Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Kabar

Dilema Sampah COVID-19 di Asia Selatan

Asia Selatan telah menjadi salah satu penyumbang sampah plastik terbesar sejak sebelum munculnya COVID-19. Di masa pandemi, pengelolaan sampah semakin sulit dikendalikan dengan maraknya penggunaan plastik sekali pakai.
Oleh Tia Hanifa
5 Januari 2022
Ikan terjebak didalam plastik

Foto oleh Nataliya Vaitkevich dari Pexels

Sebelum Pandemi COVID-19, Asia Selatan telah menjadi salah satu wilayah penyumbang polusi plastik terbesar. Dengan meningkatnya kasus COVID-19, pada November 2021 lebih dari 8 juta ton sampah plastik imbas dari pandemi telah dihasilkan secara global. Dari jumlah tersebut, sebanyak lebih dari 25.000 ton sampah plastik telah mencemari lautan.

Dampak Sampah COVID-19

Asia Selatan dihadapkan dengan masuknya limbah secara tiba-tiba dengan sumber daya yang terbatas. Sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik kemudian menumpuk sehingga menyumbat saluran air dan mencemarinya. Akibatnya, sampah tersebut mengancam ekosistem laut dan terurai menjadi mikroplastik yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Lantas, faktor apa saja yang menyebabkan meningkatnya sampah plastik yang salah kelola? 

Sebuah laporan dari Bank Dunia telah mengeksplorasi dampak COVID-19 pada pengelolaan sampah plastik di Asia Selatan.  Bahkan sebelum COVID-19, masalah utama yang mengakar di Asia Selatan sekaligus mempengaruhi rantai daur ulang sampah plastik yaitu sumber daya keuangan yang tidak memadai, fasilitas kelembagaan, keahlian dan kebijakan lingkungan serta kurangnya kesadaran masyarakat. 

Masalah teknis yang utama di Asia Selatan adalah pengumpulan dan transportasi sampah. Hingga saat ini, masih banyak penduduk di Asia Selatan yang tidak memiliki akses ke layanan pengumpulan sampah di kota. Oleh karena itu, para pemulung memainkan peranan besar. Tetapi jenis plastik tertentu memiliki harga yang rendah sehingga sebagian besar plastik tidak dikumpulkan oleh para pemulung.

Kurangnya Sistem Pengelolaan Sampah

Sebagian besar limbah di masa pandemi berasal dari limbah medis yang dihasilkan oleh rumah sakit. Namun, kekurangan sistem pengelolaan limbah medis membuat limbah berbahaya tidak diproses dengan baik. Unit pembakaran untuk limbah medis tidak memenuhi standar internasional dan tidak ada pemisahan yang aman antara limbah medis berbahaya dari limbah padat lainnya.

Selain itu, ada pula peningkatan ketergantungan pada penggunaan plastik sekali pakai. Industri plastik menyebarkan narasi bahwa plastik sekali pakai adalah pilihan yang paling higienis. Penangguhan larangan plastik sekali pakai di beberapa negara juga berpengaruh terhadap menumpuknya sampah plastik. Peningkatan pengiriman ke rumah karena karantina juga menyebabkan peningkatan penggunaan plastik sekali pakai.

Sebelum pandemi, penurunan harga minyak telah menyebabkan meningkatnya persaingan antara industri plastik daur ulang dan market plastik. Dengan narasi populer bahwa plastik sekali pakai lebih higienis sejak pademi COVID-19, harga minyak semakin menurun dan bisnis daur ulang menyusut hingga 50 persen di beberapa negara Asia. Plastik yang seharusnya didaur ulang menjadi tumpukan sampah yang bermuara pada pencemaran. Jika tidak dibakar secara terbuka, sampah – sampah tersebut akan dibuang dan mencemari perairan. 

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM / lockdown) juga berdampak pada para pemulung yang memainkan peran penting dalam industri daur ulang plastik di Asia Selatan. Pengumpul sampah di lima negara Asia (India, Filipina, Vietnam, Thailand, dan Indonesia) melaporkan pengurangan sebesar 65 persen dalam volume plastik yang mereka kumpulkan. Disaat yang sama, pendaur ulang juga melaporkan penurunan rata-rata 50 persen untuk permintaan plastik daur ulang.

Rekomendasi Bank Dunia

Bank Dunia mengusulkan beberapa rekomendasi kebijakan untuk mengelola sampah plastik lebih baik, yaitu:

  • Mendiagnosis, menganalisis, memantau, dan mengkomunikasikan dampak COVID-19 terhadap penggunaan plastik, 
  • Mengintegrasikan pengelolaan polusi plastik dalam rencana pemulihan untuk pembangunan kembali dengan cara yang lebih hijau, tangguh, dan inklusif (build back better).
  • Mengelola sampah plastik sebagai bagian dari limbah medis berbahaya selama pandemi COVID-19.
  • Menjadikan prinsip-prinsip kesiapsiagaan pengelolaan sampah sebagai bagian dari manajemen risiko bencana.
  • Mempercepat upaya untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya polusi plastik dalam konteks pandemi COVID-19. 

Versi asli artikel ini diterbitkan dalam bahasa Inggris di platform media digital Green Network Asia – Internasional.

Editor: Abul Muamar & Marlis Afridah

Penerjemah: Ari Ganesa

Tia Hanifa
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Tia adalah Reporter di Green Network Asia. Ia belajar Ilmu Komunikasi (Studi Media) di Universitas Indonesia.

  • Tia Hanifa
    https://greennetwork.id/author/tiahanifa/
    Salah Kaprah Penggunaan Istilah “Revenge Porn”
  • Tia Hanifa
    https://greennetwork.id/author/tiahanifa/
    Pengantar Menuju Aktivisme Digital: Terlibat Secara Bertanggung Jawab
  • Tia Hanifa
    https://greennetwork.id/author/tiahanifa/
    TikTok & “Green Influencers”: Mampukah Mereka Membuat Perubahan?
  • Tia Hanifa
    https://greennetwork.id/author/tiahanifa/
    COP26: Terobosan dan Hasil Penting dari KTT Iklim Glasgow

Continue Reading

Sebelumnya: Pemberdayaan Perempuan untuk Aksi Iklim yang Responsif Gender
Berikutnya: Bayar Kuliah dengan Inovasi: Pendidikan Berkelanjutan ala DTECH-ENGINEERING

Lihat Konten GNA Lainnya

sawah dengan latar pepohonan kelapa dan gunung di kejauhan Celako Kumali, Kearifan Lokal Suku Serawai untuk Pertanian Berkelanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Celako Kumali, Kearifan Lokal Suku Serawai untuk Pertanian Berkelanjutan

Oleh Abul Muamar
3 Oktober 2025
buku terbuka dengan kaca pembesar tergeletak di atasnya Menjaga Skeptisisme yang Sehat atas Klaim Iklim Perusahaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Menjaga Skeptisisme yang Sehat atas Klaim Iklim Perusahaan

Oleh Jalal
2 Oktober 2025
truk sampah kuning yang diparkir di depan fasilitas pengolahan sampah Bagaimana Institusi Akademik dapat Berkontribusi dalam Pengelolaan Sampah
  • GNA Knowledge Hub
  • Komunitas

Bagaimana Institusi Akademik dapat Berkontribusi dalam Pengelolaan Sampah

Oleh Ponnila Sampath-Kumar
2 Oktober 2025
foto sungai dengan bebatuan dan semak-semak di tepinya serta lata belakang hutan dan langit biru Mengupayakan Keadilan Ekologis
  • GNA Knowledge Hub
  • Kabar

Mengupayakan Keadilan Ekologis

Oleh Seftyana Khairunisa
1 Oktober 2025
gletser di Greenland Seruan untuk Aksi Iklim yang Lebih Kuat di KTT Iklim 2025
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Seruan untuk Aksi Iklim yang Lebih Kuat di KTT Iklim 2025

Oleh Kresentia Madina
1 Oktober 2025
lanskap pulau kecil dengan pepohonan hijau dan tambang. Ironi Raja Ampat: Pengakuan Ganda dari UNESCO dan Kerusakan Lingkungan
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Ironi Raja Ampat: Pengakuan Ganda dari UNESCO dan Kerusakan Lingkungan

Oleh Abul Muamar
30 September 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia