Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • Topik
    • Transisi Energi
    • Keuangan Berkelanjutan
    • Rantai Nilai Berkelanjutan
    • Semua Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • GNA Knowledge Hub
    • Kabar
    • Ikhtisar
    • Wawancara
    • Figur
    • Infografik
    • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Event
    • GNA Talks
    • GNA Flagship Events
  • Pengembangan Kapasitas
    • GNA Insights
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Bagaimana Mineral Kritis Dapat Mendukung Transisi Energi Berkeadilan di Global South

Transisi energi menawarkan kesempatan bersejarah untuk mengubah kekayaan sumber daya dari mineral kritis menjadi kesejahteraan bersama untuk semua.
Oleh Gustavo Pessoa
31 Oktober 2025
ilustrasi gambar garis berliku dari tumpukan mineral penting di sebelah bola lampu dengan filamen berbentuk kepalan tangan ke arah panah hijau

Ilustrasi: Irhan Prabasukma.

Peralihan dunia menuju energi bersih tidak hanya mengubah cara kita memberi daya pada dunia—tapi juga mungkin mengubah siapa yang memegang kendali. Logam dan mineral kritis yang memungkinkan teknologi terbarukan, seperti litium, nikel, tembaga, grafit, dan tanah jarang, menjadi tulang punggung ekonomi global baru. Namun di balik janji transisi energi bersih, terdapat pertanyaan tentang keadilan: siapa yang diuntungkan dari demam mineral baru ini, dan siapa yang menanggung ongkosnya?

Mengubah Narasi

Selama berabad-abad, negara-negara di Global South memasok bahan mentah, tapi hanya menikmati sedikit nilainya. Sebaliknya, negara-negara Global North telah menciptakan sistem eksploitatif yang mengutamakan keuntungan mereka sendiri. Sistem ini telah membuat negara-negara pemasok menanggung kerugian bagi rakyat dan lingkungan mereka.

Akibatnya, kekayaan sumber daya, mulai dari tembaga Amerika Latin hingga kobalt Afrika dan nikel Asia, jarang menghasilkan pembangunan berkelanjutan dan kedaulatan. Agenda dekarbonisasi global pun tak ada bedanya. Agenda ini cenderung hanya menguntungkan segelintir orang dan mendatangkan malapetaka bagi masyarakat dan alam.

Namun, dalam hal ini, transisi energi bersih menawarkan kesempatan bersejarah untuk mengubah narasi tersebut—jika dikelola dengan visi ke depan, kerja sama, dan keberlanjutan.

Indonesia dan Brasil memberikan gambaran tentang tantangan sekaligus potensinya. Indonesia merupakan produsen nikel terbesar dunia, yang penting untuk baterai kendaraan listrik. Indonesia juga telah melarang ekspor bijih nikel mentah untuk mendorong pemrosesan dalam negeri. Sementara itu, Brasil memiliki 95% cadangan niobium dunia serta deposit litium dan grafit yang sangat besar. Selain itu, Brasil memproduksi sebagian besar mineralnya menggunakan energi terbarukan. Kedua negara ini berupaya memanfaatkan sumber daya mereka untuk membangun industri di dalam negeri, alih-alih hanya mengekspor mineral kritis mentah ke luar negeri.

Pengurangan Bahaya dalam Ekstraksi Mineral Kritis

Ekstraksi mineral kritis merupakan aktivitas berisiko tinggi bagi manusia dan lingkungan. Demi transisi energi berkeadilan, transparansi dan inklusi sangatlah penting. Pertambangan harus menghormati ekosistem dan masyarakat lokal.

Sebagai langkah awal, menghindari Kawasan Lindung dan melibatkan masyarakat terdampak sangatlah penting. Konsultasi dan Persetujuan Awal Tanpa Paksaan dan Berdasarkan Informasi (PADIATAPA) dari masyarakat adat dan komunitas lokal di sekitarnya merupakan hal minimum. Selain itu, model bagi hasil yang mengalokasikan sebagian pendapatan untuk pendidikan, infrastruktur, dan restorasi lingkungan dapat membantu. Namun, lebih dari sekadar uang, semua proyek pertambangan harus mencakup rencana aksi konkret untuk mengurangi bahaya selama proses penambangan dan pemulihan kerusakan setelahnya.

Prinsip-prinsip ESG dan BHR+E (Bisnis dan HAM) harus lebih dari sekadar kotak centang—prinsip-prinsip tersebut harus mendefinisikan DNA proyek pertambangan generasi berikutnya. Hanya dengan demikian, kekayaan sumber daya dari mineral kritis dapat diwujudkan menjadi peningkatan nyata dalam kehidupan masyarakat.

Teknologi dan inovasi dapat membantu mewujudkan hal ini. Metode ekstraksi baru yang menggunakan lebih sedikit air dan bahan kimia, sistem daur ulang yang lebih baik untuk material baterai, dan pemantauan dampak lingkungan berbasis AI sedang mentransformasi sektor ini. Berbagi pengetahuan di Global South—melalui penelitian bersama, pertukaran akademik, dan platform digital—dapat mengakselerasi perubahan ini.

Kerja Sama, Kolaborasi, dan Kepemimpinan

Lebih lanjut, kunci kesuksesan terletak pada kerja sama. Negara-negara di Global South dapat bergerak melampaui strategi nasional yang terisolasi dan membangun kerangka kerja bersama untuk pertambangan, pemrosesan, dan perdagangan yang lebih berkelanjutan.

Misalnya, ASEAN dan Mercosur dapat mengkoordinasikan kebijakan dan menyelaraskan investasi, pertumbuhan ekonomi, dan standar lingkungan. Mereka juga dapat menginisiasi program yang memungkinkan kemitraan lintas batas, berbagi pengetahuan, dan transfer teknologi. Kolaborasi semacam itu akan memberi negara-negara berkembang suara yang lebih kuat dalam membentuk ketentuan transisi energi global.

Ada juga peluang untuk memimpin dengan memberi contoh. Pada titik genting ini, negara-negara di Global South memiliki potensi untuk menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya tidak harus mengorbankan alam atau kohesi sosial. Dengan menetapkan standar tinggi dan menekankan keberlanjutan, mereka dapat menarik investor yang bertanggung jawab dan memposisikan ulang diri sebagai pusat produksi etis dunia.

Mewujudkan Transisi Energi Berkeadilan di Global South dan Dunia

Transisi energi tidak hanya akan menentukan bagaimana dunia menggerakkan perekonomiannya, tetapi juga bagaimana dunia mendefinisikan keadilan dan tanggung jawab. Sebagian besar negara-negara Global South masih berjuang dengan ketahanan energi, namun mereka memegang banyak kunci masa depan. Jika negara-negara Global South bekerja sama, berinvestasi dengan bijak, dan menempatkan manusia dan planet Bumi sebagai pusat strategi, mineral-mineral kritis akan dapat mendorong transisi energi yang adil—yang mensejahterakan masyarakat, melestarikan ekosistem, dan menginspirasi model baru kemakmuran bersama.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Gustavo Pessoa
+ postsBio

Gustavo adalah Direktur Pelaksana Taleb Capital Hedge Fund di New York, AS. Ia meraih gelar Doktor Ekonomi dan Doktor Keuangan. Ia menulis tentang keuangan global, energi, dan geopolitik, dengan fokus pada pembangunan berkelanjutan dan pasar negara berkembang.

    This author does not have any more posts.

Continue Reading

Sebelumnya: Mengulik Isu Penurunan Muka Tanah Pesisir Jawa
Berikutnya: Menjadi Jembatan Keberlanjutan: Strategi Manajer Madya di Tengah Kelembaman dan Desakan Perubahan

Lihat Konten GNA Lainnya

sebuah jembatan diantara 2 batu besar Menjadi Jembatan Keberlanjutan: Strategi Manajer Madya di Tengah Kelembaman dan Desakan Perubahan
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom IS2P
  • Opini

Menjadi Jembatan Keberlanjutan: Strategi Manajer Madya di Tengah Kelembaman dan Desakan Perubahan

Oleh Jalal
31 Oktober 2025
Pemandangan pesisir Pantai Utara Jawa dengan garis pantai melengkung, air laut berwarna biru kehijauan, area persawahan di sisi kiri, dan permukiman di tepi pantai. Mengulik Isu Penurunan Muka Tanah Pesisir Jawa
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengulik Isu Penurunan Muka Tanah Pesisir Jawa

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
30 Oktober 2025
beberapa petani perempuan memanen daun teh di kebun Kebangkitan Pertanian Permakultur Lokal di India
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Kebangkitan Pertanian Permakultur Lokal di India

Oleh Ponnila Sampath-Kumar
30 Oktober 2025
Fasilitas LNG di dekat laut. Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi

Oleh Andi Batara
29 Oktober 2025
Sebuah nampan berisi ikan yang di sekitarnya terdapat sikat, pisau, dan makanan laut lainnya. Memanfaatkan Limbah Makanan Laut sebagai Peluang Ekonomi Biru yang Berkelanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memanfaatkan Limbah Makanan Laut sebagai Peluang Ekonomi Biru yang Berkelanjutan

Oleh Attiatul Noor
29 Oktober 2025
Pembangkit listrik tenaga nuklir dengan dua menara pendingin besar yang mengeluarkan uap di malam hari, dikelilingi lampu-lampu dan struktur industri lainnya. Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
28 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Advertorial GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia