Dedikasi Yamantab Lindungi Kawasan Pantai Barat Sumatera Utara
Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga di Provinsi Sumatera Utara terkenal dengan sumber daya laut dan panorama pantainya yang indah. Bagaimana aktivitas dan perilaku manusia, terutama dalam hal penanganan dan pengelolaan sampah, akan menentukan nasib Pantai Barat yang melingkupi dua wilayah tersebut di masa mendatang.
Ancaman kerusakan lingkungan mengintai ketika sampah terus diproduksi dan tidak terkelola, entah itu menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) atau bermuara di lautan. Sebuah komunitas kecil bernama Masyarakat Penjaga Pantai Barat (kini menjadi Yayasan Masyarakat Penjaga Pantai Barat atau Yamantab) yang bermarkas di Pandan, Tapanuli Tengah, memiliki tekad besar untuk melindungi kawasan Pantai Barat Sumatera Utara dari kerusakan. Salah satunya dengan mendirikan bank sampah yang menerapkan prinsip zero waste.
Atas nama Green Network, saya mewawancarai Damai Mendrofa, salah satu penggagas komunitas dan inisiator Yamantab pada Kamis, 16 Maret 2023. Kami berbincang seputar pengalamannya bersama teman-teman dalam menjaga Pantai Barat, khususnya dalam menangani dan mengelola sampah melalui bank sampah.
Seperti apa masalah persampahan Tapanuli Tengah dan Sibolga selama ini?
Tak jauh beda dengan banyak daerah lain di Indonesia atau bahkan di dunia, persoalan sampah di sini terjadi mulai dari sektor hulu hingga ke hilir, mulai dari sumber sampah hingga di TPA. Ini sangat serius mengingat kawasan di sini merupakan pesisir pantai, dimana terdapat Teluk Tapian Nauli. Budaya membuang sampah sembarangan membuat sampah mengapung di sungai, pantai, dan laut. Itu pemandangan yang kerap kami temukan.
Dalam beberapa forum dan obrolan dengan masyarakat, tokoh masyarakat dan komunitas, kami sering mendapat keluhan terkait sampah yang berdampak terhadap kesehatan, estetika, dan terganggunya aktivitas masyarakat. Itu membuat semakin berkurangnya ruang-ruang interaksi sosial terutama di kawasan pantai karena semakin banyak sampah yang menumpuk atau berserak.
Masalah ini juga berdampak terhadap ikan dan habitatnya. Kami sering juga mendapat keluhan dari nelayan kecil. Mereka bilang semakin sulit mendapatkan ikan. Bukan itu saja, kawasan hijau di banyak titik di Pantai Barat juga kian tercemar. Hutan mangrove, hutan cemara laut, hamparan padang lamun hingga terumbu karang kian terancam oleh pencemaran akibat sampah.
Selama ini, bagaimana kebijakan atau inisiatif dari pemerintah setempat terkait persampahan? Apa kekurangannya?
Di Kabupaten Tapanuli Tengah, belum ada kebijakan atau inisiatif yang serius dari pemerintah setempat terkait masalah sampah. Yang ada hanya bersifat normatif, seperti pengadaan petugas kebersihan, pengangkutan sampah, dan pengadaan TPA.
Belakangan, kami mendengar bahwa ada 5 desa di Tapanuli Tengah yang mendapatkan program TPS3R (Tempat Pengelolaan Sampah Berbasis Reuse, Reduce and Recycle). Namun, ini merupakan program kementerian, dan bukan inisiatif pemerintah daerah.
Sementara di Kota Sibolga, pernah didirikan bank sampah hingga beberapa unit, namun akhirnya vakum. Belakangan satu unit bank sampah di kota tersebut digunakan oleh para pengumpul barang bekas sebagai gudang penyimpanan sementara. Teranyar kami mendengar wali kotanya mencanangkan program pengumpulan sampah di sekolah. Para pelajar diberi tugas untuk mengumpulkan sampah dalam akumulasi tertentu selama satu tahun dan akan mendapatkan benefit dari program tersebut.
Tentu program ini harus diapresiasi, karena secara edukatif, kami menilai pemerintah Sibolga telah berpikir untuk melibatkan generasi muda dalam pengelolaan sampah. Dalam beberapa kali kesempatan bertemu dengan pihak Dinas Lingkungan Hidup Kota Sibolga, kami mengingatkan supaya sampah yang dikumpulkan para pelajar tidak lagi terbuang ke TPA. Tentu kita menunggu hasil program ini dan akan ikut mengawalnya.
