Agroforestri untuk Industri Kopi yang Berketahanan Iklim
Foto: Shelby Murphy Figueroa di Unsplash.
Kopi merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Sebagai komoditas, kopi merupakan bagian penting dari ekonomi dan budaya di banyak tempat. Namun, industri kopi sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim yang mengancam produktivitas, kualitas, dan harga kopi secara global. Dalam hal ini, agroforestri memiliki potensi untuk mendukung industri kopi yang berketahanan iklim.
Kopi dan Perubahan Iklim
Produksi kopi rentan terhadap dampak krisis iklim. Perubahan suhu, perubahan pola hujan, dan cuaca ekstrem dapat merusak pertanian kopi dan mengganggu produktivitas dan kualitasnya. Gangguan ini juga membawa dampak sosial-ekonomi bagi para pelaku rantai nilai kopi, termasuk para petani.
Diperkirakan 25 juta rumah tangga di lebih dari 80 negara bergantung pada industri kopi untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan. Sekitar 80% di antaranya adalah petani kecil dengan luas produksi kurang dari 5 hektare. Para petani kecil termasuk kelompok yang paling rentan terhadap perubahan iklim karena terbatasnya kapasitas finansial, pengetahuan, dan teknologi yang mereka miliki.
Menerapkan Agroforestri
Agroforestri memiliki potensi untuk mengatasi isu-isu yang disebutkan di atas dan mendukung industri kopi yang berketahanan iklim. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mendefinisikan agroforestri sebagai “praktik lama yang memadukan berbagai jenis tanaman dengan sistem tanaman pangan dan peternakan.” Agroforestri merupakan solusi berbasis alam yang dapat memberikan manfaat bagi petani kecil dengan mendiversifikasi hasil dan pendapatan mereka, meningkatkan ketahanan pangan, dan meningkatkan ketahanan pertanian terhadap perubahan iklim.
Dalam industri kopi, penerapan agroforestri dapat dilakukan dengan menanam kopi berdampingan dengan pohon-pohon lain, bukan menanamnya di lahan monokultur yang luas. Dalam praktiknya, petani harus didorong dan dibekali dengan pengetahuan dan sistem yang memadai untuk mengadopsi agroforestri di kebun kopi mereka.
Workshop dan pelatihan adopsi agroforestri yang digelar oleh FAO dan Slow Food Coffee Coalition (SFCC) di Malawi dan Uganda dapat menjadi contoh. Workshop ini melibatkan partisipasi aktif para petani kopi dalam mengidentifikasi kondisi, praktik, tantangan, dan motivasi yang ada di sekitar perkebunan kopi mereka yang berkaitan dengan kondisi iklim saat ini.
Selain itu, workshop ini menyediakan pelatihan dan dukungan teknis untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani serta memastikan bahwa sistem dan kebijakan kepemilikan lahan mendukung investasi agroforestri jangka panjang. Lebih dari 342 petani dari 13 komunitas kopi (hampir separuhnya perempuan) berpartisipasi dalam 11 workshop di Malawi, sementara 118 petani (35% di antaranya perempuan) memperoleh manfaat dari pelatihan di Uganda.
Mendukung Industri Kopi yang Berketahanan Iklim
Di tengah meningkatnya suhu dunia dan berbagai risiko bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim, mendukung pertanian yang berketahanan iklim menjadi hal yang sangat penting, termasuk kopi. Mengubah praktik yang ada saat ini untuk melindungi petani dan kesejahteraan mereka sekaligus memastikan pelestarian lingkungan harus didukung dengan sistem yang kuat dan efektif. Komitmen dan partisipasi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil tidak bisa dianggap remeh dalam mewujudkan industri kopi yang berketahanan iklim.
Editor: Nazalea Kusuma
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Join Membership Green Network Asia – Indonesia
Jika Anda menilai konten ini bermanfaat, dukung gerakan Green Network Asia untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia. Dapatkan manfaat khusus untuk pengembangan pribadi dan profesional Anda.
Jadi Member SekarangMadina adalah Asisten Manajer Publikasi Digital di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Program Studi Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Madina memiliki 3 tahun pengalaman profesional dalam publikasi digital internasional, program, dan kemitraan GNA, khususnya dalam isu-isu sosial dan budaya.

Superkapasitor dari Limbah Sawit sebagai Potensi Energi Baru
Pentingnya Pengembangan AI yang Sadar Karbon
Tubuh yang Sakit di Bumi yang Sekarat: Sebuah Refleksi atas Antropologi Kesehatan Planet
Menilik Potensi dan Tantangan Pengembangan Biofuel dari Limbah Pertanian
Kemajuan dan Kesenjangan Energi Terbarukan Dunia sebagai Sumber Listrik
Menurunnya Kadar Oksigen Sungai-Sungai di Dunia