Memperkuat Sistem Pengelolaan Sampah Pasar Tradisional

Pasar Badung, Denpasar, Bali. | Foto: Wherda Arsianto di Unsplash.
Penumpukan sampah masih menjadi salah satu masalah mendesak di Indonesia hingga hari ini. Di antara berbagai sumber utama sampah, pasar tradisional adalah salah satu yang cukup menonjol. Saban hari, pasar-pasar tradisional di seluruh Indonesia menghasilkan puluhan hingga ratusan ton sampah beraneka jenis yang seringkali tidak terkelola dan hanya berakhir menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA). Oleh karena itu, memperkuat sistem pengelolaan sampah pasar tradisional dapat menjadi salah satu kunci dalam mengurangi penumpukan sampah di Indonesia.
Sampah Pasar Tradisional
Pasar tradisional di Indonesia secara umum menampilkan suasana ramai antara penjual dan pembeli, dengan berbagai jenis dagangan mulai dari sayuran, buah-buahan, ikan dan daging segar, bumbu masakan, hingga pakaian. Seringkali, pasar tradisional berbau tidak sedap, hasil dari kombinasi antara sampah membusuk yang belum diangkut dan air lindi dari sampah merembes. Bahkan di banyak pasar, tumpukan sampah biasanya dibiarkan berhari-hari dan baru diangkut ketika bak penampung telah penuh.
Faktanya, pasar tradisional berkontribusi signifikan terhadap penumpukan sampah di Indonesia setiap tahunnya. Pada tahun 2022, misalnya, pasar tradisional menyumbang 38,85% dari total timbulan sampah Indonesia, menjadikannya kontributor sampah terbesar kedua setelah rumah tangga (40,23%). Sampah-sampah organik seperti sisa potongan daging, sayuran, dan buah-buahan yang menyusut atau mulai membusuk mendominasi sampah pasar tradisional, meskipun banyak juga sampah jenis lainnya termasuk sampah berbahan plastik seperti kantong kresek dan botol.
Oleh karena itu, diperlukan upaya masif yang melibatkan seluruh pihak untuk mengurangi volume sampah pasar.

Upaya Pemerintah
Beragam upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi masalah penumpukan sampah, termasuk sampah yang berasal dari pasar tradisional, mulai dari masyarakat sipil hingga pemerintah.
Dari pemerintah, misalnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Kementerian Lingkungan Hidup meluncurkan Gerakan Nasional Membersihkan Pasar Nusantara (Gernas Mapan) pada 22 Februari 2025. Gerakan ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola sampah untuk mewujudkan pasar tradisional yang lebih bersih dan nyaman. Peluncuran gerakan ini ditandai dengan Aksi Bersih Pasar di Pasar Atas, Cimahi, Jawa Barat, yang disusul oleh aksi serupa di pasar-pasar lain di berbagai daerah.
Gernas Mapan berfokus pada pemilahan, pengolahan, dan pengurangan sampah dengan melibatkan berbagai pihak terutama pengelola pasar, pedagang, dan komunitas lokal. Melalui gerakan ini, Kemendag akan menggencarkan sosialisasi dan edukasi mengenai pengelolaan sampah pasar untuk meningkatkan efektivitasnya, seraya melakukan aksi pembersihan pasar secara berkala.
Pengelolaan Berkelanjutan
Namun, masalah penumpukan sampah membutuhkan solusi yang lebih dari sekadar ajakan atau gerakan-gerakan yang bersifat “gimik”. Mengatasi penumpukan sampah membutuhkan upaya masif, terukur, dan menyeluruh dengan berbagai pendekatan yang melibatkan sinergi seluruh pihak, mulai dari individu di tingkat rumah tangga, masyarakat sipil secara luas, hingga bisnis. Mengadopsi, mengadaptasi, dan memperluas pendekatan dan langkah-langkah yang telah terbukti efektif dapat menjadi salah satu jalan yang penting.
Misalnya, sebuah lembaga masyarakat bernama FOKKALIS mengelola sampah pasar tradisional melalui kerja sama dengan para pedagang di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, untuk memilah buah dan sayur berdasarkan kelayakannya. Buah dan sayur yang masih layak dan aman dikonsumsi dialihkan ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai bahan untuk membuat berbagai produk olahan. Sementara itu, buah, sayur, dan sisa makanan lain yang sudah tidak layak konsumsi dijadikan kompos untuk mendukung pertanian.
Pendekatan lain yang dapat diterapkan adalah dengan memobilisasi masyarakat, dalam hal ini terutama para pedagang dan pembeli, untuk berperan aktif dalam mengurangi sampah. Selain sosialisasi dan edukasi, mobilisasi dapat dilakukan dengan pemberian insentif dan pemberlakuan denda untuk meningkatkan aksi pemilahan, pengolahan, dan pengurangan sampah di tingkat individu.
Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah dapat membantu menyediakan fasilitas pengolahan sampah yang dapat memudahkan para pedagang, pembeli, pemasok barang dagangan, pengelola pasar, dan berbagai aktor lainnya untuk memilah sampah mereka, mulai dari tempat sampah yang dibedakan berdasarkan jenis, hingga infrastruktur daur ulang yang memadai. Selain meningkatkan dan memperbaiki tata kelola sampah oleh aktor formal, pelibatan aktor-aktor di sektor informal persampahan juga sangat penting. Pemulung, pengepul, dan pengelola bank sampah memiliki peran krusial untuk menekan jumlah sampah yang dikirim ke TPA melalui daur ulang atau pemanfaatan kembali.
Pasar-pasar tradisional juga dapat mulai menerapkan operasi yang lebih berkelanjutan secara menyeluruh, seperti larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai dan mewajibkan para pembeli membawa tas atau keranjang belanja sendiri dari rumah, serta menggunakan berbagai peralatan yang dapat terurai. Dalam hal ini, dukungan dari pemerintah berupa regulasi sangat dibutuhkan. Untuk meningkatkan pengolahan sampah organik seperti sisa sayur, buah, dan potongan daging, pasar-pasar tradisional dapat menerapkan budidaya maggot BSF (black soldier fly) seperti di Pasar Bauntung Banjarbaru Kalimantan Selatan atau membuat peternakan cacing seperti di Pasar Queen Victoria di Melbourne, Australia.
Perlu Langkah Komprehensif
Pada akhirnya, mengatasi masalah penumpukan sampah harus dilakukan secara komprehensif dan dari seluruh sumbernya. Mengingat berbagai dampak buruk yang ditimbulkan, pendekatan ‘nol sampah ke TPA’ dapat menjadi kunci untuk mengurangi jumlah sampah yang tidak terkelola. Intervensi perubahan perilaku dan meningkatkan tanggung jawab dalam mengelola sampah rumah tangga, yang merupakan kontributor terbesar sampah setiap tahunnya, adalah langkah awal yang sangat dibutuhkan.
Lebih lanjut, mengatasi masalah pendanaan, terutama untuk mendukung ekosistem daur ulang dan pengolahan residu sampah, adalah faktor krusial lainnya. Dan yang tidak kalah penting adalah mendorong dan mengarusutamakan penerapan prinsip ekonomi sirkular dan tanggung jawab produsen yang diperluas (Extended Producer Responsibility/EPR) di kalangan bisnis.
Mengingat kompleksitasnya yang tinggi, penanganan dan pengelolaan sampah membutuhkan kolaborasi dan kontribusi dari semua pihak. Sebagai individu, kita semua dapat berperan dengan mulai mengurangi produksi sampah dari sumbernya melalui pemanfaatan kembali material-material secara berkelanjutan untuk memaksimalkan masa pakainya.

Konten Publik GNA berupaya menginspirasi perubahan sosial skala besar dengan menyediakan pendidikan dan advokasi keberlanjutan yang dapat diakses oleh semua orang tanpa biaya. Jika Anda melihat Konten Publik kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan GNA Indonesia. Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional sekaligus mendukung keberlanjutan finansial GNA untuk terus memproduksi konten-konten yang tersedia untuk umum ini.
Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor di beberapa media tingkat nasional.