Sendai Framework Sebagai Panduan Strategi Pengurangan Risiko Bencana Indonesia

Foto oleh Kelly Sikkema dari Unsplash
Terletak tepat di ring of fire menjadikan kepulauan Indonesia kaya akan potensi pertanian. Sayangnya, potensi baik ini bukan tanpa konsekwensi; Indonesia menjadi hotspot bencana alam.
Pada pekan pertama tahun 2022 saja, Indonesia telah dilanda setidaknya 68 bencana alam. Gempa bumi berkekuatan 6,7 skala Richter dari Samudera Hindia baru-baru ini melanda wilayah barat Jawa, Banten. Terjadi banjir besar di wilayah barat Indonesia dan Papua Barat yang mengakibatkan ribuan orang membutuhkan tempat tinggal dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai lebih dari Rp 100 miliar.
Sendai Framework
Upaya pengurangan risiko bencana sangat penting untuk keselamatan dan kesejahteraan masyarakat, negara, dan planet bumi. Indonesia mulai mengadopsi Sendai Framework untuk mengurangi risiko bencana alam pada tahun 2015.
Banyak pemangku kepentingan internasional telah mengadopsi Sendai Framework, 2015-2030 sebagai lanjutan dari Hyogo Framework (HFA) 2005-2015. Sendai Framework adalah cetak biru universal tentang bagaimana pemangku internasional harus secara aktif mencari ketahanan untuk meminimalkan risiko terhadap bencana alam.
Bencana alam bersifat kompleks, sehingga kerangka kerja pengurangan risiko bencana harus mempertimbangkan kompleksitas tersebut dan mencerminkan berbagai dimensi SDGs. Selain itu, sehubungan dengan atribut antar-pemerintah dari kerangka kerja, implementasinya harus dilakukan secara kooperatif.
Kajian Pengurangan Risiko Bencana
Penanganan pengurangan risiko bencana membutuhkan kajian yang mendalam. Kita harus mengakui bahwa risiko bencana memiliki definisi yang cukup kompleks dan kontekstual. Menurut Mami Mizutori, istilah risiko sendiri ditentukan oleh kombinasi dari bahaya, paparan, dan kerentanan.
Penting untuk mengetahui aset apa yang paling terpapar dan apa dampaknya jika terjadi bencana alam. Kita juga perlu menyadari sepenuhnya dimana atau sektor mana yang paling sensitif sehingga kita dapat bertindak lebih awal untuk meningkatkan ketahanan dan kesiapan.
Variabel berkisar dari jumlah kematian akibat bencana dan implementasi strategi pengurangan risiko. Pendekatannya dapat dibagi menjadi tiga bagan utama, yaitu ruang lingkup dan tujuan, hasil yang diharapkan, dan sasaran dengan tujuh targetnya.
Kerangka kerja ini juga terdiri dari beberapa prinsip panduan dengan empat prioritas utama yaitu, (1) mengkaji risiko bencana; (2) membangun ketahanan tata kelola risiko bencana; (3) berinvestasi dalam ketahanan risiko bencana; dan (4) kesiapan untuk respon yang efektif.
Kontekstual Terhadap Kebutuhan
Pada akhirnya, Sendai Framework dapat menjadi panduan untuk dijadikan acuan terkait pengurangan risiko bencana. Namun, setiap implementasinya mesti disesuaikan secara khusus agar sesuai dengan kebutuhan geografis dan kontekstual suatu wilayah.
Sebagai contoh, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menggunakan Sendai Framework sebagai prinsip umum untuk merumuskan sendiri Strategi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RIPB) untuk tahun 2020-2044. Salah satu hasilnya adalah komitmen untuk mendistribusikan lebih banyak informasi digital di daerah terpencil untuk peringatan dini bencana alam.
Semoga ini menjadi langkah awal yang baik bagi Indonesia sebagai tuan rumah Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) berikutnya di Bali.
Editor: Nazalea Kusuma
Penerjemah: Ari Ganesa
Versi asli artikel ini diterbitkan dalam bahasa Inggris di platform media digital Green Network Asia – Internasional.
Kamil adalah seorang dosen dan penulis konten di Green Network Asia.