Pengantar Menuju Aktivisme Digital: Terlibat Secara Bertanggung Jawab
Internet mengubah banyak aspek di dunia tempat kita hidup. Salah satunya perihal aktivisme.
Semakin banyak orang yang mengambil bagian dalam berbagai wacana dan gerakan di internet. Melalui ruang digital, menjadi lebih mudah bagi mereka yang sering terabaikan di ruang offline (luring) untuk mendapatkan dan berbagi informasi, menemukan atau menciptakan ruang aman, serta terlibat dalam diskusi.
Mengenal Aktivisme Digital
Bennett dan Segerberg, dalam “The logic of connected action: Digital media and the personalization of contentious politic”, menunjukkan bagaimana gerakan-gerakan seperti Arab Spring, European Indignados, Occupy Wall Street, atau yang lebih terkini seperti #MeToo dan #BlackLivesMatter, semuanya memiliki kesamaan: fakta bahwa ruang digital memainkan peran besar dalam mendorong mereka, dengan sedikit atau tanpa keterlibatan dari organisasi gerakan sosial konvensional.
Ruang digital telah membantu mendemokrasikan informasi dan menyediakan panggung bagi suara-suara yang terpinggirkan untuk membentuk kontra publik di mana mereka dapat bekerja secara mandiri atau kolektif untuk menentang struktur dominan dan menciptakan perubahan sosial. Sifat publik yang berjejaring memungkinkan narasi tandingan meningkat dengan cepat dan didengar oleh mayoritas.
Kini, sudah menjadi hal yang lazim saat bangun tidur, orang langsung membuka Twitter, dan mengetahui bahwa negara, atau bahkan dunia, sedang geger karena kabar tangki minyak yang tumpah di laut atau tentang seorang perempuan yang membeberkan tentang kekerasan seksual. Bahkan Tiktok pun bisa menjadi wadah lain untuk belajar tentang isu-isu lingkungan dan keberlanjutan.
Sangat mudah pula untuk menyukai atau me-retweet sebuah unggahan sambil menjalani hari-hari. Akan tetapi, ruang digital juga dapat membuat aktivisme yang tadinya bisa merebak dengan cepat, kandas dengan cepat pula.
Terlibat dengan Hati-hati & Bertanggung Jawab
Jika Anda ingin berbuat lebih banyak dan berjuang lewat jalur “kliktivisme“, untuk mempelajari lebih lanjut tentang suatu masalah dan menjaga gerakan tetap hidup, kami memiliki beberapa tips untuk Anda ingat saat Anda terjun ke dalam aktivisme digital:
- Memiliki perhatian dan kemauan yang konsisten untuk belajar
Sejak gerakan #BlackLivesMatter muncul, banyak orang di seluruh platform media sosial menunjukkan bahwa gerakan ini bukan sekadar tren dan betapa pentingnya untuk terus peduli, melakukan proses belajar “learn-unlearn-relearn” tentang masalah rasial bahkan setelah tagar berhenti menjadi tren. Dengan sifat kesementaraan konten viral di internet, penting untuk diingat bahwa masalah sosial tidak abrakadabra teratasi begitu masalah itu berhenti menjadi tren.
Setiap gerakan telah ada selama bertahun-tahun dengan sejarah panjang dan merupakan perjuangan yang masih berlanjut. Oleh karena itu, sebagai seseorang yang baru saja menemukan masalah sosial tertentu, penting untuk benar-benar peduli dan memahami lebih banyak serta mencari cara untuk menerapkan apa yang telah Anda pelajari dalam kehidupan sehari-hari Anda.
Tentu, ada jutaan ketimpangan dan masalah di Bumi ini dan tidak mungkin kita menguasai semuanya. Namun, interseksionalitas menunjukkan bahwa semua masalah saling terkait. Untuk menghapus diskriminasi dan terbebas dari penindasan, setidaknya seseorang harus sadar dan peduli terhadap bentuk-bentuk penindasan lainnya.
- Ikuti akun, media, dan sumber informasi lain yang berkaitan dengan masalah tersebut
Pertama-tama, Anda dapat memulai dengan mencari kata kunci dan istilah yang sebelumnya tidak Anda kenal. Baca artikel dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah sosial, yang ditulis oleh mereka yang terkena dampak langsung.
Manfaatkan algoritma media sosial untuk membantu Anda. Dengan mengikuti akun yang membicarakan masalah itu di Instagram, Anda dapat menemukan akun lain yang berkaitan dari fitur “Disarankan untuk Anda”. Di Twitter, Anda dapat mengikuti Topik tertentu dan cuitan-cuitan yang berhubungan dengan topik tersebut akan muncul di fitur Feed Anda.
Mengikuti seorang aktivis atau peneliti yang aktif dalam gerakan dapat membantu membuka gerbang untuk informasi lebih lanjut mengenai masalah yang Anda pedulikan. Ini juga bisa sesederhana memperluas lingkaran Anda dan mengikuti orang-orang dari komunitas yang terpinggirkan, yang dapat memberi Anda wawasan tentang kehidupan sehari-hari mereka dan perjuangan yang mereka hadapi.
- Waspadai ruang gema dan cobalah untuk keluar darinya
Walaupun dapat sangat membantu, algoritma juga bisa menjadi “bumerang” bagi Anda. Penelitian yang tak terhitung jumlahnya telah mengungkap bahaya algoritma, contohnya ruang gema.
Seperti yang dijelaskan dalam penelitian ini, “ruang gema dapat bertindak sebagai mekanisme untuk memperkuat pendapat yang ada dalam suatu kelompok dan, sebagai hasilnya, menggerakkan seluruh kelompok ke posisi yang lebih ekstrem.”
Algoritma media sosial memberi Anda informasi dan pendapat yang serupa dengan apa yang Anda pikirkan sekaligus dapat melanggengkan ketidakakuratan dan bias. Meski tidak ada cara untuk menghindari ruang gema sepenuhnya, dalam artikel The Guardian ini, David Robert Grimes menyarankan kita untuk:
- Menganalisis sumber kita.
- Belajar untuk tidak percaya begitu saja pada sesuatu hanya karena sesuatu itu menegaskan keyakinan kita, dan bersedia untuk mengubah pandangan setelah melihat bukti yang akurat dan terpercaya.
- Selalu introspeksi diri dan refleksi sumber informasi Anda
Perihal ketimpangan, penting untuk merenungkan sumber Anda. Siapa yang berbicara? Di mana posisi mereka dalam masalah ini? Apakah mereka yang mengalami penindasan atau hidup dan menderita akibat langsung dari masalah tersebut?
Sebagai contoh, pengalaman menjadi seorang perempuan di Jepang paling baik bila diceritakan oleh seorang perempuan di Jepang.
Kita harus memprioritaskan untuk mendengarkan mereka yang terkena dampak langsung, bagian dari komunitas, atau mereka yang terpinggirkan. Jika kita bukan bagian dari komunitas, penting untuk meletakkan mikrofon dan belajar menutup mulut tentang topik yang tidak kita pahami atau tidak pernah kita alami.
Selain refleksi sumber informasi, refleksi diri juga tidak kalah pentingnya. Dalam “Networked feminism: counterpublics and the intersectional issues of #MeToo”, Verity Trott menekankan pentingnya “terlibat dalam refleksi tentang sudut pandang dan posisi seseorang di masyarakat ketika terlibat dalam percakapan tentang pengalaman hidup dan debat politik.”
Sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan masyarakat marjinal untuk menyatakan posisi dan identitas pembicara ketika membahas isu-isu sosial. Ini karena orang-orang dari latar belakang yang berbeda memiliki pengalaman hidup yang berbeda yang memengaruhi pendirian mereka terhadap isu-isu tertentu.
Terjun ke Lapangan dan Temui Masyarakat Akar Rumput
Aktivisme digital memiliki beberapa kelemahan.
Dalam “The Digital Divide: The Internet and Social Inequality in International Perspective”, Massimo Ragnedda dan Glenn Muschert menjelaskan tentang ketimpangan akses terhadap internet, dan yang juga penting, perihal ketimpangan cara bagaimana internet digunakan oleh berbagai kelompok orang.
“Ketimpangan digital dapat dilihat sebagai cara kesenjangan sosial di-(re)produksi (untuk tidak menyebut dikonsumsi) di era digital menggunakan temuan-temuan baru teknologi komunikasi.”
Banyak belahan dunia yang tidak memiliki infrastruktur yang memadai untuk akses Internet. Oleh karena itu, mereka tidak hadir dan hampir tidak terwakili dalam diskusi digital.
Tak hanya itu, suku, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, serta latar belakang dan status sosial ekonomi juga menjadi faktor dalam tingkat literasi digital serta bagaimana orang memanfaatkan dan disambut di internet.
Sebagai contoh, ada banyak kasus ketika suara-suara yang terpinggirkan angkat bicara, mereka malah dilecehkan, diejek, dan diancam. Hal ini menyebabkan ketimpangan direproduksi dalam jaringan digital dan representasi yang tidak adil secara online.
Meski begitu, Internet adalah tempat yang bagus untuk mulai melibatkan diri dalam masalah sosial dan belajar lebih banyak tentang dunia. Khususnya untuk suara-suara yang terpinggirkan yang mungkin tidak memiliki banyak akses di ruang offline.
Jika Anda siap untuk lebih aktif dalam mengadvokasi suatu masalah dan bergerak lebih dari sekadar mempelajarinya, Anda dapat kapan pun mempertimbangkan untuk bergabung dengan organisasi akar rumput lokal dan berkontribusi dengan cara lain, baik itu secara online maupun offline.
Editor: Nazalea Kusuma
Penerjemah: Abul Muamar
Untuk membaca versi asli tulisan ini dalam bahasa Inggris, klik di sini.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Tia adalah penulis kontributor untuk Green Network Asia. Saat ini bekerja sebagai Client Executive di sebuah perusahaan konsultan komunikasi global berbasis di Jakarta.