Melindungi Bentang Alam Karst Demi Keberlanjutan Ekosistem
Bentang alam karst, yang terdiri dari bukit batuan hasil sedimen, berperan penting dalam keseimbangan dan keberlanjutan ekosistem. Namun, berbagai aktivitas manusia, seperti pembangunan, pertambangan, dan pengembangan pariwisata, telah merusak bentang karst di banyak tempat, dan kerusakannya turut membawa dampak buruk bagi ekosistem maupun manusia. Mirisnya, kerusakan dan pengrusakan karst seringkali disebabkan karena masih kurangnya wawasan terkait karst serta peran pentingnya bagi lingkungan, hewan, serta manusia. Oleh karena itu, mengenal peran karst dapat menjadi langkah awal yang penting dalam upaya perlindungan kawasan sekaligus ekosistem karst.
Mengenal Bentang Alam Karst dan Persebarannya
Karst merupakan bentang alam yang terdiri dari bukit batuan sedimen, yang sebagian besar terdiri dari kalsium karbonat. Bukit batuan karst terbentuk dalam waktu jutaan tahun, sebagian besar oleh organisme laut yang mampu menghasilkan (sekresi) kalsium, misalnya karang dan brakiopoda, sebelum tektonik mengangkat bukit-bukit tersebut ke atas permukaan laut.
Selama proses pembentukannya, sedimen lunak yang menutupi permukaan bukit perlahan hilang melalui pelapukan mekanis dan kimia. Proses ini kemudian menghasilkan formasi karst “tower” atau karst “menara” dan karst “kokpit” di daerah tropis. Karst menara umumnya terdiri dari tebing yang tinggi, terjal, serta dipenuhi gua. Sementara itu, karst kokpit umumnya berbentuk kerucut dengan kemiringan landai.
Di Indonesia, karst dikenal sebagai bentang alam yang terbentuk akibat pelarutan air pada batu gamping atau batu dolomit. Potensi kawasan karst yang dimiliki Indonesia mencapai luas 1,54 juta hektare, atau sekitar 8% luas daratan Indonesia, dengan 1.852 gua, 187 sungai bawah tanah, 1.034 ponor (lubang dengan aliran air di tanah), 32 telaga karst, dan 839 mata air. Namun, jumlah tersebut masih dapat bertambah karena penelitian tentang karst masih sedikit dan data yang ada belum komprehensif.
Adapun contoh bentang alam karst di Indonesia di antaranya Raja Ampat, Papua Barat; Lembah Baliem, Wamena, Papua; dan Kepulauan Aru, Maluku.
Peran Penting
Bentang alam karst berperan penting dalam keberlanjutan ekosistem. Sejumlah penelitian menunjukkan peran besar karst dalam penyerapan karbon, karena karst mengandung bebatuan yang mengikat karbon. Kawasan karst diperkirakan menyerap sekitar 0,41 miliar ton karbon dioksida dari atmosfer setiap tahun, dan melepaskan sekitar 0,3 miliar ton dalam proses pembentukan karst (karstifikasi), sehingga kawasan karst diperkirakan mampu menyimpan sekitar 0,11 miliar ton karbon dioksida tiap tahunnya. Meski terdapat perbedaan pendapat mengenai kapasitas penyerapan karbon bentang alam karst, yang dipengaruhi oleh iklim serta tutupan vegetasi, namun kemampuannya dalam menyerap karbon tetap disepakati.
Selain itu, kawasan karst berperan besar sebagai penyerap air hujan, yang kemudian dapat menyediakan sumber mata air bersih bagi manusia. Satu kawasan karst saja diperkirakan bisa menyediakan hingga 30 sumber mata air. Kawasan karst Maros, di Sulawesi Selatan, misalnya, memperlihatkan nilai penggunaan air oleh masyarakat mencapai Rp406,5 miliar per tahun. Contoh lain yaitu kawasan karst Gunung Sewu, yang terbentang di sepanjang pantai selatan Kabupaten Gunungkidul (Daerah Istimewa Yogyakarta), Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah), hingga Kabupaten Tulungagung (Jawa Timur), diperkirakan memenuhi kebutuhan air 120.000 orang yang tinggal di sekitarnya melalui dua sistem sungai bawah tanah Gua Seropan dan Gua Bribin.
Kawasan karst juga merupakan tempat tinggal bagi berbagai macam flora dan fauna, menjadikannya pendukung penting keanekaragaman hayati. Pada ekosistem karst Indonesia, diperkirakan tinggal sekitar 146 spesies mamalia, 356 spesies burung, 51 spesies amfibi, dan 100 spesies fauna gua yang hidup berasosiasi dengan karst.
Karena bentuknya yang tidak biasa, gua karst sering dilibatkan dalam kisah mistis yang berkembang dalam masyarakat, hingga tempat pelaksanaan upacara adat dan keagamaan, serta tempat pemakaman jenazah (contohnya oleh suku Dayak di Kalimantan). Hal ini berkaitan juga dengan pemanfaatan karst sebagai situs budaya, karena banyak peninggalan kebudayaan yang ditemukan di gua karst, misalnya gambar cadas berusia 44.000 tahun yang ditemukan di dinding Gua Leang Bulu’ Sipong 4 di kawasan karst Maros, Sulawesi Selatan.
Ancaman terhadap Kelestarian Karst
Meski berperan besar terhadap keberlanjutan ekosistem, wawasan mengenai karst kurang populer dan penelitian yang membahasnya masih relatif sedikit. Hal tersebut berdampak pada pengelolaan kawasan karst yang kurang baik oleh pemerintah, yang berujung pada eksploitasi bukit karst.
Di Indonesia, ancaman terbesar karst adalah industri semen, yang membutuhkan batu gamping sebagai bahan baku utama. Perusahaan semen sering kali mengeksploitasi batu gamping atau batu kapur melalui pertambangan, yang berdampak pada kelestarian ekosistem setempat.
Di Pegunungan Kendeng, misalnya, warga dari tujuh kabupaten berbeda bergantung pada sumber air dari anak sungai gugus pegunungan karst tersebut. Namun, industri semen, baik pabrik semen besar maupun tambang kapur, menyebabkan kerusakan terhadap pegunungan ini, sehingga mengakibatkan kelangkaan serta pencemaran air. Selain itu, pertambangan kapur dan industri semen di lokasi ini juga turut menyebabkan gagal panen dan merusak 40.000 ton gabah senilai 45 miliar rupiah pada tahun 2020.
Tambang kapur dari pabrik semen lain juga dibangun di Pegunungan Sekerat, Kutai Timur, pada Agustus 2023. Sama seperti di Pegunungan Kendeng, pabrik semen ini juga menyebabkan pencemaran air yang bersumber dari pegunungan karst Sekerat.
Selain itu, kawasan karst juga terancam oleh pembangunan pengembangan pariwisata. Misalnya dalam rencana pembangunan beach club yang melibatkan selebritas Indonesia, Raffi Ahmad, di Kawasan Bentangan Alam Karst (KBAK) Gunungsewu, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Meningkatkan Perlindungan
Dalam meningkatkan perlindungan terhadap bentang alam karst, diperlukan upaya yang lebih serius dari pemerintah. Pemerintah perlu mempertimbangkan penghentian pemberian izin tambang di kawasan karst, dan izin yang telah terlanjur diberikan juga harus ditinjau kembali untuk melihat bagaimana dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga perlu menerbitkan peraturan lanjutan dalam rangka konservasi kawasan karst, sebab peraturan yang ada selama ini masih memiliki banyak kelemahan.
Penelitian lebih lanjut juga sangat diperlukan dalam upaya perlindungan kawasan karst, dan data kawasan karst di Indonesia juga perlu diperbaharui. Diseminasi hasil penelitian yang menyoroti peran penting karst dan potensi kerusakannya dapat berkontribusi dalam meningkatkan pemahaman masyarakat dan pemerintah mengenai isu terkait. Yang terakhir, komitmen serius dari para pemangku kepentingan, terutama pemerintah dan pelaku usaha, sangat diperlukan dalam menghentikan praktik bisnis yang merusak lingkungan.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Titis adalah Intern Reporter di Green Network Asia. Ia sedang menempuh semester akhir pendidikan sarjana Ilmu Hukum di Universitas Brawijaya. Ia memiliki passion di bidang penelitian lintas disiplin, penulisan, dan pengembangan komunitas.