Tanpa Komitmen Politik Hijau, Elang Jawa Menuju Punah
Elang jawa (Nisaetus bartelsi) merupakan spesies elang endemik yang hanya ditemukan di wilayah Pulau Jawa. Dapat tumbuh mencapai 60-70 cm, elang ini memiliki jambul yang khas serta bulu kepala berwarna coklat kemerahan dan tengkuk berwarna coklat kekuningan. Sebagai predator puncak, elang Jawa berperan dalam mengendalikan populasi hewan-hewan pemangsa yang lebih kecil dan membantu menjaga keseimbangan rantai makanan dan ekosistem hutan. Selain itu, spesies ini memiliki kedudukan simbolis karena diyakini sebagai inspirasi dari Garuda, lambang negara Indonesia.
Namun, populasi elang jawa di alam terus menurun akibat kerusakan habitat, alih fungsi lahan, dan tekanan lainnya dari aktivitas manusia. Pada 2016, IUCN mengklasifikasikan spesies ini sebagai terancam punah (endangered) dengan kode C2a, yang berarti populasinya mengalami penurunan signifikan dalam beberapa dekade terakhir.
Populasi Elang Jawa
Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Journal of Raptor Research pada November 2023 menunjukkan bahwa terdapat perkembangan positif populasi elang Jawa dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data dari penelitian tersebut, populasi elang Jawa meningkat dari 325 pasangan pada 2009 menjadi 511 pasangan kawin pada 2023. Sebanyak 70% dari habitat alami elang jawa berada di kawasan lindung, sedangkan sisanya terfragmentasi di luar kawasan konservasi, termasuk di lahan pertanian dan perkebunan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa spesies ini dapat beradaptasi di luar kawasan konservasi asalkan ekosistemnya terjaga.
Elang jawa ditemukan di beberapa area hutan di Jawa Timur, termasuk Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dan hutan Gunung Pucung di Kota Batu. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2021, sekitar 35 individu elang jawa berada di kawasan TNBTS, yang menjadikannya sebagai salah satu lokasi utama konservasi spesies ini. Selain itu, tiga spesies elang jawa ditemukan di hutan Gunung Pucung oleh Profauna Indonesia menggunakan kamera trap, yang menandakan keberadaan spesies ini masih bertahan di luar kawasan konservasi formal.
Kebijakan yang Belum Menjawab
Namun, peningkatan populasi seperti yang ditunjukkan oleh penelitian tersebut tidak menjamin bahwa spesies elang jawa di alam aman, apalagi untuk jangka panjang. Meningkatnya aktivitas ekonomi dan pembangunan telah meningkatkan ancaman terhadap habitat dan populasi spesies ini. Alih fungsi lahan, terutama di kawasan penyangga seperti hutan lindung dan hutan produksi, telah menurunkan kualitas habitat yang dibutuhkan oleh elang jawa.
Di samping itu, beberapa kawasan hutan yang dijadikan sebagai destinasi pariwisata berbasis mass tourism turut menambah tekanan pada habitat elang jawa, terutama di kawasan TNBTS yang telah masuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Singhasari. Dampak dari pariwisata ambisius ini dapat mengancam keberlanjutan habitat elang jawa jika tidak dikelola dengan bijaksana dan berwawasan konservasi.
Sejauh ini, beberapa kebijakan terkait konservasi satwa liar yang terancam punah di Indonesia lebih banyak berfokus pada peningkatan jumlah individu atau populasi, termasuk untuk kasus elang jawa. Padahal, pelestarian elang Jawa memerlukan lebih dari sekadar peningkatan populasi. Keberadaan habitat yang aman dan lestari adalah kunci utama keberlangsungan spesies ini. Dengan kondisi yang ada saat ini, pelestarian elang jawa memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Rencana untuk membuka Pusat Rehabilitasi Elang Jawa oleh Pemerintah Kabupaten Malang pada tahun 2021 menunjukkan inisiatif yang baik, namun realisasinya hingga kini masih belum ada kejelasan. Selain itu, masih terdapat masalah pada kebijakan tata ruang yang cenderung mengutamakan pengembangan ekonomi tanpa mempertimbangkan konservasi lingkungan. Penetapan kawasan konservasi seharusnya dikelola secara terpadu, dengan mempertimbangkan nilai ekologis, sosial, dan ekonomi yang berkelanjutan.
Praktik tata kelola yang baik (good governance) menjadi salah satu tantangan dalam pelaksanaan kebijakan konservasi elang jawa. Transparansi, partisipasi masyarakat, dan penegakan hukum tata ruang seringkali masih lemah. Dalam banyak pelanggaran tata ruang terjadi, baik akibat perluasan permukiman, pengembangan industri, maupun pembukaan lahan baru, seringkali tidak ada sanksi tegas terhadap pelaku. Selain itu, isu konservasi, termasuk pelestarian elang Jawa, seringkali tidak menjadi prioritas dalam agenda politik, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Pentingnya Komitmen Politik Hijau
Sudah seharusnya pemerintah daerah menyusun dan menerapkan kebijakan tata ruang yang mengutamakan konservasi lingkungan, terutama di kawasan penyangga yang berfungsi sebagai habitat elang jawa. Pembatasan alih fungsi lahan sangat penting untuk mencegah fragmentasi habitat dan menjaga ekosistem tetap utuh. Pembukaan Pusat Rehabilitasi Elang Jawa yang sempat direncanakan oleh Pemkab Malang harus segera direalisasikan dengan dukungan dana yang memadai. Pusat rehabilitasi akan membantu mengembalikan populasi elang jawa dalam kondisi yang aman sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat alami mereka.
Selain itu, dalam ikhtiar untuk meningkatkan praktik good governance sebagai jalan pelestarian elang Jawa dan kawasan penunjangnya, pemerintah perlu membuka akses informasi terkait kebijakan konservasi seluas-luasnya kepada masyarakat. Partisipasi publik sangat penting, terutama dalam proses perencanaan, pengawasan, dan pelaksanaan kebijakan tata ruang yang ramah lingkungan.
Isu pelestarian elang jawa perlu mendapat perhatian lebih dalam setiap siklus politik lokal, termasuk dalam pemilihan kepala daerah. Dengan memasukkan isu konservasi sebagai bagian dari kampanye dan komitmen politik, pemerintah daerah dapat lebih responsif terhadap kebutuhan perlindungan lingkungan, termasuk habitat elang jawa.
Upaya untuk melestarikan elang jawa tidak hanya tentang mempertahankan spesies tertentu, tetapi juga menjadi simbol komitmen Indonesia dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Keterbatasan dalam tata ruang dan praktik good governance memperlihatkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya dalam menjaga habitat elang jawa agar tetap lestari. Tanpa komitmen politik hijau dan tata kelola lingkungan yang baik, keberlanjutan spesies ini dan ekosistemnya akan terus terancam, bahkan menuju kepunahan.
Editor: Abul Muamar
Publikasikan thought leadership dan wawasan Anda bersama Green Network Asia, pelajari Panduan Artikel Opini kami
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Wahyu adalah Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur.