Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • Topik
  • Wilayah
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
    • Dunia
  • Soft News
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Akar Rumput
  • Muda
  • ESG
  • Opini
  • Unggulan

Menunggu Kiprah Nahdlatul Ulama dalam Menyelamatkan Hutan Jawa

Setelah penandatanganan MoU kedua antara PBNU dan KLHK, wajar rasanya untuk bisa melihat kiprah NU dalam penyelamatan hutan Jawa.
Oleh Handoko
31 Oktober 2022
ilustrasi pohon dengan ekskavator di dekatnya.

Ilustrasi oleh Irhan Prabasukma.

Panduan Artikel Opini GNA

Pelajari Lebih Lanjut

Pada Pengukuhan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masa Khidmat 2022-2027 dan Harlah ke-96 NU di Balikpapan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya melakukan penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) dengan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf untuk kerjasama upaya Pelestarian, Pemulihan, dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan dan Lingkungan Hidup. Itu adalah kali kedua KLHK dan PBNU melakukan penandatanganan MoU setelah sebelumnya pada 11 April 2018. Sayangnya, pascapenandatanganan MoU pertama itu, tidak terlihat ada tindak lanjut di lapangan.

Penandatanganan MoU kedua ini semestinya ditindaklanjuti dengan aksi nyata di lapangan. Apalagi, KLHK telah menerbitkan SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 terkait  penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) pada 5 April. 

Penerbitan SK 287 didasari oleh ‘kekecewaan’ KLHK terhadap sistem pengelolaan hutan Jawa yang dilakukan oleh Perhutani. Indikatornya berdasarkan pada laju deforestasi yang terus terjadi dari tahun ke tahun, kondisi keuangan perusahaan yang belum juga membaik, serta banyaknya kasus tenurial di lapangan. Sampai akhirnya, KLHK menerbitkan Peraturan Menteri P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 Tentang Perhutanan Sosial, serta P.39/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 Tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani. 

Namun kedua peraturan ini gagal mengembalikan hijaunya hutan Jawa dan kesejahteraan masyarakat desa hutan di sekitarnya. Bahkan di beberapa wilayah terindikasi mangkrak dan belum berhasil meskipun dikawal langsung oleh KLHK.

Memicu Konflik

Kegagalan pengelolaan hutan Jawa, di samping dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan dan terus menurunkan kualitas udara, juga telah memicu konflik horizontal di tingkat tapak. Konflik menjadi semakin meruncing setelah keluar P.83 dan P.39 serta penerbitan SK 287. 

Kini masyarakat yang pro dan kontra saling berhadap-hadapan. Saling klaim hak pengelolaan terjadi di berbagai daerah. Bila dibiarkan berlanjut, dikhawatirkan akan terjadi penjarahan aset tegakan seperti yang terjadi pascareformasi serta perkelahian memperebutkan lahan garapan di antara sesama penduduk. Celakanya di antara mereka yang berkonflik baik yang pro maupun yang kontra adalah warga Nahdlatul Ulama (NU). 

Seperti diketahui bahwa sebagian besar warga NU berada di pulau Jawa dan tinggal di pedesaan. Meskipun secara struktural mereka yang berkonflik tidak terdaftar sebagai pengurus atau anggota NU, tetapi secara kultural mengamalkan amalan NU dalam beribadah dan menjalankan aktivitas keseharian, atau biasa disebut jamaah.

Untuk diketahui, semula Perhutani menguasai 2,4 juta hektare lahan di pulau Jawa yang terdiri dari hutan lindung dan hutan produksi. Sejak tahun 2001 Perhutani membentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di lebih 5.000 desa di pulau Jawa dan Madura. Program ini dikenal dengan sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Tujuannya memberi kesempatan lebih luas kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi mengelola sumber daya hutan agar masyarakat sekitar hutan bisa meningkat kesejahteraannya. 

Awalnya program ini dibentuk sebagai solusi untuk menghentikan penjarahan hutan dan lahan setelah reformasi. Sayangnya, program itu hanya bisa berjalan efektif pada awal-awal pendiriannya. Setelahnya lebih banyak dimanfaatkan oleh para oknum untuk memupuk kepentingan meskipun diakui masih ada beberapa LMDH yang masih eksis dan diterima oleh masyarakat sekitarnya.

Tidak berbeda dengan LMDH, program yang dikawal langsung oleh KLHK melalui Perhutanan sosial (PS) mengalami hal serupa. Program yang digadang-gadang didukung seluruh kementerian dan BUMN ini belum menunjukkan titik keberhasilan. Di beberapa lokasi, para petani masih kesulitan mendapatkan akses pembiayaan, jaringan pasar, dan teknologi meski sudah memegang sertifikat dan bukti hak pengelolaan, sehingga mereka kembali ke pola lama.

Berharap pada Nahdlatul Ulama

Belajar dari dua kegagalan sebelumnya, setelah penandatanganan MoU kedua antara PBNU dan KLHK tersebut, wajar rasanya untuk bisa melihat kiprah NU dalam penyelamatan hutan Jawa. “Menyelamatkan Hutan Jawa” berarti menempatkan hutan Jawa pada tiga fungsi utamanya, yaitu fungsi ekologis, fungsi sosial, dan fungsi ekonomi. Sehingga, slogan hutan lestari masyarakat sejahtera bukan menjadi basa-basi semata.

Setidaknya ada empat peran yang bisa dimainkan oleh NU (PBNU) untuk menyelamatkan hutan Jawa:  

  • Mencegah pertikaian di antara pihak yang pro dan kontra dalam transformasi hutan Jawa. Dalam hal ini, NU bisa menjadi fasilitator untuk mendamaikan dua pihak yang saling berhadapan, dan mengutamakan hak mengelola pada masyarakat yang sudah mengelola sebelumnya, yang tinggal di sekitar hutan dengan tetap mengacu pada aturan yang berlaku. 
  • Mengembalikan hutan Jawa menjadi paru-paru dunia. Ini berarti mengembalikan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya tanpa meninggalkan fungsi yang lain. NU memiliki sumber daya yang melimpah sampai di tingkat tapak. Melalui Ulama NU yang berada di desa-desa sekitar hutan, bisa dikampanyekan bahwa penyelamatan hutan adalah bagian dari penyelamatan dunia dan menjaga kelestariannya adalah kewajiban.
  • Membantu dan mendorong terjadinya transformasi sistem pengelolaan hutan Jawa melalui empat perubahan mendasar (model bisnis, teknologi dan proses, mindset  dan kultur, dan adanya kompetisi). Hal ini tidak bergantung pada siapa yang memiliki hak pengelolaan. 
  • Menjadi fasilitator dalam penyediaan, modal, teknologi, dan pasar. Kesulitan masyarakat desa hutan bukan hanya soal terbatasnya penguasaan lahan tetapi juga menyangkut sumber daya lainnya. Melalui jejaring yang dimiliki NU, diharapkan ketersediaan sumber daya utama bisa lebih cepat dan lebih mudah didapat.

Untuk menjalankan peran itu, NU bisa menggunakan tiga strategi utama berikut:

  • Memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada dan menggandeng kelompok yang sudah berjalan dengan baik. Infrastruktur organisasi NU sudah ada sampai pada tingkat desa sehingga bisa dioptimalkan fungsinya. 
  • Bersikap tegas, adil, dan profesional. NU bisa bekerja sama dengan penegak hukum sehingga bisa berlaku adil. 
  • Memanfaatkan jejaring NU yang tersebar di seluruh dunia. NU memiliki kedekatan bukan hanya pada pemerintah dan swasta di Indonesia tetapi juga memiliki hubungan yang baik dan jaringan yang luas di luar negeri.

Semoga NU bisa segera menunjukkan kiprahnya dalam penyelamatan hutan Jawa sehingga dapat mencegah terjadinya konflik horizontal sesama warga bangsa, dan mengembalikan hutan Jawa sesuai fungsinya.

Editor: Abul Muamar


Terbitkan thought leadership dan wawasan berharga Anda bersama Green Network Asia, pelajari Panduan Artikel Opini GNA.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Handoko
+ postsBio

Warga Nahdliyin pinggiran hutan Jawa, menjabat Ketua DPP K-Sarbumusi NU periode 2016-2021.

    This author does not have any more posts.

Continue Reading

Sebelumnya: Dedikasi Dokter Lie Dharmawan Bawa Akses Kesehatan Gratis ke Daerah Terpencil
Berikutnya: Ruhana Kuddus: Pahlawan yang Memperjuangkan Emansipasi Perempuan Lewat Jurnalisme dan Pendidikan

Lihat Konten GNA Lainnya

sirip ikan hiu mengambang di dalam wadah Membalikkan Arus Perdagangan Sirip Hiu Global
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Membalikkan Arus Perdagangan Sirip Hiu Global

Oleh Danny Purwandaya
8 September 2025
sebuah tangan robot mengambil lampu bercahaya Memahami Sisi Gelap Kecerdasan Buatan
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Memahami Sisi Gelap Kecerdasan Buatan

Oleh Jalal
5 September 2025
pesawat di atas landasan pacu Membuka Jalan Menuju Penerbangan Berkelanjutan di Pakistan
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Membuka Jalan Menuju Penerbangan Berkelanjutan di Pakistan

Oleh Sajal Shahid
29 Agustus 2025
buku terbuka Menyampaikan Pengetahuan yang Dapat Diterapkan melalui Pelatihan Keberlanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom IS2P
  • Opini

Menyampaikan Pengetahuan yang Dapat Diterapkan melalui Pelatihan Keberlanjutan

Oleh Yanto Pratiknyo
25 Agustus 2025
penggiling daging di peternakan Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan

Oleh Brian Cook
22 Agustus 2025
Sebuah ilustrasi karya Frendy Marcelino yang menggambarkan tumpukan tote bag dan tumbler tak terpakai yang tumpah keluar dari sebuah tumbler besar. Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom IS2P
  • Opini

Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia

Oleh Nadia Andayani
20 Agustus 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia