Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Opini
  • Unggulan

Mengakhiri Krisis Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja

Mengatasi krisis kesehatan mental pada anak dan remaja memerlukan pendekatan multi-stakeholder untuk memastikan mereka tumbuh dengan sehat, terdidik, terampil, dan aman.
Oleh Hanneke Oudkerk dan Gurpreet K Bhatia
26 Februari 2024
ilustrasi seorang anak perempuan menghibur anak laki-laki yang sedih

Ilustrasi oleh Irhan Prabasukma.

Kita semua mungkin pernah mendengar pepatah “Pikiran yang sehat sangat penting untuk hidup sehat.” Namun, kesehatan mental masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang paling diabaikan saat ini. Krisis kesehatan mental masih terus berlanjut, dengan depresi dan kecemasan menjadi dua gangguan kesehatan mental yang paling umum, yang membuat perekonomian global mengalami kerugian sebesar satu triliun dolar setiap tahunnya. Ironisnya, menurut perkiraan WHO, anggaran pemerintah secara global untuk penanganan kesehatan mental hanya 2%.

Depresi dan Kecemasan pada Anak dan Remaja: Bak Burung Kenari di Tambang Batubara

Sekitar 1 miliar orang, termasuk 14% remaja di dunia, menderita gangguan mental pada tahun 2019. Kasus depresi dan kecemasan meningkat lebih dari 25% pada tahun 2020—di awal terjadinya pandemi COVID-19. Anak-anak dan remaja terkena dampak yang sangat besar karena mereka dikurung di rumah selama lebih dari dua tahun, sehingga berdampak negatif terhadap kesehatan dan perkembangan sosio-emosional mereka.

Beberapa penyebab depresi dan kecemasan pada anak-anak dan remaja antara lain kekerasan dalam keluarga, eksploitasi dan pelecehan, kesenjangan sosial dan ekonomi, kemiskinan, pengabaian orang tua, keadaan darurat kesehatan masyarakat, dan krisis iklim. Anak-anak menderita dalam diam karena takut mengalami penolakan, salah tafsir, diejek, dan bahkan malu. Orang tua juga merasa tidak siap untuk mengenali gejala awal depresi dan kecemasan pada anak-anak dan sering kali mengabaikannya.

Depresi dan kecemasan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan anak, termasuk prestasi akademis, hubungan dengan keluarga dan teman, dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang menderita depresi dan kecemasan rentan terhadap penyalahgunaan obat-obatan terlarang, sehingga mengarah pada kecenderungan bunuh diri.

Pandemi COVID-19 semakin memperparah krisis kesehatan mental anak-anak dan remaja karena mereka menjadi bergantung pada teknologi digital untuk urusan pendidikan, sosialisasi, dan hiburan, yang membuat mereka rentan mengalami eksploitasi dan pelecehan online seperti cyberbullying (perundungan di dunia maya), online grooming, sexting, sextortion, dan live streaming pelecehan seksual. 

Hambatan paling umum dalam penyembuhan dini adalah kurangnya pemahaman mengenai penyakit kesehatan mental, pengetahuan tentang cara menangani penyakit ini, biaya pengobatan, dan stigma. 

Apa Kata Anak-Anak dan Remaja tentang Kesehatan Mental

Mako, anak muda 22 tahun dari Filipina, mengatakan, “Saya pikir apa yang kebanyakan orang tidak pahami tentang kesehatan mental anak muda seperti saya atau orang-orang yang lebih muda dari saya adalah bahwa kesehatan mental itu penting, bahkan bagi kita sendiri. Karena ada stigma di masyarakat kita yang mengatakan, hanya karena kau masih anak-anak, bahwa kau tidak memerlukan perhatian, atau kau tidak perlu dianggap serius, atau kebutuhanmu diabaikan.”

Hanna, remaja berusia 19 tahun dari Etiopia, menuturkan, “Dalam komunitas kami, pengangguran, tekanan teman sebaya, dan kecanduan adalah penyebab utama masalah kesehatan mental bagi kaum muda. Namun, masalah kesehatan mental tidak dianggap sebagai gangguan kesehatan. Gangguan mental lebih sering dipandang sebagai masalah spiritual. Itu sebabnya anak muda dengan masalah mental tidak selalu mendapatkan penyembuhan yang tepat.”

Innoce, remaja berusia 18 tahun dari Zambia, bilang, “Masalah kesehatan mental yang paling umum di komunitas saya adalah kecemasan. Misalnya, saya kelas 12. Saya mulai merasa cemas dengan masa depan saya. “Apakah orang tua saya akan menguliahkan saya? Apakah mereka mampu memenuhi semua yang saya butuhkan? Saya jadi cemas dan berpikir, ‘Sekarang tujuan saya telah hancur, impian saya telah hancur.’”

Mengatasi Krisis Kesehatan Mental dengan Keterampilan Sosio-Emosional

Kita hidup di masa yang sangat kompleks. Darurat kesehatan masyarakat, bencana alam, perang, degradasi lingkungan, krisis ekonomi, dan perubahan iklim membuat kehidupan sehari-hari semakin tidak menentu. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa anak-anak dan remaja dibekali dengan keterampilan pembelajaran sosio-emosional agar mereka dapat mengidentifikasi perasaan mereka, memahami dan berkomunikasi dengan orang lain secara efektif, membangun hubungan yang kokoh, dan membuat keputusan yang empatik.

Penelitian menunjukkan bahwa program pembelajaran sosio-emosional berbasis sekolah efektif dalam mengurangi depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma di kalangan remaja. Ada juga bukti bahwa pembelajaran sosio-emosional meningkatkan prestasi akademis dan mengurangi perilaku antisosial dan intimidasi berbasis gender. Dalam hal ini, sekolah memegang peran penting dalam memberikan intervensi pencegahan dan promosi kesehatan mental seperti program pembelajaran sosio-emosional berbasis sekolah, program daring untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko, mekanisme ganti rugi atas perundungan, dan layanan konseling.

Langkah Tambahan untuk Mengarusutamakan Kesehatan Mental Anak dan Remaja

Untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 3.4 pada tahun 2030, pemerintah harus membangun dan memperkuat sistem dan layanan kesehatan mental, meluncurkan kampanye pendidikan dan kesadaran di tingkat nasional untuk menormalkan diskusi kesehatan mental, menghilangkan stigma, menjadikan pembelajaran sosio-emosional sebagai bagian dari kurikulum sekolah, dan memberlakukan hukum dan kebijakan yang lebih tegas terhadap pelecehan dan eksploitasi anak baik secara online maupun offline.

Kesehatan mental berkelindan dengan berbagai aspek, termasuk kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, dan keadilan. Untuk mengatasi momok kesehatan mental, diperlukan pendekatan multisektoral. Masyarakat sipil, akademisi, media, dan yang paling penting, remaja dan generasi muda perlu secara aktif mengambil bagian dalam konsultasi tingkat tinggi untuk mengembangkan rencana aksi untuk mengatasi krisis kesehatan mental. Anak-anak dan remaja memiliki peran penting dalam memastikan mereka tumbuh dengan sehat, terdidik, terampil, dan yang terpenting, aman. Seperti kata-kata mereka sendiri, “nothing about us without us”.

Editor: Kresentia Madina

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Publikasikan thought leadership dan wawasan Anda bersama Green Network Asia, pelajari Panduan Artikel Opini kami


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Hanneke Oudkerk
+ posts Bio

Hanneke adalah Direktur Regional Asia di ChildFund International. Beliau memiliki pengalaman profesional selama 20 tahun di sektor pembangunan dan telah bekerja di bidang hak-hak anak dan kesehatan masyarakat di Asia.

    This author does not have any more posts.
Gurpreet K Bhatia
+ posts Bio

Gurpreet adalah Penasihat Senior – Komunikasi Regional untuk Asia di ChildFund International. Dia adalah seorang profesional pemasaran dan komunikasi berpengalaman dengan pengalaman hampir 13 tahun di sektor pembangunan. Dia memiliki kegemaran bercerita dan mengadvokasi hak-hak anak dan kesehatan masyarakat.

    This author does not have any more posts.

Continue Reading

Sebelumnya: Perpres Publisher Right untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas dan Keberlanjutan Industri Pers
Berikutnya: Potret Partisipasi Perempuan dalam Politik saat Ini

Artikel Terkait

sekelompok orang berfoto bersama dengan sebagian berdiri dan sebagian berjongkok. Sammuane Pannu: Jalan Panjang Menyelamatkan Habitat Penyu di Pesisir Pantai Majene
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Sammuane Pannu: Jalan Panjang Menyelamatkan Habitat Penyu di Pesisir Pantai Majene

Oleh Ihsan Tahir
3 Juli 2025
Serpihan arang dan serbuk arang Mengulik Potensi Biochar sebagai Agen Bioremediasi
  • Kabar
  • Unggulan

Mengulik Potensi Biochar sebagai Agen Bioremediasi

Oleh Ayu Nabilah
3 Juli 2025
Mengulik Peluang dan Tantangan Saham Syariah dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan
  • Opini
  • Unggulan

Mengulik Peluang dan Tantangan Saham Syariah dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan

Oleh Sri Maulida
2 Juli 2025
bendera tuvalu Australia Sediakan Visa Iklim untuk Warga Negara Tuvalu
  • Kabar
  • Unggulan

Australia Sediakan Visa Iklim untuk Warga Negara Tuvalu

Oleh Kresentia Madina
2 Juli 2025
seorang nelayan berdiri di kapal kecil di tengah perairan Kolaborasi untuk Dukung Penghidupan Nelayan Skala Kecil melalui SeaBLUE
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Kolaborasi untuk Dukung Penghidupan Nelayan Skala Kecil melalui SeaBLUE

Oleh Abul Muamar
1 Juli 2025
tembok memanjang di hadapan air laut dengan burung-burung bertengger di atasnya Ambisi Pembangunan Giant Sea Wall di Pantura dan Dampak Yang Harus Diantisipasi
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Ambisi Pembangunan Giant Sea Wall di Pantura dan Dampak Yang Harus Diantisipasi

Oleh Seftyana Khairunisa
30 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.