Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa

Apakah kemiskinan anak benar-benar mempengaruhi tingkat kesejahteraan seseorang pada usia dewasa?
Oleh Abul Muamar
25 Juni 2025
seorang anak berdiri di sebuah rumah kayu

Foto: Carmine Furletti di Unsplash.

Kemiskinan telah menjadi isu sosial klasik yang kerap diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam banyak keluarga. Namun, sebagian orang mungkin meragukan hal itu dan mengajukan pertanyaan: benarkah seorang anak yang lahir dan tumbuh dalam kemiskinan lebih rentan tetap hidup miskin dibanding mereka yang lahir dan tumbuh dalam keluarga yang sejahtera? Ya, apakah kemiskinan anak benar-benar mempengaruhi tingkat kesejahteraan seseorang pada usia dewasa?

Tumbuh dalam Kemiskinan dan Berpendapatan Rendah saat Dewasa

Sebuah riset yang terbit di makalah Asian Development Bank Institute mencoba memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Menggunakan data dari 1.552 anak, riset tersebut mengeksplorasi dampak jangka panjang dari hidup dalam keluarga miskin selama masa kanak-kanak terhadap hasil (output) di pasar kerja saat dewasa.

Dengan upah per jam sebagai ukuran pendapatan, riset tersebut mengungkapkan bahwa anak yang tumbuh dalam kemiskinan di usia 8 hingga 17 tahun memiliki tingkat pendapatan yang lebih rendah 87% saat dewasa dibandingkan dengan anak yang tidak tumbuh dalam keluarga miskin. Besarnya dampak ini setara dengan yang dialami oleh individu dewasa dengan keterbatasan fisik berat (disabilitas). Hal tersebut bahkan tetap berlaku ketika berbagai variabel mediator diperhitungkan, dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah antara 85% hingga 90%.

Beberapa variabel mediator yang digunakan sebagai perbandingan dalam riset tersebut di antaranya status kemiskinan di kemudian hari, keterampilan kognitif dan matematika serta durasi tahun sekolah, kondisi kesehatan paru-paru, informasi tentang bagaimana individu mendapatkan pekerjaan, dan aspek kesehatan mental yang diukur dengan skor Skala Depresi Studi Epidemiologi terkait gejala depresi. Di antara variabel mediator tersebut, hanya kemampuan kognitif dan matematika yang secara signifikan berkorelasi positif terhadap besaran upah per jam. Peningkatan satu standar deviasi dalam skor kognitif atau matematika dapat meningkatkan besaran upah per jam, masing-masing sebesar 6% dan 12%.

Selain itu, riset tersebut juga mengungkapkan bahwa program bantuan sosial dari pemerintah, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin), belum mampu menurunkan dampak negatif dari tumbuh dalam kemiskinan terhadap tingkat pendapatan di masa dewasa.

Kemiskinan Anak yang Terus Berlanjut

Dalam kehidupan, memang ada orang-orang yang terlahir dan tumbuh dalam keluarga miskin, lalu kemudian mampu membebaskan diri dari kemiskinan berkat pendidikan yang baik dan pekerjaan yang layak, atau karena faktor-faktor “keberuntungan”. Beberapa di antara mereka mungkin adalah orang yang kita kenal atau dekat dengan tempat tinggal kita. Namun, jumlah mereka hanyalah segelintir jika dibandingkan dengan mereka yang tetap mewariskan kemiskinan.

Sampai hari ini, kemiskinan anak masih menjadi isu mendesak di Indonesia. Pada tahun 2022, persentase anak miskin di Indonesia mencapai 11,8 persen dari total populasi. Angka sebenarnya di lapangan mungkin jauh lebih besar jika mempertimbangkan kelompok masyarakat kelas menengah yang rentan jatuh miskin, terutama di tengah melonjaknya biaya hidup dan berbagai krisis lainnya.

Sebagai dampak dari kemiskinan yang mereka alami, banyak anak-anak dalam keluarga miskin yang terjerumus menjadi pekerja anak dan kehilangan kesempatan untuk belajar dan membekali diri mereka dengan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak saat dewasa. Para pekerja anak seringkali bekerja di sektor-sektor informal dengan keterampilan rendah untuk membantu orang tua mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mirisnya, anak-anak yang bekerja rentan terhadap berbagai risiko, mulai dari kecelakaan hingga pelecehan seksual dan eksploitasi.

Bagi anak perempuan, dampak dari hidup dalam kemiskinan bisa jauh lebih buruk. Selain harus bekerja, banyak anak perempuan yang terpaksa menikah atau dinikahkan. Hal ini menggarisbawahi urgensi untuk menghapus kemiskinan anak demi masa depan yang lebih baik.

Pendekatan Sistemik

Lantas, apa yang harus dilakukan? Pertama-tama, sangat penting untuk memahami bahwa kemiskinan bukan hanya tentang kekurangan uang, melainkan bersifat multidimensional, sehingga tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya harus menyasar berbagai isu secara sistemik: kesehatan yang buruk, kurangnya pendidikan dan pelatihan, kerawanan pangan, maraknya pengangguran, lingkungan yang rusak, dan standar hidup yang rendah—yang semuanya saling terkait. Mengakui perspektif anak dalam memandang kemiskinan dan menempatkan anak sebagai sumber pengetahuan juga dapat memberikan wawasan berharga dalam upaya pemberantasan kemiskinan.

Selanjutnya adalah memahami aspek-aspek kunci dalam mewujudkan kesejahteraan anak—kesehatan; bebas kemiskinan; lingkungan yang aman, bersih, dan damai; serta akses pendidikan yang adil. Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan terkait harus memahami semua hal itu dan berkomitmen dan bahu membahu untuk mewujudkan akses pendidikan berkualitas untuk semua anak, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi; meningkatkan ketersediaan lapangan pekerjaan; memperluas program perlindungan sosial, dan mengatasi berbagai isu sosial lainnya. Terakhir, mengingat perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh kondisi keluarga dimana mereka lahir dan tumbuh besar, meningkatkan kebijakan keluarga dengan intervensi-intervensi yang efektif untuk mendorong kesejahteraan keluarga merupakan faktor krusial dalam upaya mengatasi masalah kemiskinan anak.

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Abul Muamar
Managing Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Celako Kumali, Kearifan Lokal Suku Serawai untuk Pertanian Berkelanjutan
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Ironi Raja Ampat: Pengakuan Ganda dari UNESCO dan Kerusakan Lingkungan
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Desakan untuk Mewujudkan Reforma Agraria Sejati
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Mewujudkan Layanan Kesehatan yang Lebih Aman untuk Bayi dan Anak

Continue Reading

Sebelumnya: Mikoko Pamoja, Proyek Karbon Biru untuk Ketahanan Iklim di Kenya
Berikutnya: Bagaimana Sekolah Lapang Iklim Bantu Petani Hadapi Dampak Perubahan Iklim

Lihat Konten GNA Lainnya

tumpukan sampah yang dibakar Langkah Pemerintah Dorong Pengelolaan Sampah Perkotaan menjadi Energi
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Langkah Pemerintah Dorong Pengelolaan Sampah Perkotaan menjadi Energi

Oleh Abul Muamar
22 Oktober 2025
gambar jarak dekat sebuah botol air plastik terdampar di bibir pantai yang berbuih Mengulik Potensi Desalinasi untuk Atasi Krisis Air
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengulik Potensi Desalinasi untuk Atasi Krisis Air

Oleh Ponnila Sampath-Kumar
22 Oktober 2025
foto palu sidang berwarna coklat dan sebuah borgol yang tergelak di atas permukaan kayu Mekanisme Anti-SLAPP Lewat Putusan Sela: Harapan Baru bagi Pembela Lingkungan?
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mekanisme Anti-SLAPP Lewat Putusan Sela: Harapan Baru bagi Pembela Lingkungan?

Oleh Seftyana Khairunisa
21 Oktober 2025
Hutan rumput laut dengan sinar matahari yang menembus air Potensi Budidaya Rumput Laut untuk Aksi Iklim dan Ketahanan Masyarakat
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Potensi Budidaya Rumput Laut untuk Aksi Iklim dan Ketahanan Masyarakat

Oleh Attiatul Noor
21 Oktober 2025
tangan memutari bibit tanaman Mengarusutamakan Spiritualitas Ekologis dalam Praktik Keagamaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Mengarusutamakan Spiritualitas Ekologis dalam Praktik Keagamaan

Oleh Polykarp Ulin Agan
20 Oktober 2025
Seseorang memberikan paper bag kepada orang lain Bagaimana Hong Kong dapat Membangun Kepercayaan Konsumen terhadap Keberlanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Bagaimana Hong Kong dapat Membangun Kepercayaan Konsumen terhadap Keberlanjutan

Oleh Kun Tian
20 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia