Harapan akan Perbaikan Sistem Transportasi Umum di Kota Serang

Angkot biru melintas di perempatan Kota Serang tanpa tanda rute. | Foto: Ajeng Rizkasari.
Transportasi umum yang inklusif dan berkelanjutan memegang peran penting dalam mobilitas warga perkotaan, terutama di tengah dorongan global menuju sistem transportasi yang berkelanjutan. Namun, efektivitasnya bergantung pada infrastruktur yang layak dan sistem yang memadai, termasuk soal kejelasan informasi bagi pengguna. Di Kota Serang, Banten, banyak angkutan kota (angkot) yang beroperasi tanpa kode warna maupun angka penanda rute. Kondisi ini membuat banyak penumpang seringkali kesulitan dalam mengenali tujuan kendaraan, terutama jika hanya melihat dari kejauhan, sehingga harus mencari informasi langsung dari sopir atau penumpang lain.
Pengalaman Buruk Naik Angkot di Serang
Sebagai pengguna angkutan umum di Kota Serang, saya menyadari satu hal yang kerap menjadi sumber kebingungan, terutama bagi pendatang: minimnya penanda rute pada angkot. Tanpa kode warna atau angka yang jelas, penumpang tetap harus mengandalkan tanya jawab langsung kepada sopir untuk memastikan arah perjalanan.
Saya pernah mengalami situasi di mana perjalanan menjadi jauh dari efisien. Alih-alih langsung menuju tujuan, angkot yang saya tumpangi berputar-putar melewati rute yang tidak terduga. Tidak jarang, penumpang diturunkan di lokasi yang bukan tujuan awal, dengan alasan rute yang ditempuh terlalu jauh. Bagi pendatang yang tidak akrab dengan wilayah sekitar, hal ini tentu dapat menimbulkan kebingungan, rasa tidak nyaman, dan mungkin hal-hal buruk lain yang tak diinginkan.
Perbandingan dengan Kota Lain
Pengalaman ini terasa kontras ketika saya menyaksikan sistem yang diterapkan di kota lain. Di Kota Bogor, misalnya, setiap angkot memiliki nomor rute besar di kaca depan serta warna tertentu pada bodi yang menandakan jalur yang dilalui. Angkot nomor 02, misalnya, menandakan rute Sukasari–Bubulak, sementara nomor 03 untuk rute Baranangsiang–Bubulak. Dengan sistem ini, penumpang dapat mengenali tujuan hanya dengan sekali pandang, tanpa perlu bertanya atau khawatir salah naik kendaraan.
Hal serupa juga terlihat di Surabaya yang memiliki sekitar 63 rute dan 952 titik pemberhentian angkot. Setiap rute diberi kode yang jelas, misalnya BJ (Benowo–Kalimas Barat) atau JM (Joyoboyo–Pasar Menganti), sehingga penumpang lebih mudah memahami jalur perjalanan. Kejelasan sistem seperti ini penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap transportasi umum, sesuatu yang sayangnya belum terlihat di Serang.
Kondisi di Serang menimbulkan kekhawatiran akan efektivitas transportasi umum, terutama di era dimana mobilitas yang cepat dan pasti sangat dibutuhkan. Bagi warga lokal yang sudah terbiasa, masalah ini mungkin dapat diatasi dengan pengalaman. Namun, bagi mahasiswa baru, pekerja pendatang, atau wisatawan, kebingungan memilih angkot dapat menghambat aktivitas mereka, bahkan membuat mereka enggan atau kapok menggunakan transportasi umum.
Kebingungan ini bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga berhubungan dengan aksesibilitas dan keadilan dalam layanan transportasi. Tanpa sistem yang jelas, kelompok masyarakat tertentu bisa jadi lebih rentan tertinggal, baik dari segi mobilitas sehari-hari maupun peluang ekonomi yang bergantung pada transportasi publik.
Menciptakan Sistem Transportasi Umum yang Lebih Baik
Banyak warga, termasuk saya, berharap penanda rute pada angkot di Kota Serang segera diterapkan secara konsisten. Mengatasi masalah ini saya kira tidaklah mahal. Penerapan standar rute yang jelas dan keberadaan papan penunjuk tujuan dapat menjadi langkah awal yang signifikan. Selanjutnya, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus bahu membahu untuk menciptakan sistem transportasi umum yang berkelanjutan, inklusif, dan lebih baik secara keseluruhan–tidak hanya sebatas soal penanda rute.
Transportasi umum yang terkelola dengan baik dan teratur bukan hanya soal kenyamanan penumpang, tetapi juga citra kota. Dengan sistem yang lebih ramah pengguna, Kota Serang dapat memberikan pengalaman perjalanan yang aman, efisien, dan dapat diandalkan bagi semua orang, baik warga lokal maupun pendatang. Perbaikan ini juga akan mendukung prinsip transportasi berkelanjutan yang mengutamakan aksesibilitas, efisiensi energi, dan pengurangan ketergantungan pada kendaraan pribadi, sehingga berkontribusi pada kualitas hidup dan lingkungan perkotaan yang lebih baik.
Editor: Abul Muamar
Terbitkan cerita ringan dari tengah masyarakat bersama Green Network Asia, pelajari Panduan Konten Komunitas GNA.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.
Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses eksklusif ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia. Langganan Anda juga akan mendukung kapasitas finansial Green Network Asia untuk terus menerbitkan konten yang didedikasikan untuk pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder.
Pilih Paket Langganan Anda
Ajeng adalah lulusan Biologi dari Universitas Jenderal Soedirman. Ia menaruh perhatian besar pada isu keberlanjutan dan sosial, serta terlibat dalam sejumlah inisiatif lingkungan dan kegiatan pemberdayaan masyarakat.