SE Menaker untuk Hapus Diskriminasi dalam Rekrutmen Tenaga Kerja

Foto: Eric Prouzet di Unsplash.
Setiap orang membutuhkan sumber penghidupan untuk melangsungkan hidup. Bagi banyak orang sejak era industri hingga saat ini, bekerja di perusahaan adalah salah satu sumber penghasilan yang paling umum. Sayangnya, rekrutmen tenaga kerja seringkali diliputi oleh berbagai bentuk diskriminasi, mulai dari diskriminasi terkait usia, kondisi fisik, pengalaman, latar belakang pendidikan, latar belakang keyakinan, status pernikahan, hingga diskriminasi berbasis gender. Demi menghapus ketimpangan dan menciptakan kehidupan yang lebih baik dan adil untuk semua, diskriminasi dalam rekrutmen tenaga kerja harus dihapuskan.
Diskriminasi dalam Rekrutmen Tenaga Kerja
Pada iklan-iklan lowongan pekerjaan tertentu, sering tertulis persyaratan yang menutup peluang bagi sebagian orang untuk melamar. Syarat-syarat seperti “usia maksimal sekian tahun”, “berpenampilan menarik”, “khusus laki-laki” atau “khusus perempuan”, “belum menikah”, “khusus jurusan tertentu”, serta “pengalaman minimal sekian tahun”, adalah beberapa contoh yang paling umum. Sayangnya, bentuk-bentuk diskriminasi semacam itu terus langgeng hingga saat ini dan relatif dapat ditemui dengan mudah.
Semua orang dapat dirugikan oleh diskriminasi seperti ini, namun kelompok-kelompok rentan seperti difabel dan perempuan adalah pihak yang seringkali paling terdampak. Lebih jauh, diskriminasi dalam rekrutmen tenaga kerja dapat menghambat upaya bersama untuk menciptakan dunia kerja yang inklusif dan adil, serta berisiko menempatkan sebagian orang untuk tetap tertinggal di belakang. Selain itu, diskriminasi dalam rekrutmen tenaga kerja juga dapat merugikan organisasi atau perusahaan, seperti kehilangan kesempatan untuk memperoleh tenaga kerja berkualitas hingga menghadapi risiko pelanggaran hukum terkait ketenagakerjaan.
Larangan Diskriminasi dalam Rekrutmen Tenaga Kerja
Pada Mei 2025, Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/V/2025 terkait larangan diskriminasi dalam rekrutmen tenaga kerja. Dilatari oleh mendesaknya masalah pengangguran dan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK), surat edaran tersebut menegaskan larangan bagi pemberi kerja untuk melakukan diskriminasi atas dasar apapun dalam proses rekrutmen tenaga kerja, termasuk terhadap pelamar dengan disabilitas. Namun, SE tersebut tetap membolehkan pemberlakuan persyaratan usia untuk jenis pekerjaan atau jabatan tertentu yang memiliki karakteristik yang secara nyata berhubungan dengan usia, dengan syarat tidak boleh berdampak pada hilang atau berkurangnya kesempatan seseorang dalam memperoleh pekerjaan.
Selain itu, Menaker juga menerbitkan surat edaran lain, yakni SE Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 yang menekankan larangan bagi pemberi kerja untuk mensyaratkan atau menahan ijazah atau dokumen pribadi milik pekerja–seperti sertifikat kompetensi, paspor, akta kelahiran, buku nikah, dan BPKB, dsb.– sebagai jaminan untuk bekerja.
“Dunia kerja harus menjadi ruang yang adil, inklusif tanpa diskriminasi, dan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warga negara,” kata Menteri Ketenagakerjaan Yassierli. “Kepada dunia usaha dan industri, saya mengajak untuk menjadikan ini sebagai momentum memperbaiki praktik rekrutmen agar lebih transparan, lebih adil, dan berbasis kompetensi.”
Memastikan Implementasi
Terbitnya dua SE Menaker tersebut dapat memberikan angin segar asa di tengah tingginya angka pengangguran dan maraknya gelombang PHK di Indonesia. Namun, memastikan bahwa perusahaan atau pemberi kerja benar-benar mematuhinya adalah langkah yang sangat krusial sekaligus menantang. Perusahaan mungkin tidak akan lagi memuat syarat-syarat berbau diskriminasi dalam iklan lowongan pekerjaan mereka, namun siapa yang bisa menjamin bahwa itu tidak hanya di atas kertas? Pada akhirnya, komitmen dan tanggung jawab perusahaan, serta pengawasan dan penguatan kebijakan serta regulasi dari pemerintah, sangat penting untuk mendukung upaya penghapusan diskriminasi tidak hanya dalam proses rekrutmen, tetapi dalam dunia kerja secara menyeluruh.

Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor di beberapa media tingkat nasional.