Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Advertorial
  • Event
  • Pelatihan
  • Internship
  • Asia
Primary Menu
  • Beranda
  • Topik
  • Terbaru
  • Kabar
  • Siaran Pers
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Komunitas
  • Muda
  • Dunia
  • SDGs
  • Figur
  • Unggulan

Agus Yusuf, Guru Lukis Difabel yang Mengajar dengan Bahagia dalam Keterbatasan

Agus Yusuf membuktikan bahwa keterbatasan fisik tidak menjadi penghalang untuk berkarya.
Oleh Thomas Panji
25 November 2022
Agus saat sedang melukis dengan kakinya.

Agus saat sedang melukis dengan kakinya. | Foto oleh Sri Rohmatiah, istri Agus Yusuf.

Agus Yusuf masih ingat ketika suatu siang pada tahun 2003 dirinya dihubungi oleh seorang perempuan yang menanyakan kesanggupannya untuk menjadi guru lukis bagi tiga anak perempuan tersebut. Ia sempat heran dengan permintaan itu, dan bertanya-tanya dalam hati, apa motivasi yang mendorong tiga anak itu ingin belajar melukis dengannya.

Keheranan Agus terjawab sesaat kemudian. “Anak saya yang sulung sudah tiga kali mondar-mandir ke bilik bapak, dan penasaran dengan bagaimana cara Pak Agus melukis meski dengan keterbatasan fisik. Dia bilang ke saya untuk minta kursus melukis dengan Pak Agus,” kata Agus menirukan ucapan perempuan itu.

Agus sempat terdiam selama beberapa saat. Ia terenyuh mendapat apresiasi berupa kepercayaan dari orang lain untuk menjadi guru melukis, atas apa yang ia tekuni. Hatinya semringah, karena di tengah keterbatasannya, ia ternyata masih dapat memberikan dampak positif bagi sesama.

Agus akhirnya menyanggupi permintaan perempuan itu. Beberapa hari kemudian, Agus pun mulai membuka kelas melukis pertamanya di Galeri Seni Ridho, tempat di mana ia mendedikasikan hampir seluruh hidup, semangat, dan idenya. Pasang surut dan masalah terus hadir dalam karier kepelukisan Agus, namun ia tetap membuka dirinya bagi siapa saja yang ingin belajar melukis.

Cerita Awal Melukis

Agus saat sedang mengikuti pameran lukis di Hotel Aston, Madiun, Jawa Timur
Agus saat sedang mengikuti pameran lukis di Hotel Aston, Madiun, Jawa Timur. | Foto oleh Sri Rohmatiah, istri Agus Yusuf.

Suatu hari, Agus berjalan kaki sejauh tiga kilometer tanpa menggunakan alat bantu apapun. Tujuannya hanya satu: ia ingin berusaha hidup normal selayaknya orang-orang yang memiliki kedua tangan dan kaki. Tak pernah menyerah dengan keterbatasan fisiknya, lelaki kelahiran Madiun, Jawa Timur tahun 1963 itu tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan percaya diri. Menyetrika, menggembala kambing, hingga melukis ia lakoni selayaknya orang dengan fisik sempurna.

Dalam hal melukis, Agus belajar secara otodidak dengan menggunakan mulut dan kakinya saat duduk di bangku Sekolah Dasar selama enam bulan. Meski kesulitan serta ditambah rasa pegal yang luar biasa, ia terus mencoba dan berusaha setiap hari. Sampai akhirnya, ia mampu menghasilkan satu lukisan perdananya, berupa lukisan bunga.

“Sejak kelas dua SD sampai sekarang, saya suka melukis dengan gaya naturalis dan realis, seperti melukis bunga, gunung, dan pemandangan. Alasannya agar lukisan saya mudah untuk diterima banyak orang,” kata Agus.

Lukisan pertamanya itu membuat guru-guru di sekolahnya menyadari bahwa ia memiliki bakat istimewa dalam melukis. Saat duduk di bangku kelas lima SD, ia dipercaya oleh guru-gurunya untuk mewakili sekolah dalam kompetisi melukis antar sekolah sekaligus menjadi pengalaman pertamanya berkompetisi.

Bakat Agus terbukti istimewa. Ia keluar sebagai juara satu dalam kompetisi tersebut. Sejak saat itu, ia rutin mengikuti berbagai kompetisi, mulai dari tingkat desa hingga kabupaten/kota, dan ia selalu menjadi juara satu. Lamban laun, ia merasa menemukan kepercayaan diri di balik keterbatasan fisiknya dan mendapatkan jati diri dalam melukis.

Bergabung dengan AMFPA

Tahun 1989, Agus memantapkan langkah menjadi seorang pelukis profesional. Keputusan ini ia ambil setelah dirinya diterima oleh asosiasi pelukis difabel internasional asal Swiss, AMFPA (Association of Mouth and Foot Painting Artists), yang menaungi difabel yang melukis dengan mulut dan kaki dari seluruh dunia.

Dari situ, Agus terus mengasah bakatnya untuk dapat membuktikan bahwa lukisannya dapat diterima oleh masyarakat luar. Selain bereksperimen dan membaca buku, ia juga dibantu oleh dua teman karibnya yang merupakan dosen seni lukis di Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA).

Dari dua temannya itu, Agus memperoleh berbagai ilmu, seperti bagaimana cara mengkomposisikan warna, mengakali datangnya cahaya, dan khususnya teknik menggores tanpa putus, yang menjadi karakter khasnya dalam melukis.

“Teknik menggores tanpa putus itu paling susah. Tapi hasilnya sangat memuaskan, karena semuanya dapat dikerjakan dalam sekali gores,” katanya.

Karena keunikannya itu, Agus sering mendapat tawaran dari AMFPA dan para kolektor seni untuk terlibat dalam berbagai pameran. Total, sudah 160 pameran yang Agus jalani selama 33 tahun menjadi pelukis, dan sekitar 410 karyanya telah dilelang dan dibeli oleh para kolektor seni, terutama dari Swiss.

Membuka Kelas Melukis

Agus saat sedang menghadiri pameran lukis di Surabaya, Jawa Timur
Agus saat sedang menghadiri pameran lukis di Surabaya, Jawa Timur. | Foto oleh Sri Rohmatiah.

Agus tidak hanya kedatangan murid yang ingin belajar secara rutin. Ia juga sering diundang oleh para guru seni dari berbagai sekolah di Madiun untuk menjadi guru spesialis dalam mengampu dan membina murid yang akan mengikuti kompetisi melukis.

Meski sudah cukup lama mengajar, Agus tetap rendah hati. Ia merasa dirinya adalah selamanya seorang murid dan semua orang adalah guru baginya. Pengalaman tidak lantas membuatnya mendapuk diri sebagai orang yang ahli mengajari orang.

Sikap itu pula yang menuntunnya untuk menerima tawaran mengajar untuk keperluan kompetisi. Sebab baginya, tawaran itu akan memberinya kesempatan untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Dalam mengajar, ia sangat menekankan satu prinsip, yakni berorientasi pada proses.

Prinsip itu membuat murid-muridnya merasa nyaman untuk mengekspresikan perasaan seni mereka secara utuh ke atas kanvas. Di satu sisi, prinsip ini juga membantunya menemukan keunikan murid-muridnya dalam melukis, seperti bagaimana cara mereka menggores dan cara mereka mewarnai.

“Di situ saya mulai pelan-pelan memasukkan materi, seperti teknik mencampurkan warna, pencahayaan sederhana, dan pastinya teknik menggores tanpa putus. Jadi mereka tidak hanya tambah kreatif, tapi juga punya lukisan yang terukur karena teknik-teknik itu,” katanya.

Didikan Agus membuahkan hasil. Murid-muridnya sering menjuarai berbagai kompetisi, dan banyak dari mereka akhirnya menjadi lebih mencintai seni lukis.

Cita-Cita

Selama 19 tahun mengajar, total hanya ada sekitar 30 murid yang pernah belajar bersama Agus. Namun, ia tidak lantas berkecil hati. Apalagi, diakuinya bahwa memang belum banyak masyarakat, utamanya di Madiun, yang tertarik pada dunia seni lukis.

Setelah 33 tahun berkarya, Agus bercita-cita membuka sekolah seni dan ingin memberdayakan teman-teman seniman difabelnya untuk menjadi pengajar. Bagi Agus, kesuksesan hanyalah titipan. Karenanya, ia ingin lebih banyak beramal melalui apa yang ia mampu.

“Saya merasa sangat bahagia karena saya bisa hidup dari keterbatasan saya. Mungkin, saya akan lebih bahagia lagi kalau saya bisa membantu banyak orang dari sekolah seni,” kata Agus memungkasi.

Editor: Abul Muamar

Terima kasih telah membaca!
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Daftar Sekarang

Thomas Panji
+ posts

Panji adalah Reporter & Penulis Konten In-House untuk Green Network ID. Dia meliput Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.

  • Thomas Panji
    https://greennetwork.id/author/thomas-panji/
    Kerja Sama Indonesia dan IsDB Tingkatkan Kualitas Kesehatan Ibu dan Anak
  • Thomas Panji
    https://greennetwork.id/author/thomas-panji/
    Mewujudkan Layanan Kesehatan yang Ramah Difabel
  • Thomas Panji
    https://greennetwork.id/author/thomas-panji/
    KTGI: Upaya BMKG untuk Cegah Korban Jiwa saat Gempa & Tsunami
  • Thomas Panji
    https://greennetwork.id/author/thomas-panji/
    Komitmen Indonesia Atasi Perubahan Iklim Setelah COP27

Continue Reading

Sebelumnya: Sail Tidore 2022: Mengembalikan Kejayaan Jalur Rempah Nusantara
Berikutnya: Mengakhiri Kekerasan terhadap Perempuan dengan Perspektif Korban

Artikel Terkait

tiga anak dengan seorang perempuan berdiri di depan tanaman hidroponik Upaya WFP Atasi Kerawanan Pangan Masyarakat Rentan dengan Pertanian Hidroponik
  • Kabar
  • Unggulan

Upaya WFP Atasi Kerawanan Pangan Masyarakat Rentan dengan Pertanian Hidroponik

Oleh Kresentia Madina
1 Desember 2023
tiga orang duduk di rerumputan di puncak gunung dengan latar pegunungan di kejauhan. Meningkatkan Komitmen Wisata Pegunungan dan Pendakian yang Berkelanjutan
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Meningkatkan Komitmen Wisata Pegunungan dan Pendakian yang Berkelanjutan

Oleh Abul Muamar
30 November 2023
foto keyboard laptop dengan ilustrasi ujaran kebencian dalam gelembung-gelembung merah Dampak Konten Berbahaya di Media Sosial terhadap Pembangunan Perdamaian
  • Kabar
  • Unggulan

Dampak Konten Berbahaya di Media Sosial terhadap Pembangunan Perdamaian

Oleh Kresentia Madina
30 November 2023
induk paus sperma dan anaknya di lautan Komitmen Dominika Bangun Cagar Alam Paus Sperma Pertama di Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Komitmen Dominika Bangun Cagar Alam Paus Sperma Pertama di Dunia

Oleh Nazalea Kusuma
29 November 2023
aliran air jernih di antara bebatuan di tengah pepohonan Meningkatkan Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Layak dengan Pendekatan Berbasis Masyarakat
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Meningkatkan Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Layak dengan Pendekatan Berbasis Masyarakat

Oleh Abul Muamar
28 November 2023
cover publikasi kerangka kerja RESPECT. Mencegah Kekerasan terhadap Perempuan dengan Kerangka Kerja RESPECT
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Mencegah Kekerasan terhadap Perempuan dengan Kerangka Kerja RESPECT

Oleh Nazalea Kusuma
28 November 2023
  • Terbaru
  • Terpopuler
  • Partner
  • tiga anak dengan seorang perempuan berdiri di depan tanaman hidroponik Upaya WFP Atasi Kerawanan Pangan Masyarakat Rentan dengan Pertanian Hidroponik
    • Kabar
    • Unggulan

    Upaya WFP Atasi Kerawanan Pangan Masyarakat Rentan dengan Pertanian Hidroponik

  • tiga orang duduk di rerumputan di puncak gunung dengan latar pegunungan di kejauhan. Meningkatkan Komitmen Wisata Pegunungan dan Pendakian yang Berkelanjutan
    • Ikhtisar
    • Unggulan

    Meningkatkan Komitmen Wisata Pegunungan dan Pendakian yang Berkelanjutan

  • foto keyboard laptop dengan ilustrasi ujaran kebencian dalam gelembung-gelembung merah Dampak Konten Berbahaya di Media Sosial terhadap Pembangunan Perdamaian
    • Kabar
    • Unggulan

    Dampak Konten Berbahaya di Media Sosial terhadap Pembangunan Perdamaian

  • induk paus sperma dan anaknya di lautan Komitmen Dominika Bangun Cagar Alam Paus Sperma Pertama di Dunia
    • Kabar
    • Unggulan

    Komitmen Dominika Bangun Cagar Alam Paus Sperma Pertama di Dunia

  • aliran air jernih di antara bebatuan di tengah pepohonan Meningkatkan Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Layak dengan Pendekatan Berbasis Masyarakat
    • Ikhtisar
    • Unggulan

    Meningkatkan Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Layak dengan Pendekatan Berbasis Masyarakat

  • Pulau Semakau, TPA Hijau Permai di Singapura
    • Kabar

    Pulau Semakau, TPA Hijau Permai di Singapura

  • Penggemar Promosikan Warisan Budaya Rempah, Luncurkan Spice Hub Indonesia
    • Kabar
    • Unggulan

    Penggemar Promosikan Warisan Budaya Rempah, Luncurkan Spice Hub Indonesia

  • UNESCAP Dukung Build Back Better, Kembangkan National SDG Tracker
    • Kabar

    UNESCAP Dukung Build Back Better, Kembangkan National SDG Tracker

  • Beena Rao Mengajar Ribuan Anak dari Pemukiman Kumuh
    • Figur

    Beena Rao Mengajar Ribuan Anak dari Pemukiman Kumuh

  • Ahmad Bahruddin bersama rekan-rekannya mendirikan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah Bagaimana Serikat Petani Mengentaskan Kemiskinan di Masyarakat
    • Wawancara

    Bagaimana Serikat Petani Mengentaskan Kemiskinan di Masyarakat

  • gambar sebagian permukaan bumi Menilik Cara Kerja EOS Data Analytics dalam Upaya Konservasi Lingkungan di Asia
    • Ikhtisar
    • Partner
    • Unggulan

    Menilik Cara Kerja EOS Data Analytics dalam Upaya Konservasi Lingkungan di Asia

  • seorang pria botak duduk di depan sebuah pohon besar di hutan. Dedikasi Alex Waisimon Menjaga Hutan Adat dan Satwa Endemik Papua
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Dedikasi Alex Waisimon Menjaga Hutan Adat dan Satwa Endemik Papua

  • seorang perempuan berpakaian merah rajutan berdiri di depan pintu dengan dedaunan di atasnya. Lian Gogali, Menghidupkan Kembali Harmoni di Poso Lewat Sekolah Perdamaian
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Lian Gogali, Menghidupkan Kembali Harmoni di Poso Lewat Sekolah Perdamaian

  • seorang perempuan berkaca mata sedang mengajar dengan memegang papan tulis dengan huruf-huruf alfabet. Butet Manurung, Memberikan Pendidikan yang Memerdekakan untuk Masyarakat Adat Orang Rimba
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Butet Manurung, Memberikan Pendidikan yang Memerdekakan untuk Masyarakat Adat Orang Rimba

  • seorang perempuan duduk di depan sebuah dinding dengan cermin di belakangnya. Indah Darmastuti, Mewujudkan Sastra yang Lebih Inklusif untuk Difabel Netra
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Indah Darmastuti, Mewujudkan Sastra yang Lebih Inklusif untuk Difabel Netra

Sidebar Insan Figur
Sidebar Bespoke Event

Tentang Kami

  • Tim
  • #LetterfromtheFounder
  • Panduan Siaran Pers
  • Panduan Artikel Opini
  • Panduan Artikel Komunitas
  • Pedoman Media Siber
  • Jaringan Kontributor
  • Jaringan Penasihat Senior
  • Jaringan Penasihat Muda
  • FAQ
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2023 Green Network Asia - Indonesia