Ihwal Kesenjangan Gaji Berbasis Gender dalam Olahraga dan Bagaimana Dampaknya

Foto: Luis Andrés Villalón Vega di Unsplash.
Peluang bagi perempuan di berbagai bidang semakin terbuka lebar, tidak terkecuali dalam bidang olahraga. Kini, semakin banyak atlet perempuan yang menuai perhatian dan kesuksesan. Namun, terlepas dari kemajuan ini, kesenjangan gaji berbasis gender dalam dunia olahraga merupakan kenyataan yang menekankan bahwa kesenjangan masih terus berlanjut, di mana perempuan masih mendapatkan gaji yang jauh lebih rendah daripada laki-laki.
Ketimpangan Gaji berbasis Gender dalam Olahraga
Tidak dapat dipungkiri, olahraga perempuan memang telah meraih momentum di era saat ini. Piala Dunia Wanita FIFA 2023, misalnya, menarik 2 miliar penonton di seluruh dunia, sementara Kejuaraan Dunia Softball Wanita secara konsisten melampaui Seri Dunia Bisbol Pria dalam hal rating televisi.
Namun, terlepas dari kemajuan ini, ketimpangan gaji berbasis gender dalam olahraga tetap menjadi masalah yang terus berlanjut. Atlet perempuan masih berpenghasilan jauh lebih rendah daripada atlet laki-laki, terlepas dari performa dan popularitasnya.
Sebuah laporan dari Parity mengungkapkan bahwa 78% atlet perempuan profesional berpenghasilan di bawah $50.000, dengan 50% berpenghasilan kurang dari $25.000. Selain itu, tidak ada atlet perempuan yang masuk dalam 100 atlet dengan bayaran tertinggi pada tahun 2024, menegaskan kesenjangan finansial yang sangat besar. Kesenjangan ini bahkan lebih dalam bagi kelompok minoritas, seperti atlet perempuan kulit berwarna dan atlet perempuan penyandang disabilitas.
Lebih dari Sekadar Kesenjangan Gaji berbasis Gender
Perjuangan atlet perempuan tak hanya soal kesenjangan gaji berbasis gender. Misalnya, bintang tenis Coco Gauff, yang memperoleh $34,4 juta pada tahun 2024, tetap tidak masuk dalam 50 atlet dengan bayaran tertinggi di dunia, yang batasnya mendekati $54 juta.
Sementara itu, gaji rata-rata pemain WNBA (Women’s National Basketball Association) berkisar di angka $64.000, sangat kontras dengan gaji rata-rata pemain NBA yang melampaui $1 juta. Statistik tersebut menunjukkan bahwa meskipun pendapatan dan penghasilan atlet perempuan meningkat, kesenjangan gaji berbasis gender tetap signifikan.
Selain itu, laporan tersebut juga mengungkap bahwa banyak atlet perempuan menghabiskan hampir setengah dari pendapatan mereka untuk perjalanan, latihan, dan peralatan, yang menyebabkan mereka mengalami kesulitan finansial. Hal ini membuat banyak atlet perempuan yang mencari sumber pendapatan tambahan. Mereka biasanya bermain di liga luar negeri atau mengambil pekerjaan sampingan, yang dapat memengaruhi performa dan keberlangsungan karier mereka.
Lebih lanjut, ketidakstabilan keuangan atlet perempuan ini seringkali menjadi sumber stres yang signifikan. Sekitar 93% responden yang terlibat dalam laporan tersebut mengaku merasa stres memikirkan keuangan mereka, dengan lebih dari separuhnya menggambarkan diri mereka sebagai “sangat” atau “ekstrem” stres. Kecemasan yang berkepanjangan ini telah mendorong hampir dua pertiga dari mereka untuk mempertimbangkan pensiun dini dari dunia olahraga. Hal ini menggarisbawahi dampak serius tekanan finansial terhadap kesehatan mental dan aspirasi profesional mereka.
Membangun Kesetaraan dalam Olahraga Perempuan
Investasi yang diniatkan dalam olahraga perempuan, baik oleh sponsor, liga, dan penyiar, sangat penting untuk mendorong pertumbuhan finansial dan meningkatkan visibilitas. Para ahli menekankan bagaimana sponsor dan liga profesional juga dapat mengatasi ketidakadilan dengan menciptakan sistem dukungan 360 derajat bagi atlet perempuan. Sistem ini mencakup, antara lain, penyediaan dukungan esensial seperti cuti hamil yang layak, akses ke layanan kesehatan yang terjangkau, dan tenaga profesional kesehatan mental di lapangan.
Selain dukungan dari industri olahraga dan penyediaan peluang yang lebih baik, reformasi kebijakan juga merupakan kuncinya. Reformasi tersebut harus memastikan kontrak yang lebih baik dengan perlindungan dan tunjangan yang dirancang khusus untuk perempuan. Sementara itu, penggemar, media, dan organisasi olahraga harus secara aktif mendukung dan menuntut kesetaraan upah dan kesempatan untuk mempertahankan momentum ini.
Mengatasi kesenjangan gaji berbasis gender dalam olahraga pada dasarnya adalah bagian dari upaya mengatasi ketimpangan gender. Ini termasuk memastikan bahwa atlet perempuan diakui sebagai pekerja profesional yang berhak atas kompensasi yang adil, kesejahteraan fisik dan mental, serta kesempatan yang setara. Pada akhirnya, ini adalah soal keadilan dan penghormatan atas kerja keras, kinerja, dan potensi atlet saat ini dan di masa depan.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Jadi Member Sekarang