Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Penetapan Hutan Adat Aceh dan Harapan bagi Masyarakat Adat

Penetapan hutan adat Aceh menjadi angin segar asa bagi kehidupan masyarakat adat, keberlangsungan hutan, dan keanekaragaman hayati di Aceh.
Oleh Abul Muamar
20 September 2023
dua pria di tengah sungai dengan perahu kayu.

Foto: Ilham Saputra di Unsplash.

Masyarakat adat memiliki peran besar dalam menjaga hutan dan keseimbangan ekosistem. Mereka memiliki pengetahuan dan wawasan yang tak ternilai tentang pelestarian alam, yang menyokong kehidupan di muka Bumi. Ironisnya, hak-hak masyarakat adat kerap terabaikan—bahkan dirampas—di banyak tempat. Karena itu, penetapan hutan adat Aceh oleh pemerintah Indonesia pada awal September 2023 menjadi angin segar asa bagi kehidupan masyarakat adat, keberlangsungan hutan, dan keanekaragaman hayati di Aceh.

Penetapan Hutan Adat Aceh

Pengakuan terhadap hutan adat Aceh ditandai dengan surat keputusan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan ditandatangani oleh Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan pada 7 September 2023. Hutan adat tersebut dihuni dan dikelola oleh delapan Masyarakat Adat Mukim di tiga kabupaten, yakni:

  • Mukim Krueng Sabee dan Mukim Panga Pasi (Kabupaten Aceh Jaya).
  • Mukim Blang Birah, Mukim Krueng, dan Mukim Kuta Jeumpa (Kabupaten Bireuen).
  • Mukim Paloh, Mukim Kunyet, dan Mukim Beungga (Kabupaten Pidie). 

Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah Kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa gampong (desa) yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imeum Mukim (pemimpin mukim) atau nama lainnya dan berkedudukan di bawah camat. Mukim merupakan struktur pemerintahan warisan kerajaan Aceh, terdiri dari pawang uteun (hutan), keujruen blang (pawang sawah), dan panglima laot (laut). Masyarakat mukim Aceh dikenal masih melakukan praktik adat hingga saat ini, termasuk dalam pengelolaan hutan.

Adapun luas hutan adat yang diusulkan masing-masing seluas 18.015 hektare untuk Kabupaten Pidie, 69.246 hektare untuk Kabupaten Aceh Jaya, dan 17.886 hektare untuk Kabupaten Bireuen.

Perjuangan Panjang

Sebelum mendapatkan pengakuan, masyarakat adat mukim Aceh telah melewati perjuangan panjang sejak 2016, yang dimulai dengan berbagai musyawarah antar-mukim, pemetaan secara partisipatif dan persetujuan batas antarwilayah mukim dan gampong, hingga penyusunan dokumen usulan hutan adat kepada pemerintah.

Dari luas hutan adat yang diusulkan, tidak seluruhnya dikabulkan pemerintah. Mukim Beungga, misalnya, mengusulkan hutan adat seluas 10.900 hektate, namun hanya dikabulkan 4.060 hektare. Namun, hal itu tetap disambut suka cita oleh masyarakat adat mukim yang hutannya mendapat pengakuan. 

”Tujuh tahun kami berjuang untuk memperoleh hak atas hutan adat. Akhirnya harapan kami terwujud. Kami sangat bersyukur,” kata Ilyas, Imeum Mukim Beungga.

Meningkatkan Pengakuan 

Pengakuan adalah satu langkah maju yang berarti bagi penyelamatan hutan sekaligus memberikan harapan untuk kesejahteraan masyarakat adat di Aceh. Untuk mendukung tujuan itu, perlu ada kebijakan dan program yang selaras dengan kebutuhan dan kondisi kehidupan mereka, termasuk terkait pendidikan, layanan kesehatan, dan hak-hak mereka sebagai warga negara. Pemanfaatan hutan adat untuk kepentingan ekonomi yang melibatkan banyak pihak mesti memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan. Untuk itu, regulasi dan pengawasan yang ketat sangat dibutuhkan dalam hal ini.

Yang tak kalah penting, pengakuan terhadap hutan adat di Indonesia perlu terus ditingkatkan di berbagai daerah untuk melindungi hak masyarakat adat. Sepanjang tahun 2022, pemerintah baru menetapkan 105 hutan adat dengan luas 148.488 hektare. Padahal, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) mencatat ada 1.243 peta wilayah adat dengan luas mencapai 25,1 juta hektare yang mencakup wilayah adat di 32 provinsi.

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Abul Muamar
Managing Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Ironi Raja Ampat: Pengakuan Ganda dari UNESCO dan Kerusakan Lingkungan
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Desakan untuk Mewujudkan Reforma Agraria Sejati
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Mewujudkan Layanan Kesehatan yang Lebih Aman untuk Bayi dan Anak
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Memperkuat Standar Ketenagakerjaan di Sektor Perikanan

Continue Reading

Sebelumnya: Asia Carbon Institute Dorong Akselerasi Pasar Karbon Sukarela di Asia
Berikutnya: Mengulik Potensi, Perkembangan, dan Implikasi Transisi Energi di Indonesia

Lihat Konten GNA Lainnya

bangunan roboh Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia

Oleh Jalal
17 Oktober 2025
Empat tangan anak-anak yang saling berpegangan Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif

Oleh Andi Batara
17 Oktober 2025
sekawanan bison sedang memamah di atas padang rumput yang tertutup salju Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi

Oleh Kresentia Madina
17 Oktober 2025
meja dengan berbagai ikan segar tersusun di atasnya Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan

Oleh Seftyana Khairunisa
16 Oktober 2025
dua elang hitam kepala putih bertengger di ranting pohon yang tak berdaun Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam

Oleh Dina Oktaferia
16 Oktober 2025
Kursi roda anak berukuran kecil di samping deretan kursi kayu, dengan latar belakang papan tulis hitam dan lantai berkarpet berwarna cerah. Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
15 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia