Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mekanisme Anti-SLAPP Lewat Putusan Sela: Harapan Baru bagi Pembela Lingkungan?

Regulasi yang mengatur Anti-SLAPP perlu diperkuat agar dapat lebih efektif dalam menepis kasus SLAPP sedini mungkin, menghilangkan upaya pembungkaman dan mencegah ketakutan masyarakat untuk berpartisipasi dalam menyuarakan isu-isu yang menyangkut kepentingan publik.
Oleh Seftyana Khairunisa
21 Oktober 2025
foto palu sidang berwarna coklat dan sebuah borgol yang tergelak di atas permukaan kayu

Foto: fabrikasimf di Freepik.

Jalur hukum merupakan salah satu jalan yang dapat digunakan untuk mencari keadilan dalam memperjuangkan lingkungan hidup yang sehat dan aman. Namun pada saat yang sama, jalur hukum sering digunakan untuk menekan partisipasi publik, salah satunya lewat Gugatan Strategis terhadap Partisipasi Publik (Strategic Lawsuit Against Public Participation/SLAPP). Di Indonesia, pembelaan terhadap SLAPP atau mekanisme anti-SLAPP masih kerap tidak efektif dan terdapat banyak celah.

Anti-SLAPP di Indonesia dan Celahnya

Secara umum, SLAPP merupakan suatu strategi yang digunakan untuk menghentikan atau menghukum warga negara yang menggunakan hak politiknya. Ini merupakan sebuah gugatan yang ditujukan kepada individu atau organisasi untuk menuntut perbuatan tertentu. SLAPP juga merupakan bentuk pembungkaman partisipasi publik dan kebebasan berekspresi.

Di Indonesia, ada beberapa undang-undang yang mengatur prinsip pembelaan terhadap SLAPP (Anti-SLAPP), seperti Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Selain itu, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup (Perma 1/2023) juga menyatakan bahwa setiap gugatan perdata yang terindikasi bertujuan untuk menjegal perjuangan masyarakat dalam meraih hak atas lingkungan yang berkualitas adalah pelanggaran terhadap Pasal 66 UU PPLH. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga telah menerbitkan Permen LHK Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum Terhadap Orang yang Memperjuangkan Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat.

Namun, peraturan-peraturan tersebut kenyataannya belum dijalankan secara efektif. Data Auriga Nusantara mencatat bahwa sepanjang tahun 2014-2023 setidaknya terdapat 133 tindakan SLAPP terhadap pembela lingkungan. Di sisi lain, masih ada beberapa peraturan yang membuka ruang ancaman bagi pembela lingkungan maupun partisipasi publik. Misalnya, kriminalisasi dengan UU ITE seperti yang terjadi pada Daniel Frits di Karimunjawa, Pasal 162 UU Minerba yang dapat memberi sanksi pidana bagi individu/kelompok yang merintangi kegiatan pertambangan, hingga pasal yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara seperti dalam kasus Budi Pego, aktivis lingkungan di Banyuwangi.

Regulasi yang sering tidak berkorelasi dengan permasalahan lingkungan dapat menyebabkan pemilihan majelis hakim yang tidak bersertifikasi lingkungan sehingga menimbulkan risiko pembelaan SLAPP semakin sulit atau bahkan tidak diterima. Sementara itu, Pasal 66 UU PPLH juga tidak menyebutkan secara jelas kegiatan advokasi apa saja yang dapat dikategorikan sebagai “memperjuangkan hak atas lingkungan”, sehingga rawan ditafsirkan secara sempit dan hanya mengacu pada perjuangan yang menggunakan langkah-langkah hukum. Akibatnya, aksi protes dan demonstrasi damai dapat dikategorikan “tidak dilindungi”.

Ketentuan Anti-SLAPP di Indonesia juga belum memiliki dimensi restoratif, yaitu belum menyediakan pemulihan nama baik maupun kompensasi atas kerugian finansial, psikologis, hingga moral yang dialami oleh korban SLAPP.

