Sumur Resapan, Cara SPPQT Salatiga Menabung Air
Banjir di musim hujan, kekeringan saat kemarau—begitulah masalah tahunan yang dihadapi banyak daerah di Indonesia. Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) Salatiga menyadari bahwa kondisi semacam ini bukanlah salah alam, melainkan akibat dari ulah manusia yang kurang bisa mengelola pasokan air.
Salah satu sumber air utama PDAM Kota Salatiga adalah mata air Senjoyo, terletak di Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Lokasinya tepat di kaki Gunung Merbabu. Pada tahun 1995, debit air di mata air Senjoyo sebesar 1.115 liter per detik. Lalu turun sekitar 25 persen dalam kurun 13 tahun, yakni menjadi 838 liter per detik pada 2008. Penurunan ini bahkan bisa mencapai 40 persen pada musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan tata guna lahan di sekitar mata air dan di daerah tangkapan air hujan.
Perubahan tata guna lahan di sekitar daerah tangkapan (recharge area) tentu mengurangi jumlah air hujan yang terserap ke dalam tanah. Air hujan yang turun sekadar dialirkan ke selokan, berlanjut ke sungai, kemudian bermuara ke laut. Padahal, kelestarian mata air sangat bergantung pada jumlah air tanah yang berasal dari resapan air hujan. Berkurangnya debit air Senjoyo ini jelas sangat berpengaruh pada kehidupan para petani.
Kesadaran atas masalah ini kemudian mendorong SPPQT melakukan proyek konservasi air. Bersama PDAM Kota Salatiga dan Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene Penyehatan Lingkungan Untuk Semua (IUWASH PLUS) USAID, SPPQT melakukan penghijauan dan pembuatan sumur resapan. Wilayah utamanya terpusat di sekitar mata air dan daerah-daerah tangkapan air hujan lereng Merbabu.
Sumur resapan dibuat dengan menggali tanah porus (meresap) yang datar berdimensi 2x2x2 meter. Dindingnya berupa bata yang disemen, sedangkan dasarnya tetap berupa tanah. Lubang ini lantas diisi kerikil hingga mencapai 30 cm, kemudian dilapisi ijuk setinggi 20-30 cm. Setelahnya, lubang ditutup dengan cor-coran berlubang sebagai jalan masuknya air. Perawatan sumur resapan cukup dengan membersihkan lubang masuk air dari sampah dan lumpur, juga mengganti lapisan ijuk setahun sekali saat musim kemarau.
“Keberadaan sumur atau lubang resapan sangatlah penting. Di area tangkapan air hujan, perkebunan, area pemukiman, dan sebagainya, sumur resapan ini mutlak diperlukan. Misi utamanya adalah bagaimana caranya agar semua air hujan bisa mengalir masuk ke sumur-sumur atau lubang-lubang resapan. Seperti wilayah Jakarta, ditaksir butuh 2 juta sumur resapan agar terbebas dari banjir,” tutur Ahmad Bahruddin, pendiri SPPQT.
Menurut Bahruddin, hingga tahun 2016 SPPQT bersama para mitra kerjanya berhasil menyelesaikan 2.000 unit sumur resapan pada area-area tangkapan Senjoyo, berlokasi di empat desa dan tiga kecamatan. Tiga tahun sejak konservasi sipil teknis ini, sumber mata air melimpah lagi.
Menurut data dari PDAM Kota Salatiga, debit air Senjoyo terus meningkat setiap tahunnya. Yang semula pada 2014 mengalami kenaikan sebesar 156 liter per detik, pada 2017 telah mencapai 355 liter per detik. Peningkatan debit air terjadi secara signifikan, dari 838 liter per detik pada 2008, menjadi 1.193 liter per detik pada 2017.
Sumur-sumur resapan itu berhasil mengamankan debit mata air Senjoyo, dengan memanen air hujan yang turun dari langit dan membuatnya terserap ke dalam tanah. Keberlimpahan air tentu berbanding lurus dengan kelestarian lingkungan dan kemudahan hidup masyarakat secara berkelanjutan. Dengan kerja sama berbagai pihak, SPPQT sudah melakukan satu tindakan taktis yang berdampak nyata dan luas bagi masyarakat dan lingkungan.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Zia adalah penulis kontributor untuk Green Network ID. Saat ini aktif menjadi Pendamping Belajar di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT).