Kemenag Bekali Seniman dan Budayawan Islam dengan Wawasan Pembangunan Berkelanjutan
Seni dan budaya selalu hadir dalam perjalanan peradaban umat manusia. Keduanya merupakan elemen krusial dalam kehidupan yang telah menciptakan, merekam, dan melestarikan banyak perkakas yang memudahkan urusan manusia, seperti bahasa, pakaian, bangunan, dan lain sebagainya.
Seni dan budaya dapat berperan sebagai sarana untuk menyampaikan banyak hal, termasuk nilai, prinsip, dan gerakan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, seniman dan budayawan memiliki peran penting dalam pembangunan berkelanjutan, baik untuk komunitas lokal maupun masyarakat dunia.
Wawasan dan Keahlian
Pada 3-5 Agustus 2022, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Ditjen Bimas Islam Kemenag) menggelar kegiatan “Pembinaan Seniman dan Budayawan Islam di Provinsi Banten” di Le Dian Hotel & Cottage, Serang. Beberapa narasumber dan fasilitator yang hadir antara lain Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin, Dosen dan Budayawan Ngatawi Al-Zastrouw, dan Pendiri & CEO Green Network Marlis Afridah.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan dan keahlian para seniman dan budayawan Islam di era digital, khususnya pascapandemi COVID-19. Materi yang disampaikan meliputi penguatan wawasan moderasi beragama, penguatan literasi digital, profesionalitas seniman Islam di era digital, dan peran strategis seniman dan budayawan Islam dalam pembangunan berkelanjutan.
Umat Islam dalam Pembangunan Berkelanjutan
Dalam sesi “Peran Strategis Seniman dan Budayawan Islam dalam Pembangunan Berkelanjutan”, Marlis menyampaikan bahwa Islam akan menjadi agama dengan pertumbuhan populasi paling cepat di antara semua agama besar dunia sepanjang tahun 2010-2050. Jika tren ini berlanjut, diperkirakan populasi umat Islam akan naik dari 1,6 milyar jiwa pada 2010 mencapai 2,76 milyar jiwa pada 2050.
“Dengan populasi umat Islam sebesar itu, para seniman dan budayawan Islam perlu memikirkan bagaimana agar umat Islam dapat menjadi ‘aset’ yang berkontribusi terhadap pembangunan dunia dan seluruh kemanusiaan, bukan menjadi ‘liabilitas’ dengan konflik dan perpecahan,” kata Marlis.
Peran Strategis Seniman dan Budayawan Islam
Pembangunan berkelanjutan meliputi banyak aspek kehidupan, termasuk lingkungan, sosial, ekonomi, tata kelola, dan budaya. Semua aspek saling berkelindan, perubahan pada satu aspek akan mempengaruhi aspek lainnya. Pembangunan berkelanjutan juga bersifat multidisiplin ilmu dan multisektor, melibatkan multi-pemangku kepentingan bukan hanya pemerintah saja, tapi juga bisnis dan masyarakat sipil.
Seniman dan budayawan Islam dapat mengambil peran strategis dalam pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam agenda SDGs 2030, dengan terlibat memecahkan masalah-masalah lingkungan, sosial, ekonomi, dan tata kelola melalui kerja-kerja seni dan budaya di komunitas masing-masing. Untuk itu, “seniman dan budayawan membutuhkan upskilling, reskilling, dan newskilling agar dapat berpartisipasi aktif mengambil peluang keterlibatan dalam pembangunan berkelanjutan,” kata Marlis.
Hal ini memungkinan seniman dan budayawan tetap selalu relevan, bahkan semakin berdaya dalam melestarikan seni dan budaya lokal yang terancam hilang, sekaligus menjadi agen perubahan sosial dan kelestarian lingkungan. “Jadi bukan sekadar ‘seni untuk seni’, tapi seni untuk perubahan sosial, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan diri, komunitas, masyarakat, dan bumi rumah kita bersama,” lanjut Marlis.
Referensi Praktik Baik untuk Inovasi
Kurangnya referensi mengenai berbagai praktik baik yang sudah ada di tengah masyarakat telah menjadi salah satu masalah yang menyebabkan berbagai komunitas, termasuk seniman dan budayawan, mengalami kemandekan dalam berinovasi di kapasitas masing-masing.
Menyadari masalah ini sejak awal berdirinya, Green Network telah bekerja mengungkap cerita praktik-praktik baik dari berbagai komunitas di berbagai penjuru nusantara, termasuk komunitas seni dan budaya, yang dapat diadopsi, diadaptasi, dan dikembangkan, seperti:
- Cerita dari Sakola Wanno di Nusa Tenggara Timur, yang menjaga alam dan budaya Sumba,
- Jendela Papua yang mengangkat suara-suara otentik dari Papua ke dalam film kreatif,
- Wayang Merdeka di Yogyakarta, yang mengubah sampah plastik menjadi wayang dan mengenalkannya kepada anak-anak dengan cara yang menggembirakan.
Editor: Agung Taufiqurrakhman
Reviewer: Jumaldi Alfi dan Syamsuddin.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.