Perlindungan Sosial di Tengah Perubahan Iklim
Perubahan iklim telah menjadi salah satu penyebab utama kemiskinan dan ketimpangan di kawasan Asia-Pasifik, dan dampaknya diperkirakan akan semakin parah seiring waktu bergulir. Bahkan kalau kita berhasil membatasi pemanasan global jangka panjang di bawah 1,5°C, 85% populasi di kawasan ini diperkirakan tetap akan terkena berbagai bencana iklim, seperti badai, banjir, gelombang panas, dan ancaman jangka panjang seperti kenaikan permukaan laut yang akan semakin intensif terjadi. Tanpa perlindungan sosial, dampak yang akan terjadi akan sangat buruk.
Perubahan Iklim Perparah Kemiskinan dan Ketimpangan
Perubahan iklim berdampak secara tidak proporsional pada kelompok masyarakat yang paling rentan di kawasan Asia-Pasifik, yang umumnya tidak memiliki kapasitas dan sumber daya untuk mengatasi guncangan. Kelompok marginal, seperti perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, dan orang dengan disabilitas, menghadapi risiko yang lebih besar, sehingga akan melanggengkan ketimpangan dari waktu ke waktu.
Sistem perlindungan sosial yang kuat akan sangat penting dalam memastikan pembangunan yang inklusif, berkelanjutan, dan adil bagi semua. Namun, di banyak negara di Asia-Pasifik, jumlah penduduk yang terlindungi oleh perlindungan sosial tidak sampai 50%. Negara-negara seperti Afghanistan, Bangladesh, dan Myanmar merupakan negara-negara yang paling terkena risiko perubahan iklim; namun, cakupan perlindungan sosial di wilayah ini termasuk yang paling rendah, sehingga rentan terjerembab ke dalam kemiskinan dan ketimpangan yang semakin parah (lihat gambar di bawah).
Perlindungan Sosial Dukung Adaptasi dan Mitigasi Iklim dan Membangun Ketahanan
Di tengah dampak perubahan iklim yang semakin nyata, perlindungan sosial berperan penting dalam menciptakan ketahanan dan mengurangi kerentanan masyarakat. Sistem perlindungan sosial juga memiliki posisi unik untuk mendukung upaya adaptasi dan mitigasi iklim.
Transisi menuju perekonomian rendah karbon adalah hal terakhir yang harus kita lakukan untuk menghentikan krisis iklim yang akan segera terjadi. Namun, transisi tersebut dapat menimbulkan gangguan. Tanpa perlindungan sosial yang tepat, para pekerja mungkin tidak mampu beradaptasi dengan perubahan pasar kerja.
Sebagai contoh, sektor-sektor seperti pertanian, konstruksi, dan energi diperkirakan akan mengalami transisi yang signifikan. Peluang-peluang baru dalam sektor-sektor yang ingin berkelanjutan ini dapat membuka jalan ke depan—hanya jika sistem perlindungan sosial mendukung pekerja melalui perubahan-perubahan ini. Tunjangan pengangguran, program reskilling (pelatihan ulang), dan dukungan transisi pekerjaan lainnya sangat penting untuk menciptakan transisi yang adil.
Program ketenagakerjaan publik, ditambah dengan perlindungan sosial, sangat penting untuk mendukung masyarakat beradaptasi terhadap risiko atau kejadian yang tidak dapat dihindari. Penting juga untuk menetapkan insentif untuk membangun infrastruktur (misalnya memulihkan habitat alami, reboisasi, membangun tembok laut, dll.) untuk meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim.
Selain itu, kenaikan suhu dan cuaca ekstrem juga meningkatkan kemunculan penyakit yang berkaitan dengan panas, penyakit yang berkaitan dengan polusi udara, dan penyakit yang ditularkan melalui vektor. Akses layanan kesehatan universal dan intervensi kesehatan berbasis informasi iklim dapat membantu memastikan bahwa seluruh kelompok masyarakat terlindungi, termasuk masyarakat yang paling rentan.
Oleh karena itu, untuk memperkuat ketahanan masyarakat, negara-negara di kawasan Asia-Pasifik harus membangun sistem perlindungan sosial yang komprehensif dan inklusif yang mampu merespons kebutuhan siklus hidup masyarakatnya, yang akan meningkat akibat perubahan iklim. Sistem-sistem ini harus memberikan dukungan bagi transisi lapangan kerja, layanan kesehatan, ketahanan pendapatan, dan ketahanan pangan, serta mengatasi pengungsian yang disebabkan oleh peristiwa dan kebijakan perubahan iklim.
Mekanisme Pembiayaan dan Membangun Sinergi dengan Langkah-Langkah Terkait
Memastikan perlindungan sosial bagi semua memerlukan pembiayaan yang besar, namun hal ini tidaklah mustahil. Untuk memenuhi permintaan akan perlindungan sosial yang meningkat dalam menghadapi perubahan iklim, negara-negara harus menjajaki kolaborasi dengan mekanisme pembiayaan untuk aksi iklim, pengurangan risiko bencana, dan upaya kemanusiaan. Hal ini termasuk Dana Kerugian dan Kerusakan yang baru dibentuk, dana iklim multilateral, obligasi hijau, bantuan kemanusiaan dan kerangka pengurangan risiko bencana, serta instrumen pendanaan lainnya.
Di sini, tujuan utama Dana Kerugian dan Kerusakan adalah untuk merespons kerugian dan kerusakan ekonomi dan non-ekonomi yang terkait dengan dampak buruk perubahan iklim, terutama bagi negara-negara yang paling terdampak. Di sisi lain, dana iklim multilateral, seperti Dana Iklim Hijau atau Dana Adaptasi, semakin mengakui dimensi sosial dari kebijakan perubahan iklim dan peran perlindungan sosial. Demikian pula, obligasi ramah lingkungan, sosial, dan keberlanjutan menawarkan kerangka pendanaan untuk tujuan-tujuan sosial dan terkait iklim, termasuk mitigasi dan adaptasi, serta potensi besar untuk menyelaraskan agenda iklim dan sosial. Sementara itu, bantuan kemanusiaan membantu mengatasi guncangan dan krisis terkait perubahan iklim dan menawarkan potensi sinergi yang signifikan dengan sistem perlindungan sosial.
Secara keseluruhan, integrasi dan sinergi antara instrumen pendanaan dan perlindungan sosial ini dapat mengubah manfaat finansial jangka pendek menjadi proses pembangunan jangka panjang yang bermanfaat bagi manusia dan Bumi.
Membangun Ketahanan untuk Masa Depan yang Tak Pasti
Selagi Asia-Pasifik terus menghadapi tantangan yang terus berkembang akibat perubahan iklim, peran sistem perlindungan sosial adalah mutlak. Memperkuat sistem ini sangat penting untuk memastikan bahwa kelompok masyarakat rentan tidak tertinggal dalam menghadapi ketidakpastian yang semakin meningkat.
Mengingat dampak buruk dari tidak adanya tindakan sangatlah besar, baik dari segi sumber daya manusia maupun ekonomi, memahami kondisi sistem perlindungan sosial yang ada saat ini dan bagaimana cara untuk memperbaikinya merupakan hal yang sangat penting. Publikasi utama terbaru ESCAP, “Social Outlook for Asia and the Pacific 2024”, misalnya, menawarkan peta jalan berwawasan ke depan, termasuk panduan mengenai “cara” untuk merancang sistem perlindungan sosial masa depan yang menjamin masyarakat inklusif dan berketahanan, yang berakar pada solidaritas.
Pada akhirnya, negara-negara harus mengambil pendekatan proaktif untuk mereformasi dan memperluas sistem perlindungan sosial mereka untuk mendukung adaptasi iklim, mendorong stabilitas ekonomi, dan memastikan transisi yang adil menuju masa depan yang berkelanjutan dan inklusif.
Editor: Nazalea Kusuma
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Opini – Indonesia:
Publikasikan thought leadership dan wawasan Anda bersama Green Network Asia, pelajari Panduan Artikel Opini kami
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Stefan adalah Staf Urusan Sosial di Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP) di Bangkok. Ia telah menulis sejumlah publikasi mengenai perlindungan sosial, termasuk karya analitis mengenai persimpangan dengan perubahan iklim dan mendukung berbagai reformasi perlindungan sosial di seluruh dunia. Sebelum bergabung dengan sistem PBB pada tahun 2015, ia mengelola proyek kebijakan sosial dan hak asasi manusia untuk Uni Eropa.