4 Kearifan Masyarakat Adat dalam Menjaga Lingkungan dan Budaya
Masyarakat adat memainkan peran vital dalam kehidupan di Bumi. Bukan hanya sebagai pelestari budaya dan tradisi, masyarakat adat juga sering muncul sebagai penjaga keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam dengan kearifan dan pengetahuan adat yang telah turun-temurun diterapkan. Oleh karena itu, mengakui dan mendukung keberlangsungan peran masyarakat adat serta memastikan pemenuhan hak-hak mereka merupakan hal yang sangat penting.
Di Indonesia, terdapat 2.161 komunitas adat yang tersebar di berbagai wilayah dengan populasi sebanyak 4,57 juta jiwa per Juni 2024—menurut data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Sayangnya, meski peran mereka begitu penting, komunitas adat seringkali terpinggirkan dalam agenda pembangunan dan dilanggar hak-haknya. Konflik agraria; perampasan tanah adat untuk dijadikan lahan perkebunan industri, pertambangan, dan berbagai proyek pembangunan lainnya; hingga kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang mempertahankan tanahnya; telah relatif sering terjadi di berbagai wilayah Indonesia.
Kearifan Masyarakat Adat
Hingga tahun 2024, Indonesia masih belum memiliki regulasi yang secara khusus mengatur tentang perlindungan hak masyarakat adat. RUU Masyarakat Adat yang telah diusung sejak tahun 2003 masih belum menemui kejelasan untuk disahkan. Sementara harapan akan adanya perlindungan yang lebih baik dalam mendukung peran mereka masih menggantung, kearifan masyarakat adat dalam menjaga budaya dan lingkungan sangat penting untuk diketahui. Pengetahuan adat dari berbagai komunitas dapat memberikan pelajaran dan solusi berharga bagi upaya mewujudkan kehidupan yang lebih baik untuk manusia dan planet Bumi. Berikut empat kearifan masyarakat adat yang ada di Indonesia.
1. Menjaga dan Melestarikan Hutan
Mayoritas masyarakat adat hidup di hutan. Mereka menjaga dan melestarikan hutan yang memberikan manfaat bagi ekosistem dan kehidupan manusia. Peran mereka telah berlangsung jauh sebelum konservasi modern muncul.
Salah satu komunitas adat penjaga hutan adalah Masyarakat Hukum Adat (MHA) Punan Batu Benau Sajau, yang mendiami wilayah Gunung Batu Benau-Sungai Sajau di Kalimantan Utara. Mereka disebut-sebut sebagai masyarakat pemburu dan peramu terakhir di Kalimantan.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), MHA Punan Batu Benau Sajau telah melindungi kawasan hutan seluas 18.429 hektare di tengah kepungan perusahaan perkebunan. Mereka memiliki aturan yang melarang segala bentuk aktivitas pengrusakan alam yang diturunkan secara turun temurun oleh leluhur mereka.
Selain itu, ada pula masyarakat adat Suku Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, yang masih memegang teguh tradisi, dan hukum adatnya dalam mengelola dan melestarikan hutan. Mereka meyakini bahwa hutan adalah tempat sakral karena di hutanlah Bumi pertama kali dibuat. Masyarakat Suku Kajang hidup dalam sebuah filosofi Kamase-masea, yaitu cara hidup tradisional dan bersahaja. Filosofi ini mengajarkan mereka untuk hidup sederhana dan secukupnya sehingga pengelolaan sumber daya alam di hutan dilakukan untuk menjaga keseimbangan ekologis.
2. Menjaga Laut
Tidak hanya hutan, banyak juga komunitas adat yang berperan dalam menjaga kelestarian laut di Indonesia dengan tradisi yang mereka miliki. Misalnya Komunitas adat Suku Baineo di Nusa Tenggara Timur. Komunitas adat ini memiliki tradisi Lilifuk yang berperan dalam menjaga ekosistem terumbu karang. Lilifuk merupakan kolam air laut berukuran besar yang dibentuk dengan cara menutup aliran laut selama enam bulan hingga satu tahun. Selama periode tersebut, tidak boleh ada aktivitas apa pun di dalam lilifuk, termasuk menangkap ikan. Pelanggar aturan ini harus membayar denda, baik berupa uang atau hewan ternak.
Ada juga komunitas adat Suku Moi Kelim di Papua Barat yang menjaga laut dengan tradisi Egek yang mirip dengan sasi laut yang banyak ditemui di wilayah Maluku. Tradisi Egek diterapkan sebagai satu upaya menjaga keseimbangan biota laut, mencegah pengambilan hasil laut berlebihan, dan memberikan kesempatan bagi laut untuk memulihkan diri sebelum dimanfaatkan kembali.
Di banyak daerah, masyarakat adat yang hidup di wilayah pesisir dan pulau kecil juga menetapkan pantangan menangkap ikan pada hari-hari tertentu untuk menjaga populasi ikan dan keberlangsungan ekosistem di laut.
3. Menjaga Sumber Air
Hutan biasanya berperan sebagai sumber air, dilintasi oleh sungai, atau berada di dekat danau. Maka tidak mengherankan apabila masyarakat adat yang tinggal di hutan juga turut melestarikan sumber-sumber air. Contohnya masyarakat adat Lembak di Bengkulu yang mensakralkan Danau Dendam Tak Sudah. Komunitas adat ini memiliki beberapa tradisi yang berkaitan dengan aktivitas pertanian dan penangkapan ikan di danau, yang bertujuan untuk menjaga kebersihan danau dan populasi ikan di hidup di dalamnya. Di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, ada tradisi Mantari Bondar, dimana masyarakat adat di empat desa–yakni Desa Haunatas, Desa Tanjung Rompa, Desa Bonandolok, dan Desa Siranap–berkomitmen untuk menjaga kelestarian sumber air dan hutan.
4. Melindungi Keberlangsungan Keanekaragaman Hayati
Cara-cara masyarakat adat dalam memperlakukan dan memanfaatkan alam, baik hewan maupun tumbuhan, selaras dengan prinsip-prinsip pelestarian keanekaragaman hayati. Mereka tidak menebang pohon dalam jumlah berlebih dan berburu hewan secukupnya untuk menjaga populasi di alam. Di banyak daerah, masyarakat adat biasanya juga memberlakukan larangan untuk menebang pohon dan berburu hewan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
Selain yang telah disebutkan di atas, masyarakat adat juga memegang peran vital dalam pelestarian budaya dan bahasa daerah. Di Indonesia, banyak bahasa daerah yang telah punah dan lebih banyak lagi yang terancam punah. Hal ini berarti ada banyak budaya, pengetahuan, sejarah, dan nilai-nilai dari komunitas adat yang terancam musnah. Oleh karena itu, memperkuat perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat adat, dan memastikan hak-hak mereka terpenuhi, tidak dapat disangkal lagi merupakan sebuah keharusan.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.