Urgensi Solusi Daur Ulang Baterai Kendaraan Listrik
Saat ini kendaraan listrik menjadi semakin populer, bahkan digadang-gadang sebagai alat transportasi masa depan. Selain dianggap berpotensi mendukung transisi menuju sistem produksi dan konsumsi energi yang berkelanjutan, kendaraan listrik dapat menjadi alternatif pendekatan pengurangan risiko bahaya (Harm Reduction) karena tingkat pencemaran lingkungan dan polusi suara yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar fosil konvensional (Pertalite, Pertamax, dll).
Perkembangan Mutakhir
Berdasarkan teknologi mesinnya, kendaraan listrik dibedakan menjadi lima jenis, yaitu kendaraan listrik berbasis Baterai (BEVs), Hibrida Plug-In (PHEV), Hibrida (HEV), Fuel Cell (FCEVs), dan Jarak Jauh (ER-EVs). Jenis baterai kendaraan listrik sendiri tergantung pada sistem kendaraan, di antaranya Lithium-ion (Li-ion), Nickel-metal hydride (NiMH), Lead-acid Baterai SLA (lead-acid), Baterai solid-state, Nickel-cadmium Akumulator (Ni-Cd), dan Ultracapacitor.
Implementasi kendaraan listrik di Indonesia sejauh ini meliputi dan tidak terbatas pada:
- Investasi Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah dan Indonesia Weda Industrial Park (IWIP) di Maluku Utara. Dua kawasan industri utama produksi nikel-sulfat dan kobalt-sulfat sebagai komponen pada baterai.
- Industry Holding baterai, Konsorsium BUMN: MIND ID, Antam, Pertamina, dan PLN menargetkan produksi sel baterai 33 GWh/tahun.
- Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di beberapa lokasi di Indonesia.
- Peningkatan penggunaan kendaraan listrik untuk transportasi publik, termasuk KTT G20 di Bali, 2022.
Sebagai bagian dari peta jalan menuju Net Zero Emission (NZE) 2060, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Sejalan dengan Peraturan Presiden tersebut, berbagai regulasi telah diterbitkan untuk mendukung pengembangan ekosistem KBLBB.
Peralihan ke kendaraan listrik diperkirakan akan gencar dalam beberapa tahun mendatang. Hal ini didukung dengan ekosistem infrastruktur kendaraan listrik yang mulai menunjukkan kesiapan, yaitu sudah ada 332 unit SPKLU dan 369 SPBKLU di Indonesia per Mei 2022, meskipun saat ini sebagian besar masih berada di DKI Jakarta.
Masalah Ikutan
Pengembangan ekosistem KBLBB yang semakin masif untuk menjawab tantangan hari ini seperti ancaman krisis iklim akan memunculkan tantangan baru berupa masalah penumpukan limbah baterai kendaraan listrik beberapa tahun yang akan datang.
Limbah baterai kendaraan listrik termasuk dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), sebab kandungan elektrolit di dalam baterai dapat berdampak buruk terhadap lingkungan, termasuk kesehatan manusia. Ketentuan limbah B3 sendiri dapat dicermati dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Perlindungan Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.
Secara regulasi, klausul penanganan limbah baterai dari kendaraan bermotor listrik (KBL) wajib dilakukan dengan daur ulang dan/atau pengelolaan. Penanganan limbah baterai dilaksanakan oleh lembaga, industri KBL Berbasis Baterai, dan/atau industri komponen KBL Berbasis Baterai dalam negeri yang memiliki izin pengelolaan limbah baterai KBL Berbasis Baterai sesuai peraturan terkait.
Saat ini baterai lithium adalah yang paling banyak digunakan untuk kendaraan listrik. Permintaan kendaraan listrik yang meningkat menimbulkan kekhawatiran akan masalah ikutan dari baterai lithium, antara lain, proses penambangan berbagai logam yang sangat boros sumber daya, hingga daur ulangnya yang dinilai sangat sulit -berbeda dengan daur ulang baterai tradisional- sehingga keseluruhan tinggi jejak karbon dan tidak ramah lingkungan.
Belajar dari Swiss
Limbah baterai lithium perlu ditangani dengan tepat untuk mengurangi risiko kontaminasi, keamanan, dan toksisitas dari material logam berat. Juga untuk mengurangi jejak karbon dari manufaktur baterai kendaraan listrik, menekan harga kendaraan listrik, mengurangi ketergantungan pada ekstraksi dan penambangan mineral, mengurangi ketergantungan impor terhadap material bahan baku baterai, membangun ekonomi lokal, dan menciptakan lapangan kerja.
Untuk mendaur ulang limbah baterai lithium, Indonesia bisa belajar salah satunya dari pengalaman Swiss. Mengutip The Conversation, Swiss telah mendaur ulang 68% dari total 120 juta produk baterai lithium. Pemerintah Swiss mewajibkan pengembalian baterai bekas ke penjual, produsen, atau ke tempat pengumpulan.
Swiss juga mewajibkan penjual baterai untuk menerima baterai yang dikembalikan konsumen. Untuk mendanai serangkaian proses tersebut, pemerintah Swiss menerapkan sejenis cukai yang dibayarkan bersamaan dengan pembelian baterai.
Urgensi Kebijakan
Mengacu pada siklus hidup (lifecycle) 5-8 tahun, limbah baterai lithium di Indonesia diperkirakan akan menumpuk dalam beberapa tahun mendatang seiring dengan peralihan ke KBL, terutama jika tidak didaur ulang atau dikelola dengan baik. Karena itu, sangat penting untuk mencari solusi kebijakan dari sekarang, agar limbah baterai kendaraan listrik tidak menjadi masalah baru bagi lingkungan hidup dan masyarakat.
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini KLHK, sedang dalam proses penyusunan regulasi lanjutan terkait penanganan limbah baterai kendaraan listrik. Untuk mendukung penyusunan regulasi tersebut, saya mengusulkan beberapa rekomendasi berikut:
- Pemerintah perlu mengundang para investor “hijau” baik dari luar negeri maupun dalam negeri yang peduli keberlanjutan sehingga mendorong dunia usaha, khususnya industri baterai dan kendaraan bermotor, untuk membuat dan mempraktikkan standar keberlanjutan dalam keseluruhan rantai nilainya.
- Pemerintah perlu membuat standar daur ulang baterai dengan melibatkan para stakeholder relevan, antara lain dengan membuat peraturan yang benar-benar detail dan dapat diimplementasikan ke depan, termasuk dengan mengikuti berbagai praktik baik di dunia internasional sesuai perkembangan global.
- Pemerintah perlu lebih banyak melakukan kampanye publik dan sosialisasi terkait peraturan, kebijakan, serta manfaat kendaraan listrik, termasuk perihal daur ulang baterai sehingga kesadaran masyarakat terbentuk sejak dini dan tidak membuang baterai ke TPA yang akan berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan.
Editor: Abul Muamar
Publikasikan thought leadership dan wawasan Anda bersama Green Network Asia, pelajari Panduan Artikel Opini kami
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Adi adalah seorang PNS di Kementerian Sekretariat Negara RI, bertugas pada bagian hukum lingkungan di Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.