Science Film Festival 2023 Serukan Pentingnya Restorasi Ekosistem
Film tidak hanya sekadar tontonan atau hiburan. Layaknya berita atau iklan, film memiliki kekuatan untuk memengaruhi khalayak dan dapat digunakan sebagai saluran untuk menyampaikan pesan dan ajakan tertentu. Di tengah kerusakan lingkungan yang mengancam keberlangsungan hidup manusia dan keanekaragaman hayati, ajakan untuk memulihkan ekosistem menjadi semakin penting. Science Film Festival 2023 yang diinisiasi oleh Goethe-Institut menyerukan pentingnya tindakan untuk merestorasi ekosistem kepada anak-anak dan kaum muda di Indonesia.
Kerusakan Ekosistem Dimana-mana
Kerusakan ekosistem akibat perbuatan eksploitatif manusia terjadi di berbagai belahan dunia. Polusi udara, pencemaran sungai dan laut, degradasi lahan, deforestasi dan alih fungsi lahan, hingga penurunan keanekaragaman hayati adalah sederet contoh nyata kerusakan ekosistem yang terjadi di banyak tempat, termasuk di Indonesia.
Akibat ekosistem yang rusak, kehidupan berjalan dengan tidak seimbang, dan bencana serta krisis terjadi di mana-mana. Perubahan iklim serta perang dan konflik telah menyebabkan dampak yang semakin parah. Karena itu, restorasi ekosistem adalah sebuah urgensi yang memerlukan partisipasi semua pihak, termasuk anak-anak dan kaum muda sebagai generasi penerus. Meningkatkan dan menyebarluaskan pemahaman dan ilmu pengetahuan tentang kondisi lingkungan saat ini dan prediksinya di mata mendatang dapat mendorong aksi yang lebih masif.
Science Film Festival 2023
Science Film Festival (Festival Film Sains) adalah perayaan komunikasi sains di Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, dan Timur Tengah yang digelar setiap tahunnya sejak tahun 2005. Bekerja sama dengan mitra lokal, festival ini bertujuan untuk mempromosikan literasi sains dan memfasilitasi kesadaran akan isu-isu ilmiah, teknologi, dan lingkungan kontemporer melalui film internasional dan lokal dan disertai dengan kegiatan pendidikan.
Science Film Festival 2023 merupakan perhelatan yang ke-14 di Indonesia sejak 2010. Melibatkan siswa SD hingga SMA dari 70 kabupaten/kota di Indonesia, festival tahun ini mengusung tema “Agenda Dekade Restorasi Ekosistem dari PBB”, untuk menyampaikan seruan bagi perlindungan dan pemulihan ekosistem kehidupan di seluruh dunia. Agenda tersebut merujuk pada periode 2021 hingga 2030 yang merupakan tenggat waktu pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Sebanyak 18 film dari 12 negara akan diputar dalam Science Film Festival 2023, yang berlangsung pada 21 Oktober hingga 30 November. Film-film tersebut merupakan hasil kurasi yang berlangsung sejak Maret 2023 dan akan diputar secara langsung (offline) di beberapa sekolah yang ada di Jabodetabek, Blitar, Surabaya, Belitung Timur, dan Medan; serta secara daring di sekolah-sekolah di beberapa daerah lainnya.
Beberapa film yang akan diputar di antaranya Animal Intelligence (Argentina), Checker Tobi: The Waste Check (Jerman), House of Little Scientist – Starfish (Thailand), Kelp – South Africa’s Golden Forests (Afrika Selatan), dan Kisah Kawal Dugong (Indonesia). Selain pemutaran film, Science Film Festival 2023 juga menghadirkan eksperimen sains yang akan dilakukan di sejumlah pusat sains di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Pontianak.
Festival tahun ini didukung oleh sejumlah mitra seperti Kemendikbudristek; Kedutaan Besar Republik Federal Jerman; Bildungskooperation Deutsch (BKD); Rolls-Royce; FAO, UNEP, Universitas Paramadina; Unika Atma Jaya; Universitas Negeri Jakarta, PGRI, serta 300 mitra lokal yang mencakup sekolah, institusi pendidikan, pusat sains, komunitas, dan media.
“Science Film Festival berkomitmen menyoroti pentingnya pertimbangan ekosistem dalam pengelolaan lahan, air, dan sumber daya hayati secara terpadu. Tak hanya itu, komitmen ini juga menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk meningkatkan upaya mengatasi penggurunan, degradasi lahan, erosi dan kekeringan, kehilangan keanekaragaman hayati, dan kelangkaan air,” kata Stefan Dreyer, Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru saat pembukaan acara di Gedung Kemendikbudristek, 21 Oktober 2023.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.