Mekanisme Anti-SLAPP Lewat Putusan Sela

Namun, masih ada harapan. Pada 8 Oktober 2025, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Cibinong menolak melanjutkan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang diajukan oleh PT Kalimantan Lestari Mandiri (PT KLM) terhadap dua akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo dan Basuki Wasis. Melalui putusan sela, Majelis Hakim menyatakan gugatan PT KLM tidak dapat diterima.

Dalam keputusannya, Majelis Hakim juga merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 119/PUU-XXIII/2025 yang memperluas perlindungan dalam Pasal 66 UU PPLH yang mencakup “setiap orang, termasuk korban, pelapor, saksi, ahli, dan aktivis lingkungan yang berpartisipasi dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.” Berdasarkan Pasal 48 ayat (3) huruf c Perma Nomor 1 Tahun 2023, penyampaian pendapat, kesaksian, atau keterangan di persidangan termasuk dalam bentuk perjuangan hak atas lingkungan hidup yang dilindungi.

Sebelumnya, PT KLM mengajukan gugatan terhadap Bambang dan Basuki karena memberikan keterangan ahli dalam sidang perkara kebakaran lahan gambut di areal perkebunan PT KML di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Keterangan dua akademisi tersebut membuat PT KLM dihukum membayar ganti kerugian lingkungan hidup hingga ratusan miliar rupiah.

Keterangan ahli seperti yang disampaikan Bambang dan Basuki merupakan salah satu bentuk hak warga negara untuk memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diatur dalam UU PPLH. Pasal ini juga menjamin bahwa pembela lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Dengan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim memutuskan bahwa keterangan Bambang dan Basuki merupakan bagian dari advokasi lingkungan; dan gugatan terhadap mereka merupakan tindakan SLAPP.

Memperluas Sasaran Anti-SLAPP

Regulasi yang mengatur Anti-SLAPP perlu diperkuat agar dapat lebih efektif dalam menepis kasus SLAPP, menghilangkan upaya pembungkaman dan mencegah ketakutan masyarakat untuk berpartisipasi dalam menyuarakan isu-isu yang menyangkut kepentingan publik. Regulasi yang dibutuhkan setidaknya memuat secara jelas definisi SLAPP dan bentuk-bentuk tindakan strategis yang mungkin terjadi, definisi dan prosedur mekanisme Anti-SLAPP, koordinasi dan kerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menghentikan SLAPP sedini mungkin, hingga definisi pejuang HAM atas lingkungan dan bentuk-bentuk perjuangan yang dilindungi. Selain itu, pemerintah juga mesti memperluas aturan terkait SLAPP agar tidak terbatas pada kasus lingkungan hidup, tetapi juga mencakup kasus-kasus lainnya yang terkait dengan partisipasi publik.

Editor: Abul Muamar

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Continue Reading

Sebelumnya: Potensi Budidaya Rumput Laut untuk Aksi Iklim dan Ketahanan Masyarakat

Lihat Konten GNA Lainnya

Hutan rumput laut dengan sinar matahari yang menembus air Potensi Budidaya Rumput Laut untuk Aksi Iklim dan Ketahanan Masyarakat
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Potensi Budidaya Rumput Laut untuk Aksi Iklim dan Ketahanan Masyarakat

Oleh Attiatul Noor
21 Oktober 2025
tangan memutari bibit tanaman Mengarusutamakan Spiritualitas Ekologis dalam Praktik Keagamaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Mengarusutamakan Spiritualitas Ekologis dalam Praktik Keagamaan

Oleh Polykarp Ulin Agan
20 Oktober 2025
Seseorang memberikan paper bag kepada orang lain Bagaimana Hong Kong dapat Membangun Kepercayaan Konsumen terhadap Keberlanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Bagaimana Hong Kong dapat Membangun Kepercayaan Konsumen terhadap Keberlanjutan

Oleh Kun Tian
20 Oktober 2025
bangunan roboh Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia

Oleh Jalal
17 Oktober 2025
Empat tangan anak-anak yang saling berpegangan Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif

Oleh Andi Batara
17 Oktober 2025
sekawanan bison sedang memamah di atas padang rumput yang tertutup salju Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi

Oleh Kresentia Madina
17 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia