Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Asia
Primary Menu
  • Beranda
  • Topik
  • Terbaru
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Figur
  • Opini
  • Komunitas
  • Muda
  • Dunia
  • SDGs
  • Event
  • Pelatihan
  • #LetterfromtheFounder
  • Opini
  • Unggulan

Perbincangan Tentang Sampah, Pengelolaan Sampah Urban

Masalah-masalah yang berkaitan dengan sampah semakin mengancam dan berbahaya, sudah waktunya untuk betul-betul memikirkan pengelolaan sampah dengan serius.
Oleh Kamil Ghiffary
15 Maret 2022
Bom sampah

Ilustrasi oleh Irhan Prabasukma

Pernahkan Anda berpikir, “Kenapa kita tidak mengirim sampah-sampah kita ke matahari? Ini akan menyelesaikan masalah sampah di bumi kan?”

Begitulah saya 10 tahun yang lalu. Untungnya, sekarang saya paham bahwa “membuang” sampah kita ke matahari tidak akan menjadi solusi. Sebagai catatan, sampah antariksa saja sudah banyak sekali, membuat kita bertanya-tanya, “apakah serpihan-serpihan yang melayang-layang itu adalah sampah dari astronot-astronot kita?”

Sampah di Kota-kota Kita

Sementara itu, masalah yang belum terselesaikan di bumi sedang menunggu sebuah solusi: sebuah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Jakarta Raya sudah setinggi 50 meter menjulang ke langit. Bantargebang, TPA terbesar di Jakarta Raya, sudah kelebihan muatan sejak 2021 dengan 7,7 ton sampah per hari.

Ingat kebijakan luar negeri China untuk melarang impor sampah pada 2016 silam? Negara-negara pengekspor sampah kemudian beralih ke negara-negara sedang berkembang yang sebagian besar lokasinya di Asia Tenggara. Imbasnya, Greenpeace menyatakan dalam buku laporannya bahwa kebijakan ini berakibat pada meningkatnya sampah plastik di Asia Tenggara sampai 170%.

 

Masalah sampah di Asia Tenggara mencapai puncaknya pada 2019. Sebagaimana dilaporkan oleh Guardian, seekor paus sperma yang terdampar ditemukan mati dengan 1000 sampah plastik di dalam perutnya di Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi.

Tak hanya berimbas pada sampah lingkungan: gesekan dalam kepentingan luar negeri dengan negara-negara pengekspor sampah juga terjadi. Contohnya, pada 2019 Malaysia mengembalikan 4.120 ton sampah ilegal ke negara pengimpor sampah, kemudian menegaskan bahwa Malaysia bukan pengimpor sampah dunia. Indonesia pun melakukan hal yang sama dengan mengembalikan 18 kontainer sampah ilegal ke Australia.

Ketegangan antara Filipina dengan Kanada terkait sengketa ekspor sampah juga terjadi pada 2019. 2.700 ton sampah yang salah label “Sampah Kanada” dilaporkan menyebabkan masalah domestik, hampir membuat Duterte dan perdana Menteri Kanada berada dalam krisis diplomatik.

Sejujurnya, kesadaran lingkungan mengenai isu sampah sudah menyebar dari isu ekologis ke kepentingan politik yang intens. Isu ini menjadi masalah yang luas, dari tempat pembuangan akhir sampai kursi pemangku kepentingan negara.

Meskipun demikian, kesadaran saya tentang isu sampah hadir bukan dari buku ataupun sekolah. Tetapi, kesadaran itu hadir justru dari sebuah game komputer: The Cities Skyline—game tentang simulasi perencanaan kota.

Sampah di Game Komputer Saya

Bermain peran sebagai seorang pengelola kota yang berupaya untuk menciptakan kota terbaik di dunia, kita akan dihadapkan pada fenomena yang sama: ledakan populasi. Sisi positifnya adalah, ledakan populasi tersebut akan meningkatkan pendapatan pajak rata-rata kota; meskipun begitu hal ini juga menyebabkan semakin banyaknya sampah yang dibuang setiap harinya.

Orang-orang mulai sakit dan mengeluh setiap hari, mengakibatkan rendahnya indeks kebahagiaan kota dan membuat orang-orang meninggalkan kota. Perlahan-lahan kota sekarat.

Solusi awal kita sederhana: tambahkan truk-truk sampah, naikkan gaji pekerja kebersihan, didik masyarakat untuk mengurangi-menggunakan kembali-dan mendaur ulang (Reduce, Reuse, Recycle -3R) sampah dan lain sebagainya.

Masalah selesai? Tidak, tidak sama sekali.

Kenyataannya, populasi kota tetap bertambah dalam kedipan mata. Fasilitas pembuangan sampah semakin penuh setiap hari, dan kita membutuhkan tempat pembuangan yang baru.

Game ini tampak terlalu nyata. Kontaminasi lingkungan yang disebabkan oleh tempat pembuangan akhir mempengaruhi tanah, air, dan kehidupan di bawahnya. Lingkungan di sekitarnya menjadi lingkungan yang berbahaya, menjadi sebuah lahan luas terbengkalai di kota.

Tiba-tiba, sebuah game yang sedang saya nikmati berubah menjadi kenyataan pahit bahwa masalah sampah begitu mengancam dan berbahaya.

Aksi Bersama untuk Menjadi Lebih Baik

Yang bisa saya katakana adalah bawah pasti ada sesuatu yang kita abaikan karena kita telah mengupayakan solusi yang sama lagi dan lagi selama beberapa dekade terakhir. Kita membutuhkan pendekatan baru dari pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan terkait sistem pengelolaan sampah di negara-negara berkembang.

Dalam pandangan saya, Jepang menjadi tolak ukur yang bagus untuk mempelajari penyelarasan dalam keberlanjutan lingkungan dan praktik-praktik pengelolaan sampah padat sejak 1977. Selain itu, ada juga Singapura, yang telah mengimplementasikan tempat pembuangan akhir berbasis lingkungan di Samakau.

Sebagai permulaan, saya menyarankan sistem pemilahan fasilitas pembuangan sampah yang lebih baik. Hal ini akan mengelompokkan kategori sampah, mengurangi jumlah sampah campur aduk di TPA, dan memudahkan proses daur ulang.

Lebih dari itu, kolaborasi juga menjadi hal yang penting. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus bisa mendorong sektor privat untuk merumuskan solusi sebagai sebuah kesempatan bisnis (Creating Shared Value).

Di Indonesia, statistik penanaman modal asing meningkat sampai 50% untuk perusahaan-perusahaan yang mengimplementasikan ESG (tata kelola lingkungan, sosial, dan perusahaan) pada 2019. Meningkatnya obligasi hijau secara massif di pasar global mencapai 258.9 miliar US dollar di 2019, meningkat sampai 296% dibandingkan dengan tahun 2018. Hal ini berarti ASEAN bisa memainkan peran penting dalam menembus pasar bisnis Asia Tenggara untuk mencapai keberlanjutan melalui bisnis hijau.

Tentu saja semua ini tidak akan berjalan muda. Sampah digital, dengan komponen yang lebih rumit dan berbahaya untuk didaur-ulang, akan mengikuti jejak sampah rumah tangga pada umumnya. Kita perlu melihat sampah sebagai gejala sistem produksi yang bercela sekaligus ancaman pada komitmen kita terhadap pembangunan berkelanjutan.

Saya berharap kota gersang dalam game itu tidak akan benar-benar menjadi masalah nyata bagi kita –apa yang ada di game, biar tetap di dalam game.

Penerjemah: Iffah Hannah

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.

Terima kasih telah membaca!
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Daftar Sekarang

Kamil Ghiffary
Website | + posts

Kamil adalah seorang dosen dan penulis konten di Green Network Asia.

  • Kamil Ghiffary
    https://greennetwork.id/author/kamilghiffary/
    Jumlah Pengungsi Berlipat Ganda di Myanmar
  • Kamil Ghiffary
    https://greennetwork.id/author/kamilghiffary/
    Sendai Framework Sebagai Panduan Strategi Pengurangan Risiko Bencana Indonesia

Continue Reading

Sebelumnya: Mempersiapkan Bisnis untuk Industri yang Lebih Hijau dengan Pengetahuan dan Teknologi
Berikutnya: Bagaimana Perusahaan Multinasional Dapat Menegakkan Kebijakan Menuju Rantai Pasok Berkelanjutan

Artikel Terkait

Polusi udara tampak diproduksi dari aktivitas pabrik Dekarbonisasi dengan Pemanfaatan Teknologi CCUS
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Dekarbonisasi dengan Pemanfaatan Teknologi CCUS

Oleh Maulina Ulfa
22 September 2023
ilustrasi sampul laporan pembangunan berkelanjutan global 2023 GSDR 2023: Pentingnya Pengembangan Kapasitas untuk Pembangunan Berkelanjutan
  • Ikhtisar
  • Unggulan

GSDR 2023: Pentingnya Pengembangan Kapasitas untuk Pembangunan Berkelanjutan

Oleh Nazalea Kusuma
22 September 2023
sebuah tangan memegang poster bertuliskan ‘stop war’. Menjaga Perdamaian di Tengah Polikrisis dan Kemajuan Teknologi
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Menjaga Perdamaian di Tengah Polikrisis dan Kemajuan Teknologi

Oleh Abul Muamar
21 September 2023
tangkapan layar Zoom Meeting yang terdiri dari seorang perempuan dan tiga laki-laki Mengulik Potensi, Perkembangan, dan Implikasi Transisi Energi di Indonesia
  • Kabar
  • Unggulan

Mengulik Potensi, Perkembangan, dan Implikasi Transisi Energi di Indonesia

Oleh Kresentia Madina
21 September 2023
dua pria di tengah sungai dengan perahu kayu. Penetapan Hutan Adat Aceh dan Harapan bagi Masyarakat Adat
  • Kabar
  • Unggulan

Penetapan Hutan Adat Aceh dan Harapan bagi Masyarakat Adat

Oleh Abul Muamar
20 September 2023
foto aerial sebuah hutan dengan ilustrasi berbentuk daun dengan tulisan CO2 di tengahnya Asia Carbon Institute Dorong Akselerasi Pasar Karbon Sukarela di Asia
  • Kabar
  • Unggulan

Asia Carbon Institute Dorong Akselerasi Pasar Karbon Sukarela di Asia

Oleh Kresentia Madina
19 September 2023
Sidebar Insan Figur
Sidebar Bespoke Event
  • Terbaru
  • Terpopuler
  • Partner
  • Polusi udara tampak diproduksi dari aktivitas pabrik Dekarbonisasi dengan Pemanfaatan Teknologi CCUS
    • Ikhtisar
    • Unggulan

    Dekarbonisasi dengan Pemanfaatan Teknologi CCUS

  • ilustrasi sampul laporan pembangunan berkelanjutan global 2023 GSDR 2023: Pentingnya Pengembangan Kapasitas untuk Pembangunan Berkelanjutan
    • Ikhtisar
    • Unggulan

    GSDR 2023: Pentingnya Pengembangan Kapasitas untuk Pembangunan Berkelanjutan

  • sebuah tangan memegang poster bertuliskan ‘stop war’. Menjaga Perdamaian di Tengah Polikrisis dan Kemajuan Teknologi
    • Ikhtisar
    • Unggulan

    Menjaga Perdamaian di Tengah Polikrisis dan Kemajuan Teknologi

  • tangkapan layar Zoom Meeting yang terdiri dari seorang perempuan dan tiga laki-laki Mengulik Potensi, Perkembangan, dan Implikasi Transisi Energi di Indonesia
    • Kabar
    • Unggulan

    Mengulik Potensi, Perkembangan, dan Implikasi Transisi Energi di Indonesia

  • dua pria di tengah sungai dengan perahu kayu. Penetapan Hutan Adat Aceh dan Harapan bagi Masyarakat Adat
    • Kabar
    • Unggulan

    Penetapan Hutan Adat Aceh dan Harapan bagi Masyarakat Adat

  • Pulau Semakau, TPA Hijau Permai di Singapura
    • Kabar

    Pulau Semakau, TPA Hijau Permai di Singapura

  • Penggemar Promosikan Warisan Budaya Rempah, Luncurkan Spice Hub Indonesia
    • Kabar
    • Unggulan

    Penggemar Promosikan Warisan Budaya Rempah, Luncurkan Spice Hub Indonesia

  • UNESCAP Dukung Build Back Better, Kembangkan National SDG Tracker
    • Kabar

    UNESCAP Dukung Build Back Better, Kembangkan National SDG Tracker

  • Beena Rao Mengajar Ribuan Anak dari Pemukiman Kumuh
    • Figur

    Beena Rao Mengajar Ribuan Anak dari Pemukiman Kumuh

  • Ahmad Bahruddin bersama rekan-rekannya mendirikan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah Bagaimana Serikat Petani Mengentaskan Kemiskinan di Masyarakat
    • Wawancara

    Bagaimana Serikat Petani Mengentaskan Kemiskinan di Masyarakat

  • seorang pria botak duduk di depan sebuah pohon besar di hutan. Dedikasi Alex Waisimon Menjaga Hutan Adat dan Satwa Endemik Papua
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Dedikasi Alex Waisimon Menjaga Hutan Adat dan Satwa Endemik Papua

  • seorang perempuan berpakaian merah rajutan berdiri di depan pintu dengan dedaunan di atasnya. Lian Gogali, Menghidupkan Kembali Harmoni di Poso Lewat Sekolah Perdamaian
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Lian Gogali, Menghidupkan Kembali Harmoni di Poso Lewat Sekolah Perdamaian

  • seorang perempuan berkaca mata sedang mengajar dengan memegang papan tulis dengan huruf-huruf alfabet. Butet Manurung, Memberikan Pendidikan yang Memerdekakan untuk Masyarakat Adat Orang Rimba
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Butet Manurung, Memberikan Pendidikan yang Memerdekakan untuk Masyarakat Adat Orang Rimba

  • seorang perempuan duduk di depan sebuah dinding dengan cermin di belakangnya. Indah Darmastuti, Mewujudkan Sastra yang Lebih Inklusif untuk Difabel Netra
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Indah Darmastuti, Mewujudkan Sastra yang Lebih Inklusif untuk Difabel Netra

  • seorang pria berkaus biru duduk di kursi roda dengan latar lukisan di dinding Agus Yusuf, Pelukis Difabel yang Bercita-cita Bangun Sekolah Seni Ramah Difabel
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Agus Yusuf, Pelukis Difabel yang Bercita-cita Bangun Sekolah Seni Ramah Difabel

Tentang Kami

  • Tentang
  • Tim
  • Jaringan Penasihat Senior
  • Jaringan Penasihat Muda
  • Jaringan Kontributor
  • Panduan Artikel Opini
  • Panduan Artikel Komunitas
  • Panduan Siaran Pers
  • Bekerja dengan Kami
  • FAQ
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
  • Telegram
  • Etsy
  • Tokopedia
  • Media Link 11
  • Media Link 12
  • Media Link 13
  • Media Link 14
  • Media Link 15
© 2023 Green Network Asia - Indonesia