Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Memperluas Desalinasi Air Laut untuk Dukung Ketersediaan Air Tawar di Wilayah Pesisir

Di tengah ancaman krisis air tawar, memperluas desalinasi air laut dapat menjadi solusi alternatif untuk mendukung ketersediaan air tawar di wilayah pesisir.
Oleh Maharani Rachmawati
26 Desember 2024
Gulungan ombak yang berbuih berwarna biru kehijauan.

Cesar Couto di Unsplash.

Sebagian besar permukaan bumi ditutupi air. Namun, hanya sebagian kecil yang merupakan air tawar yang dapat dimanfaatkan. Kini, krisis air tawar terjadi di seluruh dunia, dan wilayah pesisir menghadapi keadaan yang lebih parah. Terkait hal ini, memperluas desalinasi air laut dapat menjadi solusi alternatif untuk mendukung ketersediaan air tawar di wilayah pesisir.

Krisis Air Tawar

Kebutuhan air tawar global diproyeksikan akan terus meningkat dengan laju tahunan sekitar 1% akibat perubahan pola sosial-ekonomi dan ledakan jumlah penduduk. Di sisi lain, terjadi penurunan sumber daya air terbarukan per kapita sekitar 20% dalam kurun 2000 hingga 2018. Laporan UNESCO yang diterbitkan pada tahun 2024 mengungkap bahwa setengah dari populasi dunia mengalami kelangkaan air tawar yang memperburuk kondisi kehidupan, meningkatnya kerawanan pangan dan risiko kesehatan, dan bahkan memicu konflik antarnegara. Di Indonesia, krisis air tawar telah menjadi masalah kompleks yang disebabkan oleh buruknya pengelolaan sumber daya air, pencemaran, eksploitasi air tanah, deforestasi, alih fungsi lahan, hingga dampak perubahan iklim. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2023 menunjukkan sebanyak 4,3 juta warga Indonesia terdampak krisis air tawar akibat kekeringan.

Krisis air tawar juga menjadi pukulan bagi masyarakat dunia yang tinggal di wilayah pesisir, seperti yang terjadi di Timor Leste, Bangladesh, Vietnam dan China. Belum adanya akses air tawar di pesisir turut dipengaruhi oleh pembuatan tanggul raksasa (giant sea wall). Pembangunan tersebut terbukti menghancurkan kawasan mangrove sebagai penjaga intrusi air laut ke dalam air tanah sehingga menyebabkan krisis air tawar di pesisir, seperti yang terjadi di Demak dan Jakarta Utara.

Teknologi Desalinasi Air Laut

Air laut dapat dikonversi menjadi air tawar melalui proses desalinasi. Desalinasi merujuk pada proses menghilangkan kandungan garam dari air laut atau air dengan kadar salinitas tinggi untuk menghasilkan air yang dapat diminum. Kadar garam dalam suatu sumber air dapat diukur melalui parameter total padatan terlarut (Total Dissolved Solid/TDS). Di Indonesia, nilai TDS air laut berkisar antara 18.000-35.000 ppm. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023, nilai TDS air tawar yang boleh dikonsumsi harus lebih kecil dari 300 ppm. Oleh sebab itu, desalinasi perlu dilakukan agar air laut memiliki kualitas yang baik dan aman untuk diminum.

Salah satu metode yang umum dilakukan adalah proses distilasi oleh panas matahari. Air laut dipanaskan hingga menguap sementara, dan garam yang terkandung di dalamnya akan tertinggal. Hasil penguapan yang berwujud gas akan dikondensasi, menghasilkan air tawar yang bersih dan tidak lagi mengandung garam. Metode lainnya yang lebih efektif adalah reverse osmosis. Reverse osmosis memanfaatkan membran semipermeabel untuk memisahkan larutan yang memiliki tingkat konsentrasi tinggi dan rendah. Dengan cara ini, garam akan berpindah ke larutan yang lebih tinggi konsentrasinya.

Implementasi dan Pengembangan

Meskipun bisa menjadi alternatif dalam penyediaan air minum, pemanfaatan desalinasi air laut masih terbilang minim. Sebuah penelitian mengemukakan bahwa pada tahun 2016, desalinasi air laut baru menyediakan 1% dari seluruh air tawar di dunia.

Kabar baiknya, penerapan desalinasi air laut di dunia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2022, tercatat ada lebih dari 21.000 instalasi desalinasi air laut di seluruh dunia, dengan Arab Saudi sebagai yang terdepan. Abdullah Al Zuwaid dari Saudi Water Authority (SWA) menuturkan, hingga penghujung 2024, kapasitas total air desalinasi Arab Saudi akan mencapai 13,3 juta kubik per hari. Kapasitas tersebut dihasilkan setidaknya dari 43 pabrik desalinasi air di Arab Saudi yang menggunakan teknologi ramah lingkungan dengan metode distilasi dan reverse osmosis. Keberhasilan ini menunjukkan bagaimana teknologi desalinasi bekerja efektif dalam menanggulangi permasalahan kurangnya akses air tawar di wilayah yang sangat kering, seperti Arab Saudi.

Praktik lain ditunjukkan di Mangystau, Kazakhstan yang 80% dari total wilayahnya adalah gurun. Sebuah pabrik desalinasi air laut didirikan di pesisir Laut Kaspia dan memiliki kapasitas harian 125.000 kubik per hari. Air tawar hasil desalinasi tersebut menjadi tumpuan industri dan penduduk setempat di dua kota utama, yakni Aktau dan Janaozen. 

Di Kuwait, 90% kebutuhan air tawar didapatkan dari proses desalinasi air laut Teluk Persia. Mereka menerapkan sistem desalinasi air laut dengan konsep reverse osmosis dalam skala besar. Teknologi ini memanfaatkan sistem penyaringan oleh membran semipermeabel yang efisien untuk menghilangkan garam dan kotoran dari air laut. Air tawar yang dihasilkan berhasil memenuhi kebutuhan produksi industri, irigasi pertanian, dan penggunaan di bidang lainnya.

Sementara itu, di Indonesia, masyarakat Kabupaten Kepulauan Seribu juga telah akrab dengan praktik desalinasi ini, dengan adanya Instalasi Pengelolaan Air dengan teknologi Sea Water Reverse Osmosis (IPA SWRO) berkapasitas 2,5 liter per detik yang dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta. Adanya sumber air tawar yang berasal dari air laut ini diharapkan bisa mengurangi penggunaan air tanah yang dapat memperparah penurunan muka tanah.

Teknologi desalinasi air laut terus dikembangkan agar pemanfaatannya lebih mudah dan murah. Seperti yang dilakukan oleh tim Oseanografi ITB di kawasan Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Mereka mengembangkan alat bernama “Komodorosis” yang bisa mengekstraksi air laut menjadi air tawar. Komodorosis dibekali dengan filter lainnya untuk mencegah kontaminasi UV, zat kapur, pasir, dan endapan lainnya. Air yang dihasilkan tidak berasa dan tidak berbau karena telah melewati penyaringan karbon. Alat ini berbentuk dispenser sehingga dapat langsung dikonsumsi dan dipakai dalam skala rumah.

Memperluas Desalinasi Air Laut

Pendekatan holistik yang mencakup pelestarian sumber daya air, pengelolaan air yang adil dan berkelanjutan, serta penerapan teknologi tepat guna sangat penting untuk mengatasi krisis air di masa depan. Desalinasi air laut menjadi salah satu teknologi yang perlu diperluas dan ditingkatkan seiring menipisnya persediaan air tawar dunia. Menurut sebuah studi, desalinasi dapat menjadi kunci untuk mengatasi kelangkaan air tawar di masa mendatang, dikombinasikan dengan penggunaan sumber daya air yang bertanggung jawab. Di Indonesia sendiri, desalinasi air laut adalah teknologi yang potensial dan menjanjikan mengingat dua per tiga wilayahnya adalah laut.

Namun, ada beberapa risiko dampak buruk yang mesti diantisipasi. Proses desalinasi air laut menghasilkan residu air garam dengan konsentrasi tinggi. Ada juga risiko rembesan air yang dapat mencemari akuifer pesisir. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut dan perbaikan penerapan teknologi desalinasi air laut sangat penting untuk memaksimalkan manfaat dan mengurangi risiko.

Editor: Abul Muamar

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Continue Reading

Sebelumnya: Upaya Restorasi Ekosistem Laut Aral yang Kering
Berikutnya: Menengok Program Baterai Komunitas di Australia

Lihat Konten GNA Lainnya

bangunan roboh Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia

Oleh Jalal
17 Oktober 2025
Empat tangan anak-anak yang saling berpegangan Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif

Oleh Andi Batara
17 Oktober 2025
sekawanan bison sedang memamah di atas padang rumput yang tertutup salju Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi

Oleh Kresentia Madina
17 Oktober 2025
meja dengan berbagai ikan segar tersusun di atasnya Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan

Oleh Seftyana Khairunisa
16 Oktober 2025
dua elang hitam kepala putih bertengger di ranting pohon yang tak berdaun Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam

Oleh Dina Oktaferia
16 Oktober 2025
Kursi roda anak berukuran kecil di samping deretan kursi kayu, dengan latar belakang papan tulis hitam dan lantai berkarpet berwarna cerah. Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
15 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia