Mendorong Layanan Kesehatan Mental Berbasis Masyarakat
Foto: Defense Visual Information Distribution Service di Picryl.
Ketika membahas tentang layanan kesehatan mental, persepsi yang paling umum adalah berupa gambaran di rumah sakit jiwa dimana pasien dikucilkan, terpisah dari masyarakat dan aktivitas umum. Namun, ini bukanlah satu-satunya pendekatan. Ada model layanan kesehatan mental berbasis masyarakat, dengan pendekatan yang menekankan welas asih dan mengutamakan keterlibatan masyarakat dalam merawat individu dengan penyakit mental.
Kelemahan Layanan Kesehatan Mental Konvensional
Dalam laporan Kesehatan Aon dan TELUS 2023, terungkap bahwa 35% pekerja di Asia menghadapi risiko masalah kesehatan mental yang tinggi, dan 47% lainnya memiliki risiko sedang. Selain itu, 54% pekerja yakin bahwa karier mereka akan terhambat jika pemberi kerja tahu penyakit mental mereka.
Rumah sakit dan pusat layanan kesehatan mental konvensional lainnya memang telah lama membantu masyarakat, namun pendekatan yang diterapkan menunjukkan beberapa kelemahan. Mengisolasi pasien karena alasan keamanan dapat membatasi interaksi mereka dengan keluarga dan sesama pasien. Selain tidak manusiawi, tindakan isolasi juga dapat menimbulkan perasaan terkurung pada pasien, dan membuat hak-hak mereka dilucuti.
Dalam berbagai layanan kesehatan mental konvensional, lingkungan yang tertutup dapat menimbulkan potensi kasus pelecehan. Pendekatan ini seringkali tidak memiliki pengawasan yang memadai dari dunia luar, sehingga sulit untuk menilai bagaimana perawat memperlakukan pasien di dalam rumah sakit.
Layanan Kesehatan Mental Berbasis Masyarakat sebagai Alternatif

Model layanan kesehatan mental berbasis masyarakat menawarkan alternatif menarik yang berakar pada model Trieste dari tahun 1960-an. Berfokus pada pengobatan pasien penyakit mental secara bermartabat, pendekatan ini memprioritaskan keterlibatan masyarakat dan aktivitas sehari-hari, dengan berpedoman pada slogan “kebebasan adalah terapi”.
Di Trieste, Italia, orang-orang dengan masalah kesehatan mental, yang dulu berada di gedung fasilitas kesehatan mental, kini secara aktif didorong untuk melakukan pekerjaan di kota. Transformasi ini difasilitasi oleh koperasi sosial La Collina, yang beroperasi dalam kerangka model Trieste.
Orang-orang dengan penyakit mental dipersilakan untuk bekerja di berbagai tempat seperti kafe, museum, perpustakaan, dan bengkel menjahit. Mereka dapat berkontribusi aktif untuk masyarakat, membantu staf di tempat kerja sambil tetap menerima pengobatan kapan saja, 24 jam dalam seminggu.
Layanan kesehatan mental berbasis masyarakat menghindarkan orang-orang dengan gangguan mental untuk menjalani isolasi yang traumatis. Sebaliknya, pendekatan ini menyediakan perumahan jangka pendek yang menawarkan dukungan berharga berdasarkan pengalaman hidup mereka.
Kesadaran Komunal, Inklusi, dan Aksesibilitas
Namun, untuk menerapkan layanan kesehatan mental berbasis masyarakat, beberapa aspek harus dipertimbangkan untuk menciptakan lingkungan perawatan yang efektif.
Sebagai pendukung utama, lingkungan sekitar seperti tempat kerja, sekolah, atau keluarga perlu memupuk kesadaran dan pemahaman mereka tentang tantangan kesehatan mental. Dengan demikian, mereka dapat membantu menghilangkan stigma sosial tentang penyakit mental dan bukan malah melanggengkannya. Pengetahuan dan wawasan mengenai masalah kesehatan mental juga merupakan prasyarat untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman, inklusif, dan mendukung.
Faktor budaya juga mesti diperhatikan. Setiap budaya memiliki keyakinan, sikap, dan cara yang berbeda dalam menangani masalah kesehatan mental. Oleh karena itu, penting juga untuk mengakui perbedaan budaya ini untuk memberikan dukungan dan kepedulian yang lebih inklusif dalam komunitas yang beragam.
Pada akhirnya, menjamin akses universal terhadap layanan dan fasilitas kesehatan mental adalah prioritas. Asia Tenggara sendiri masih memiliki jumlah pekerja kesehatan mental per kapita terendah. Selain itu, layanan dan fasilitas kesehatan mental di kawasan ini juga masih kurang. Hal ini menyebabkan empat dari lima orang tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan mental.
Pengembangan dan penerapan layanan kesehatan mental berbasis masyarakat sebagai pendekatan alternatif akan bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan semua orang. Advokasi terkait kebijakan, pendanaan, dan tindakan pemerintah merupakan langkah penting untuk meningkatkan perawatan pasien penyakit mental di fasilitas kesehatan. Hal ini termasuk melindungi hak-hak individu dengan masalah kesehatan mental, mencegah pelanggaran, dan memastikan akses perawatan untuk semua.
Editor: Nazalea Kusuma
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Di tengah tantangan global yang semakin kompleks saat ini, membekali diri, tim, dan komunitas dengan wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) bukan lagi pilihan — melainkan kebutuhan strategis untuk tetap terdepan dan relevan.
Dinda adalah Asisten Kemitraan Internasional di Green Network Asia. Ia meraih gelar sarjana Hubungan Internasional dari Universitas Presiden. Sebagai bagian dari Tim Internal GNA, ia mendukung kemitraan organisasi dengan organisasi internasional, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil di seluruh dunia melalui publikasi digital, acara, pengembangan kapasitas, dan penelitian.

Mendengarkan Wisik dari Bukit Pnyx: Meretas Jalan Demokratis di Tengah Polikrisis
Melihat Nilai-Nilai Keberlanjutan dalam Kebijakan Pariwisata Nasional Uganda
Paparan Merkuri pada Burung: Sinyal Bahaya bagi Manusia dan Lingkungan
Menakar Efektivitas Model Insentif Konservasi TFFF untuk Atasi Deforestasi
Kepemimpinan Keberlanjutan di Tengah Kelelahan Global: Refleksi dari Survei Pemimpin Keberlanjutan 2025
Merenungkan Pemahaman Kita tentang Bencana