5 Upaya Konservasi Satwa Liar di Asia
Bumi adalah tempat bernaung bagi banyak makhluk hidup dengan jutaan spesies. Yang mengkhawatirkan, kita sedang menghadapi krisis keanekaragaman hayati global akibat perubahan iklim dan aktivitas manusia. Ilmuwan dan aktivis di seluruh dunia sedang berusaha menghentikan penurunan keanekaragaman hayati melalui berbagai cara. Berikut beberapa upaya konservasi satwa liar di Asia.
1. Lumba-lumba Irrawaddy di Sungai Mekong, Kamboja
Lumba-lumba Irrawaddy (Orcaella brevirostris) memiliki ciri-ciri yang mirip dengan beluga, dengan dahi yang menonjol dan paruh yang pendek. Sungai Mekong adalah salah satu dari tiga sungai yang menampung lumba-lumba Irrawaddy, yang juga dikenal dengan nama pesut. Dulu mereka menempati ruang yang lebih luas di Sungai Mekong, namun kini populasi yang tersisa hanya mendiami sebagian kecil wilayah sungai yang membentang sepanjang 180 km itu.
Pada tahun 2012, Kamboja melarang penggunaan jaring insang, keramba ikan, dan listrik untuk memancing agar tidak membahayakan lumba-lumba. Pada Februari 2023, pemerintah negara tersebut mengeluarkan surat keputusan untuk mengatur kawasan perlindungan lumba-lumba Irrawaddy yang disebut Area Pengelolaan Lumba-lumba Sungai Mekong untuk mendukung aktivitas migrasi, perolehan makanan, dan reproduksi lumba-lumba.
2. Macan Tutul Salju di Asia Tengah
Macan tutul salju (Panthera uncia) adalah kucing besar yang hidup di pegunungan tinggi Asia bagian utara dan tengah. Ciri khas kucing besar ini adalah bulunya yang tebal dan bermotif roset dan ekornya sangat panjang. Mirisnya, bulu tersebut adalah salah satu alasan manusia memburu mereka. Data tahun 2016 memperkirakan 200-400 macan tutul salju telah diburu setiap tahun sejak 2008. Dan kini, Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) memasukkan mereka ke dalam daftar spesies berstatus Rentan
Pada tahun 2019, IUCN meluncurkan SOS Central Asia, sebuah proyek tiga tahun yang mendukung migrasi spesies dan organisasi masyarakat sipil di seluruh Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Tajikistan. IUCN mendanai tiga proyek yang dilaksanakan oleh berbagai organisasi yang bertujuan untuk melestarikan macan tutul salju dan mengembangkan komunitas di dekat habitatnya.
3. Dugong di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab
Ekosistem laut dan garis pantai Abu Dhabi adalah rumah bagi populasi dugong (ikan duyung) terbesar kedua di dunia, satu-satunya mamalia laut herbivora. Kawasan ini menampung sekitar 3.000 ekor dugong. Dugong (Dugong dugon) telah punah di beberapa tempat dan IUCN menetapkannya berstatus Rentan secara global .
Konservasi dugong di Abu Dhabi berfokus pada pemulihan habitatnya. Badan Lingkungan Hidup Abu Dhabi memimpin upaya restorasi kolaboratif yang diikuti oleh pemerintah, konservasionis, dan masyarakat sipil untuk menghidupkan kembali wilayah darat dan laut guna menciptakan habitat yang subur bagi kehidupan laut untuk hidup dan bereproduksi. Tujuannya adalah memulihkan 12.000 hektare hutan bakau, terumbu karang, dan padang lamun pada tahun 2030. Hingga akhir tahun 2022, sekitar 7.500 hektare telah dipulihkan.
4. Salamander Raksasa di Jepang
Salamander raksasa Jepang (Andrias japonicus) adalah salah satu amfibi terbesar di dunia. Spesies endemik Jepang ini ditetapkan sebagai Monumen Alam Khusus dan Harta Karun Jepang. Lembah Sungai Nawa di Gunung Daisen merupakan salah satu tempat dengan populasi salamander raksasa Jepang tertinggi. Sayangnya, populasi satwa unik menurun karena hilangnya habitat akibat pembangunan jalan, bendung, dan bendungan.
Pada tahun 2021, Daisen Berkelanjutan berdiri. Organisasi nirlaba ini bertekad untuk melindungi dan melestarikan salamander raksasa Jepang dan habitat aslinya melalui penjangkauan, pendidikan, penelitian, dan intervensi ekologis.
5. Harimau di Nepal
Seabad yang lalu, ada sekitar 100.000 harimau yang hidup di Asia. Sekarang, jumlahnya menurun drastis menjadi 3.500 ekor terutama akibat perburuan, perdagangan ilegal, hilangnya habitat, dan konflik dengan manusia. Harimau kini masuk dalam daftar satwa yang terancam punah – tiga spesies harimau bahkan telah punah.
Pada tahun 2009, Nepal diperkirakan memiliki 121 harimau. Tahun berikutnya, negara tersebut berpartisipasi dalam Program Pemulihan Harimau Global Bank Dunia dengan 12 negara lain untuk mengurangi kepunahan harimau. Pada tahun 2022, Survei Harimau dan Mangsa Nasional mengungkapkan jumlah harimau di Nepal bertambah menjadi 335 ekor.
—
Artikel ini diterbitkan dalam rangka memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia. Pelajari lebih lanjut tentang Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem di Green Network Indonesia.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli dari artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.