Bagaimana Mineral Kritis Dapat Mendukung Transisi Energi Berkeadilan di Global South
Ilustrasi: Irhan Prabasukma.
Peralihan dunia menuju energi bersih tidak hanya mengubah cara kita memberi daya pada dunia—tapi juga mungkin mengubah siapa yang memegang kendali. Logam dan mineral kritis yang memungkinkan teknologi terbarukan, seperti litium, nikel, tembaga, grafit, dan tanah jarang, menjadi tulang punggung ekonomi global baru. Namun di balik janji transisi energi bersih, terdapat pertanyaan tentang keadilan: siapa yang diuntungkan dari demam mineral baru ini, dan siapa yang menanggung ongkosnya?
Mengubah Narasi
Selama berabad-abad, negara-negara di Global South memasok bahan mentah, tapi hanya menikmati sedikit nilainya. Sebaliknya, negara-negara Global North telah menciptakan sistem eksploitatif yang mengutamakan keuntungan mereka sendiri. Sistem ini telah membuat negara-negara pemasok menanggung kerugian bagi rakyat dan lingkungan mereka.
Akibatnya, kekayaan sumber daya, mulai dari tembaga Amerika Latin hingga kobalt Afrika dan nikel Asia, jarang menghasilkan pembangunan berkelanjutan dan kedaulatan. Agenda dekarbonisasi global pun tak ada bedanya. Agenda ini cenderung hanya menguntungkan segelintir orang dan mendatangkan malapetaka bagi masyarakat dan alam.
Namun, dalam hal ini, transisi energi bersih menawarkan kesempatan bersejarah untuk mengubah narasi tersebut—jika dikelola dengan visi ke depan, kerja sama, dan keberlanjutan.
Indonesia dan Brasil memberikan gambaran tentang tantangan sekaligus potensinya. Indonesia merupakan produsen nikel terbesar dunia, yang penting untuk baterai kendaraan listrik. Indonesia juga telah melarang ekspor bijih nikel mentah untuk mendorong pemrosesan dalam negeri. Sementara itu, Brasil memiliki 95% cadangan niobium dunia serta deposit litium dan grafit yang sangat besar. Selain itu, Brasil memproduksi sebagian besar mineralnya menggunakan energi terbarukan. Kedua negara ini berupaya memanfaatkan sumber daya mereka untuk membangun industri di dalam negeri, alih-alih hanya mengekspor mineral kritis mentah ke luar negeri.
Pengurangan Bahaya dalam Ekstraksi Mineral Kritis
Ekstraksi mineral kritis merupakan aktivitas berisiko tinggi bagi manusia dan lingkungan. Demi transisi energi berkeadilan, transparansi dan inklusi sangatlah penting. Pertambangan harus menghormati ekosistem dan masyarakat lokal.
Sebagai langkah awal, menghindari Kawasan Lindung dan melibatkan masyarakat terdampak sangatlah penting. Konsultasi dan Persetujuan Awal Tanpa Paksaan dan Berdasarkan Informasi (PADIATAPA) dari masyarakat adat dan komunitas lokal di sekitarnya merupakan hal minimum. Selain itu, model bagi hasil yang mengalokasikan sebagian pendapatan untuk pendidikan, infrastruktur, dan restorasi lingkungan dapat membantu. Namun, lebih dari sekadar uang, semua proyek pertambangan harus mencakup rencana aksi konkret untuk mengurangi bahaya selama proses penambangan dan pemulihan kerusakan setelahnya.
Prinsip-prinsip ESG dan BHR+E (Bisnis dan HAM) harus lebih dari sekadar kotak centang—prinsip-prinsip tersebut harus mendefinisikan DNA proyek pertambangan generasi berikutnya. Hanya dengan demikian, kekayaan sumber daya dari mineral kritis dapat diwujudkan menjadi peningkatan nyata dalam kehidupan masyarakat.
Teknologi dan inovasi dapat membantu mewujudkan hal ini. Metode ekstraksi baru yang menggunakan lebih sedikit air dan bahan kimia, sistem daur ulang yang lebih baik untuk material baterai, dan pemantauan dampak lingkungan berbasis AI sedang mentransformasi sektor ini. Berbagi pengetahuan di Global South—melalui penelitian bersama, pertukaran akademik, dan platform digital—dapat mengakselerasi perubahan ini.
Kerja Sama, Kolaborasi, dan Kepemimpinan
Lebih lanjut, kunci kesuksesan terletak pada kerja sama. Negara-negara di Global South dapat bergerak melampaui strategi nasional yang terisolasi dan membangun kerangka kerja bersama untuk pertambangan, pemrosesan, dan perdagangan yang lebih berkelanjutan.
Misalnya, ASEAN dan Mercosur dapat mengkoordinasikan kebijakan dan menyelaraskan investasi, pertumbuhan ekonomi, dan standar lingkungan. Mereka juga dapat menginisiasi program yang memungkinkan kemitraan lintas batas, berbagi pengetahuan, dan transfer teknologi. Kolaborasi semacam itu akan memberi negara-negara berkembang suara yang lebih kuat dalam membentuk ketentuan transisi energi global.
Ada juga peluang untuk memimpin dengan memberi contoh. Pada titik genting ini, negara-negara di Global South memiliki potensi untuk menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya tidak harus mengorbankan alam atau kohesi sosial. Dengan menetapkan standar tinggi dan menekankan keberlanjutan, mereka dapat menarik investor yang bertanggung jawab dan memposisikan ulang diri sebagai pusat produksi etis dunia.
Mewujudkan Transisi Energi Berkeadilan di Global South dan Dunia
Transisi energi tidak hanya akan menentukan bagaimana dunia menggerakkan perekonomiannya, tetapi juga bagaimana dunia mendefinisikan keadilan dan tanggung jawab. Sebagian besar negara-negara Global South masih berjuang dengan ketahanan energi, namun mereka memegang banyak kunci masa depan. Jika negara-negara Global South bekerja sama, berinvestasi dengan bijak, dan menempatkan manusia dan planet Bumi sebagai pusat strategi, mineral-mineral kritis akan dapat mendorong transisi energi yang adil—yang mensejahterakan masyarakat, melestarikan ekosistem, dan menginspirasi model baru kemakmuran bersama.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Jadi Member SekarangGustavo adalah Direktur Pelaksana Taleb Capital Hedge Fund di New York, AS. Ia meraih gelar Doktor Ekonomi dan Doktor Keuangan. Ia menulis tentang keuangan global, energi, dan geopolitik, dengan fokus pada pembangunan berkelanjutan dan pasar negara berkembang.

Menjadi Jembatan Keberlanjutan: Strategi Manajer Madya di Tengah Kelembaman dan Desakan Perubahan
Mengulik Isu Penurunan Muka Tanah Pesisir Jawa
Kebangkitan Pertanian Permakultur Lokal di India
Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi
Memanfaatkan Limbah Makanan Laut sebagai Peluang Ekonomi Biru yang Berkelanjutan
Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia