Semesta juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk dapat berkolaborasi mencegah krisis air di Pulau Jawa dan Indonesia, serta memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat mengenai keadaan sesungguhnya dan bagaimana kontribusi yang dapat diberikan. Jaga Semesta percaya apabila 50% saja penduduk Pulau Jawa teredukasi mengenai permasalahan krisis air dan semuanya mulai bertindak sesuai kapasitas masing-masing, maka krisis air tidak akan terjadi.
“Saat kita melihat dunia sekitar kita mulai rusak, mungkin sesaat kita merasa berada dalam kegelapan. Namun ketahuilah, ketika kamu melihat sekitarmu gelap, bisa jadi kamu adalah cahayanya. Jangan berhenti mencoba, pelan-pelan tidak apa-apa, sedikit demi sedikit tidak apa-apa. Satu demi satu mata air, kalau kita lakukan bersama pasti bisa. One step at a time, one spring at a time (selangkah demi selangkah, satu mata air demi satu mata air),” tutup Fainta.
Aktivitas Jaga Semesta dapat diikuti melalui akun instagram @jagasemesta.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Titis adalah Intern Reporter di Green Network Asia. Ia sedang menempuh semester akhir pendidikan sarjana Ilmu Hukum di Universitas Brawijaya. Ia memiliki passion di bidang penelitian lintas disiplin, penulisan, dan pengembangan komunitas.