Bagaimana alur pengelolaan sampah di Bank Sampah Yamantab?
Bank Sampah Yamantab (BSY) menerapkan prinsip standar pengelolaan sampah berbasis 3R. Pengelolaannya terbagi dalam dua item besar, yakni serapan sampah dan distribusi sampah.
Pada aspek serapan, BSY menerapkan dua skema. Skema pertama yakni menabung sampah dengan cara menjadi nasabah bank sampah. Skema kedua dengan berdonasi sampah, siapa saja boleh mendonasikan sampahnya. Dari kedua skema itu, semua sampah yang diserap, akan didata dengan cara ditimbang dan dikategorikan ke dalam 47 jenis sampah.
Kami juga mendirikan satu unit khusus bernama Galeri BSY, tempat dimana beragam produk kerajinan yang dihasilkan dari sampah dipajang atau diproduksi. Sumber kerajinan tersebut dapat berasal dari pengrajin yang menjadi mitra BSY atau diproduksi sendiri oleh tim BSY. Produk kerajinan tersebut juga dikonversi dalam data serapan sampah secara terpisah di Galeri BSY.
Untuk aspek distribusi sampah, mencakup penjualan sampah dan produksi kerajinan. Dalam skema penjualan, sampah-sampah yang bernilai ekonomi dijual kembali, walau sementara ini kami baru hanya berkolaborasi dengan para pengepul di Kota Medan atau pengepul lokal.
Ada pula skema produksi kerajinan yang terbuat dari sampah-sampah yang tidak bernilai jual, seperti kemasan jajanan, sachet kopi, filter rokok, tali plastik, dan beragam sampah plastik lainnya. Produk sementara yang telah dihasilkan misalnya tas keranjang, wadah serbaguna, wadah botol air minum, tikar, sajadah, dompet, bantal sofa dari plastik guntingan, ecobrick, ketupat hias, pot bunga, dan beragam produk lainnya.
Di luar pengelolaan secara teknis, apa lagi yang dilakukan tim BSY?
Berdirinya Bank Sampah Yamantab disemangati oleh gerakan perlindungan kawasan Pantai Barat Sumatera Utara yang dikampanyekan oleh Yamantab. Karena itu, edukasi dan sosialisasi juga kami jalankan. Kami terus bergerak ke lintas komunitas, baik berbasis desa, sekolah, dan komunitas lainnya. Selain itu, BSY juga secara standar menjalankan edukasi berbasis digital dengan mengelola media sosial Facebook dan Instagram.
Siapa saja yang dilibatkan dalam penanganan sampah yang dilakukan BSY?
Siapa saja, setiap orang, sebab tekad kami bukan hanya terkelolanya sampah di BSY, tapi bagaimana visi besar perubahan perilaku itu terwujud, yakni setiap orang terlibat dalam mengelola sampah secara baik dan bertanggungjawab.
Dengan siapa saja BSY bekerja sama?
Kolaborasi yang dibangun sejauh ini masih melibatkan sedikit pihak, walau BSY telah berupaya mengajak siapa saja untuk berkolaborasi, termasuk ke pemerintah daerah walau responsnya lamban.
Sejauh ini, kami telah berkolaborasi dengan sekolah-sekolah yang ada di Tapanuli Tengah. Kami melakukan audiensi maupun dialog interaktif dengan siswa-siswa di 7 sekolah. Kolaborasi lain yang akan kami lakukan adalah dengan desa-desa, yakni dengan skema pendirian Bank Sampah Unit (BSU).
Hal-hal apa saja yang perlu diketahui masyarakat terkait penanganan dan pengelolaan sampah?
Pertama, ketahuilah bahwa tak ada sampah jika tak ada aktivitas manusia. Benar bahwa tak mungkin tidak ada sampah. Persoalannya adalah bagaimana manusia bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan. Kedua, bukan sampah yang menjadi persoalan, tapi perilaku buruk manusia yang buruk dan abai terhadap sampahlah yang menjadi akar persoalan.
Pengelolaan sampah yang buruk dalam rentang waktu yang pendek mungkin hanya akan menyebabkan dampak-dampak kecil seperti bau atau kumuh. Tapi, dalam waktu yang panjang, dampaknya akan semakin besar dan bahkan dapat menghadirkan bencana.
Selain mengelola sampah, kegiatan apa saja yang dilakukan oleh Yamantab?
Di Yamantab, ada satu grand design program yang walau secara keseluruhan masih berjalan pelan. Program tersebut kami sebut BIOTA (Bukit, Pesisir, Kota, dan Desa), yang mencakup berbagai cara dan upaya perlindungan alam. Di antaranya kami mendirikan Konservasi Penyu di Desa Rawa Makmur, Kecamatan Kolang. Kami mendampingi Desa Wisata Sait Kalangan II di Kecamatan Tukka dan mengkampanyekan perlindungan baning coklat atau kura-kura kaki gajah (manouria emys) yang kerap ditangkap dan disantap.
Kami juga mendirikan unit jasa wisata KoTrip yang menerapkan zero waste tourism. Jasa wisata ini menjadi perpanjangan tangan Yamantab untuk mengkampanyekan pariwisata berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Selain itu, kami juga concern terhadap kampanye perlindungan satwa dan tumbuhan mengingat kawasan Pantai Barat Sumatera Utara kaya dengan keberagaman satwa, mulai dari orangutan Tapanuli, rangkong, penyu, kura-kura, bunga bangkai, dan lainnya.
Namun kami harus jujur, lompatan besar kami dari yang tadinya penyelenggara event yang cenderung sekadar menikmati alam ke dunia advokasi atau pendampingan merupakan tantangan besar bagi kami. Mayoritas anggota kami tidak siap ikut andil dalam gerakan kami sekarang karena menuntut tanggung jawab lebih. Tapi kondisi ini harus kami jawab dengan terus menjalankan agenda dan gerakan secara konsisten.
Sejauh mana Yamantab menjunjung nilai-nilai inklusivitas dan kesetaraan?
Kami terus berusaha merangkul kelompok-kelompok rentan, misalnya para tukang rongsok yang berkeliling mencari barang bekas. Kami mengajak mereka sebagai teman, walau secara praktis ini sulit terjadi sebab kami tidak memiliki kemampuan untuk membeli barang bekas atau sampah yang mereka kumpulkan secara cash and carry. Selain itu, kami mengajak petugas kebersihan melalui dinas lingkungan hidup setempat, namun reaksi atas gerakan ini masih sangat kecil.
Di banyak pertemuan dengan komunitas masyarakat, kami terus mengajak kelompok-kelompok perempuan untuk berkolaborasi, misalnya dalam produksi kerajinan tangan. Tapi sejauh ini, keikutsertaan kaum perempuan dalam gerakan ini masih bersifat perorangan. Analisa sementara kami, aktivitas dalam dunia sampah masih dianggap rendahan. Ini tentu menjadi tantangan buat kami.
Berdasarkan pengalaman Anda, apa tips dan saran untuk komunitas di daerah lain yang ingin membuat gerakan semacam ini?
Jangan mengawali aksi cinta dan perlindungan alam yang orientasinya hanya sekadar menikmati alam apalagi sekadar mengisi laman media sosial. Berbuat baiklah kepada alam tanpa pamrih. Aktivitas ini sejatinya adalah jalan sepi. Jika ingin melakukan gerakan ini karena ingin mengejar profit semata atau hanya agar mendapatkan citra tinggi di media sosial atau mendapatkan pujian, berhentilah agar Bumi dan alam tidak semakin terbebani. Alam tak mengenal kata pujian dan sanjungan. Alam hanya mengenal keseimbangan.
Ayo, sama-sama kita ubah slogan ‘Jangan buang sampah sembarangan’ menjadi ‘Jangan Buang Sampah!’. Sebab, membuang sampah pada tempatnya saat ini tidak lagi jadi solusi.
Terakhir, kebijakan seperti apa yang Anda harapkan terkait penanganan dan pengelolaan sampah di Tapteng dan Sibolga?
Di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga dimana kami bergerak, tentu dosa besar bagi kami jika menyebut pemerintahnya tidak melakukan apa-apa. Tapi, dalam analisa kami, aspek pengelolaan sampah yang bertanggungjawab di dua daerah ini masih sangat minim.
Karena itu, harapan kami tentu sangat besar kepada pengambil kebijakan di dua daerah ini untuk menciptakan kebijakan pengelolaan sampah secara komprehensif, yang mendukung aktivitas para pegiat sampah, kebijakan pengelolaan sampah yang baik dan bertanggungjawab.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.