Bagaimana Desa Wisata Pela Lindungi Keberadaan Pesut Mahakam
Degradasi lingkungan dan penangkapan liar telah mengancam keberadaan berbagai satwa langka di Indonesia, termasuk pesut mahakam. Lumba-lumba air tawar yang dapat dijumpai di Sungai Mahakam ini berada dalam situasi kritis dan terancam punah (critically endangered) sehingga butuh berbagai upaya untuk melindunginya. Salah satu upaya dilakukan oleh warga Desa Pela, Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di desa ini mengembangkan desa wisata yang berkontribusi dalam menjaga keberadaan pesut mahakam.
Pesut Mahakam yang Kian Terancam
Berdasarkan laporan monitoring Yayasan Konservasi RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia), dalam rentang waktu antara 2012 hingga 2022, populasi pesut mahakam menyusut dari 84 ekor menjadi 62 ekor. Laporan tersebut juga menemukan bahwa dalam 6 tahun (2017-2022), kematian pesut mahakam melebihi rata-rata 4,9 ekor per tahunnya. Kematian paling banyak disebabkan karena terperangkap rengge, yaitu jaring yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa saat ini pesut mahakam masih menghadapi berbagai ancaman, terutama karena penurunan kualitas habitat. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari polusi suara dari kapal yang mengganggu sistem sonar pesut, sungai yang tercemar oleh bahan kimia dan limbah, dan sedimentasi yang tinggi. Selain itu, keberadaan pesut mahakam juga terancam oleh penurunan jumlah mangsa akibat penangkapan ikan yang intensif, penebangan hutan di tepi sungai, dan alih fungsi hutan rawa menjadi perkebunan kelapa sawit.
Desa Wisata Pela
Desa Pela terletak di antara tepi anak Sungai Mahakam, yakni Sungai Pela, dan di ujung mulut Danau Semayang yang merupakan daerah perlintasan pesut. Pada 2019, berdasarkan keputusan Bupati Kutai Kartanegara, Desa Pela ditetapkan sebagai desa wisata dengan daya tarik wisata danau dan ekosistem pesut. Pengembangan dan pengelolaan Desa Wisata Pela dilakukan oleh Pokdarwis Bekayuh Baumbai Babudaya.
Pengembangan desa wisata bermula dari keprihatinan warga setempat karena sering menemukan pesut di Sungai Pela yang terjerat jaring nelayan dan mati membusuk. Warga desa pun mencari cara untuk menjaga keberadaan pesut tanpa mengganggu aktivitas nelayan. Akhirnya, warga sepakat untuk membangun desa wisata dengan fokus pada konservasi sungai dan vegetasi di sekitarnya. Dengan cara ini, keberadaan pesut di Sungai Pela diharapkan dapat terjaga sehingga menjadi daya tarik wisatawan untuk datang datang ke Desa Pela dan melihat pesut kapan saja.
Pokdarwis sebagai penggerak pariwisata juga turut berupaya untuk mencegah penangkapan liar yang menjadi ancaman utama keberadaan pesut di Desa Pela. Pada tahun 2018, mereka membuat peraturan desa (perdes) yang melarang penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti bom, setrum, dan racun. Tidak hanya itu, Pokdarwis Bekayuh Baumbai Babudaya juga gencar mengampanyekan Rancangan Peraturan Daerah Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam yang masih belum disahkan sejak tahun 2022.
Di samping itu, konservasi pesut juga dilakukan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak. Program Konservasi Endemik (Komik) Pesut Mahakam, misalnya, dibangun atas kerja sama dengan PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), Pemerintah Desa, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Yayasan RASI. Lewat program ini, rengge nelayan dipasangi pinger akustik, yaitu alat yang dapat mengeluarkan sonar dengan frekuensi yang dapat ditangkap pesut mahakam sehingga hewan tersebut dapat menghindari area sekitar jaring nelayan. Program kerja sama ini juga memberdayakan masyarakat lokal untuk menumbuhkan kegiatan wisatanya seperti dengan mendirikan museum nelayan dan memasang papan informasi di area konservasi. Sementara lewat Pemerintah Kutai Kartanegara, Desa Pela mendapat dukungan finansial untuk meningkatkan fasilitas dan infrastruktur guna meningkatkan kunjungan wisatawan.
Melanjutkan Konservasi Pesut Mahakam
Pengembangan Desa Wisata Pela menghasilkan berbagai dampak positif. Selain terjaganya habitat dan berkurangnya tingkat kematian pesut, warga lokal yang menjadi pelaku utama wisata mendapat manfaat ekonomi berupa peningkatan pendapatan. Dan pada 2024, Ketua Pokdawris Bekayuh Baumbai Bebudaya, Alimi, menerima penghargaan Kalpataru 2024 dari KLHK untuk kategori Penyelamat Lingkungan.
Selain itu, pengembangan desa wisata juga menjadi cara untuk mempertahankan kebudayaan asli milik Desa Pela. Namun, capaian desa ini bukan tanpa tantangan mengingat adanya keterbatasan dana, infrastruktur, dan kapasitas masyarakat lokal pada awal pengembangan desa wisata.
Pada akhirnya, pelestarian pesut mahakam tentu membutuhkan upaya yang lebih luas. Pelarangan alat tangkap tertentu seperti yang dilakukan di Desa Pela mesti menjadi peraturan di tingkat yang lebih tinggi dengan sanksi yang tegas untuk mendorong praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan. Investigasi menyeluruh, baik mengenai pencemaran sungai maupun polusi suara yang mengancam keberadaan pesut, perlu dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
“Semoga ke depan ada generasi penerus kita, warga sekitar juga (semoga) mau mengikuti apa yang dilakukan desa, yaitu menjaga pesut dan satwa lainnya serta ragam hayati yang ada di sungai dan danau,” ujar Alimi, Ketua Pokdawris Bekayuh Baumbai Bebudaya, saat menerima penghargaan Kalpataru 2024.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.