Peta Jalan Ekonomi Perawatan untuk Dunia Kerja yang Lebih Inklusif dan Adil Gender
Perawatan merupakan hal fundamental dalam kehidupan manusia. Dalam dunia kerja, layanan perawatan menopang ekonomi berbayar, antara lain dengan mendukung kebutuhan para pekerja—mengurus rumah tangga mereka, mengasuh anak mereka, atau merawat orang tua mereka yang telah lanjut usia. Sayangnya, kerja-kerja perawatan masih dipandang sebagai pekerjaan yang tidak produktif dan tidak berkontribusi terhadap ekonomi. Menyadari betapa vitalnya kerja-kerja perawatan bagi pemajuan ekonomi, pemerintah Indonesia meluncurkan Peta Jalan Ekonomi Perawatan 2025-2045 sebagai upaya untuk mewujudkan ekosistem ketenagakerjaan yang lebih inklusif dan adil.
Kerja Perawatan dan Ekonomi Perawatan
ILO, dalam laporannya yang bertajuk “Care Work and Care Jobs for the Future of Decent Work”, menyebut kerja perawatan sebagai “seluruh pekerjaan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, dan emosional orang dewasa dan anak-anak, tua dan muda, lemah dan berbadan sehat, bayi baru lahir, orang tua, orang dengan disabilitas, yang membutuhkan perlindungan, perawatan, atau dukungan”. Di Indonesia, para pekerja perawatan umumnya merupakan perempuan—yang biasanya berasal dari desa atau daerah terpencil dan bekerja di rumah-rumah tangga di perkotaan. Mereka biasanya adalah pekerja rumah tangga, pengasuh anak, perawat lansia, perawat orang sakit, dan lain sebagainya.
Sementara itu, tidak ada definisi baku mengenai ekonomi perawatan. Namun secara umum, ekonomi perawatan mengacu pada sektor kegiatan ekonomi, baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar, yang berkaitan dengan penyediaan layanan perawatan sosial dan material. Ekonomi perawatan mencakup perawatan untuk anak-anak, orang lanjut usia (lansia), perawatan kesehatan, pendidikan, dan layanan pribadi lainnya, yang semuanya berkontribusi dalam mendukung populasi sekarang dan masa depan.
Ketimpangan Gender terkait Kerja Perawatan
Catatan Jurnal Perempuan menggarisbawahi pandangan yang menganggap bahwa kerja-kerja perawatan bukan merupakan kerja produktif yang berkontribusi terhadap ekonomi, sehingga pengaturannya diserahkan kepada rumah tangga. Akibatnya, di dalam rumah tangga individu, kerja perawatan biasanya tidak dibayar, tidak diakui, dan mendapat sedikit dukungan. Konsekuensi lainnya, kerja-kerja perawatan seringkali dibayar rendah, tidak diatur, tidak aman, dan penuh eksploitasi—termasuk berupa kekerasan fisik, kekerasan mental, dan kekerasan seksual.
Di samping itu, adanya bias gender terkait kerja-kerja perawatan juga menghambat peran perempuan dalam dunia kerja, dan menyebabkan ketimpangan gender yang signifikan dalam partisipasi angkatan kerja. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam tiga tahun terakhir (2021-2023), kesenjangan tingkat partisipasi angkatan kerja antara perempuan dan laki-laki rata-rata mencapai 27%. Pada tahun 2023, misalnya, partisipasi angkatan kerja laki-laki mencapai 86,97%, sementara perempuan hanya 60,18%.
Ekonomi perawatan diperkirakan akan semakin penting di tengah meningkatnya permintaan akan layanan pengasuhan anak dan perawatan lansia seiring penuaan populasi. Untuk itu, diperlukan kerangka kebijakan yang mengatur ekonomi perawatan agar dapat menciptakan lapangan kerja baru yang aman, mendorong kesetaraan, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.
“Pekerjaan perawatan yang tidak berbayar ini menjadi kunci penentu apakah perempuan dapat memasuki dunia kerja dan tetap dapat bekerja dengan berkualitas,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga.
Peta Jalan Ekonomi Perawatan 2025-2045
Peta Jalan Ekonomi Perawatan Indonesia 2025-2045 diluncurkan di Jakarta pada 28 Maret 2024. Peta jalan ini merupakan hasil kolaborasi antara Kemen PPPA, Kementerian Ketenagakerjaan, Bappenas, dan ILO, yang mulai disusun sejak kesepakatan yang dicapai dalam Presidensi G20. Peta jalan ini bertujuan untuk mendukung terciptanya dunia kerja yang lebih inklusif dan adil gender, serta mewujudkan pekerjaan yang layak bagi pekerja perawatan. Peta Jalan tersebut memuat 7 prioritas yang berkaitan dengan berbagai pekerjaan perawatan, yakni:
- Mengembangkan pelayanan pengasuhan dan pendidikan anak usia dini yang mudah diakses, terjangkau dan berkualitas.
- Memperkuat layanan perawatan orang lanjut usia dan perawatan jangka panjang.
- Meningkatkan layanan inklusif dan terpadu bagi penyandang disabilitas, orang dengan HIV/AIDS, orang berkebutuhan khusus, penyintas kekerasan, dan kelompok rentan lainnya.
- Meningkatkan akses yang lebih besar pada cuti hamil.
- Memperbanyak keterlibatan laki-laki, termasuk cuti ayah.
- Mengakui pekerjaan yang layak bagi pekerja perawatan.
- Menerapkan program perlindungan sosial untuk ekonomi perawatan.
“Kerja perawatan ini tidak hanya tentang memberikan layanan perawatan fisik, tetapi juga memberikan pengakuan dan nilai pada pekerjaan kerumahtanggaan, perawatan anak, perawatan lansia, dan pekerjaan perawatan lainnya yang sering diabaikan dalam perhitungan ekonomi tradisional,” kata Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Bidang Ekonomi Aris Wahyu, yang hadir dalam acara peluncuran peta jalan tersebut.
Peluang dan Tantangan
Penelitian ILO tentang ekonomi perawatan di Indonesia mengungkap bahwa berinvestasi dalam perawatan anak semesta dan layanan perawatan jangka panjang akan menghasilkan sekitar 10,4 juta lapangan pekerjaan pada 2035, dimana hampir 4,3 juta pekerjaan langsung terkait dengan perawatan anak, 4,3 juta pekerjaan langsung dalam perawatan jangka panjang, dan 1,7 juta pekerjaan tidak langsung di sektor non-perawatan. Selain itu, masih menurut penelitian tersebut, investasi dalam paket kebijakan perawatan komprehensif juga dapat mengurangi kesenjangan gender dalam partisipasi angkatan kerja sebesar 5,5%.
Namun, masih terdapat sejumlah tantangan yang mesti diatasi dalam pengembangan ekonomi perawatan, di antaranya:
- Beban tradisional pada perempuan terkait budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai penanggung jawab utama perawatan dalam rumah tangga.
- Kurangnya kesadaran dan pengakuan mengenai pekerjaan perawatan dalam sistem ekonomi formal dan kebijakan sosial, yang mengakibatkan kurangnya kesadaran akan pentingnya pekerjaan perawatan dalam mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
- Belum adanya payung hukum untuk melindungi pekerja perawatan, termasuk RUU Perlindungan PRT yang sudah 20 tahun tidak menemui kejelasan.
- Kurangnya kebijakan yang mendukung pengembangan ekonomi perawatan, seperti layanan perawatan yang terjangkau, dukungan untuk pekerja perawatan, dan perubahan budaya terkait pembagian kerja rumah tangga.
Oleh karena itu, pengembangan ekonomi perawatan di Indonesia memerlukan pendekatan yang menyeluruh dan terintegrasi. Hal ini mencakup kebijakan untuk memperkuat akses terhadap layanan perawatan yang terjangkau, peningkatan kondisi kerja bagi pekerja perawatan, dan promosi kesetaraan gender dalam pembagian kerja rumah tangga. Semua dapat dimulai dari perubahan pola pikir yang memandang bahwa ekonomi perawatan bukan hanya masalah perempuan dan pekerjaan perawatan juga bukan hanya tanggung jawab perempuan.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.