Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Konten Sponsor
  • Dukung Misi Kami
  • Panduan Menulis Siaran Pers
  • Panduan Menulis Opini
  • Asia
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Dunia
  • Muda
  • SDGs
  • Topik
  • #LetterfromtheFounder
  • Opini
  • Unggulan

Perubahan Iklim: Diskursus yang Perlu Dikritisi

Sudah saatnya diskursus perubahan iklim dikawal agar tidak disetir oleh berbagai kepentingan pragmatis yang sempit dan meninggalkan jejak kerugian bagi masyarakat luas.
Oleh Faiz Kasyfilham
26 Agustus 2022
gambar bumi yang sedang bercermin

“Perubahan iklim” semakin mendominasi ruang-ruang diskursus politik, ekonomi, dan sosial kultural masyarakat global. Berbagai upaya mitigasi melalui dekarbonisasi telah dilakukan dalam beberapa langkah, seperti mengurangi penggunaan bahan bakar fosil (minyak, gas bumi, batubara), kampanye electric mobility, dan maksimalisasi penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Sebagai diskursus dominan, perlahan perubahan iklim telah mengikat setiap elemen masyarakat global dalam ranah hegemoniknya. Perubahan iklim perlahan menjadi basis justifikasi atas “keberpihakan” individu, kelompok, atau negara atas hal yang dianggap sebagai masalah bersama. Implikasinya, setiap dari kita merasa perlu untuk menjadi bagian dari advokasi perubahan iklim dan upaya mitigasinya. Jika tidak, eksklusi menjadi bayang-bayang bagi mereka yang mencoba skeptis atas dominasi diskursus ini.

Namun kita layak bertanya, apakah dengan terlibat dalam diskursus ini dapat sepenuhnya menjustifikasi bahwa kita bergerak atas sesuatu yang mulia? Tunggu dulu. 

Belajar dari Revolusi Hijau

Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya kita belajar dari Revolusi Hijau (RH) yang massif diterapkan pada akhir abad 20. Dalam konteks tertentu RH memiliki kemiripan dengan perkembangan diskursus perubahan iklim. 

Sebagai proyek global yang memaksimalkan teknologi dalam usaha mengakselerasi produksi pertanian, RH sangat terkait dengan kepentingan geopolitik pada masa itu (Gollin, Hansen, Asger, 2018). Sebagai diskursus dominan, RH sejatinya dikonstruksi dan didukung oleh berbagai kekuatan internasional, baik negara maupun organisasi seperti Ford Foundation, GATT, WTO, serta perusahaan-perusahaan pembuat dan pemasok bahan-bahan untuk input pertanian dan varietas-varietas baru padi unggul (Bachriadi dan Wiradi, 2011).

Dalam konteks Indonesia, selain sebagai alat legitimasi politik rezim, RH juga menjadi proses integrasi pertanian domestik dalam gelombang pembangunan pangan dunia. Meskipun berhasil swasembada pada tahun 1984, RH justru melahirkan dampak negatif jangka panjang bagi masyarakat pedesaan. 

Pertama, RH menjadi awal proses kapitalisasi pertanian hingga di tingkat pedesaan. Dalam praktiknya, RH justru hanya memberikan keuntungan bagi petani skala besar yang memiliki aksesibilitas atas teknologi baru dan infrastuktur percepatan produksi pertanian (Welker, 2012).

Kedua, RH mengakibatkan terciptanya hubungan produksi yang eksploitatif dan diferensiasi sosial yang tajam (Rachman, 1999). Akibatnya, ketimpangan pola produksi justru melahirkan polarisasi kelas di pedesaan (Eng, 1996). 

Ketiga, RH berperan atas terbentuknya ketergantungan negara berkembang kepada negara maju akibat adanya sertifikasi benih dari perusahaan multinasional yang notabene berasal dari negara maju (Arifin, 2004).

Secara singkat, RH menunjukkan bahwa diskursus akselerasi produksi pangan yang dikonstruksi oleh kekuatan besar “the great powers” seringkali menghasilkan kemanfaatan yang timpang. Meski dipayungi oleh niat mulia berupa akselerasi produksi pangan, RH pada akhirnya lebih menguntungkan segelintir pihak dalam lingkaran yang eksklusif.

Perubahan Iklim: Hanya Bentuk Diskursus Lainnya

Layaknya Revolusi Hijau, saya melihat bahwa perubahan iklim dan usaha mitigasinya sejatinya merupakan konstruksi diskursus lain yang tidak terlepas dari kepentingan implisit organisasi atau negara tertentu. Hal ini dapat dipahami berdasarkan tiga poin di bawah ini.

Pertama, diskursus atas akselerasi produksi pangan maupun mitigasi perubahan iklim dikonstruksi dan didominasi oleh beberapa aktor kuat di level global. Diskursus ini tidak terlepas dari kepentingan ekonomi politik mereka yang memiliki power. Sehingga adanya kampanye transisi energi dan electric mobility sejatinya sangat terkait dengan kepentingan aktor-aktor tersebut.

Kedua, terdapat usaha mengkapitalisasi krisis untuk menciptakan pasar baru. Upaya dekarbonisasi dan transisi energi sejatinya tidak terlepas dari usaha menciptakan sebuah lahan ekonomi baru yang dikonstruksi sebagai upaya mitigasi perubahan iklim. Jika dalam era RH beberapa perusahaan mendominasi supply-chain varietas pertanian, maka diskursus perubahan iklim memungkinkan beberapa perusahaan mendominasi produksi pengetahuan dan teknologi untuk diterapkan dalam berbagai proyek ekstraksi critical minerals, industri EBT, dan lain sebagainya.

Ketiga, negara berperan sebagai aktor yang penting dalam akselerasi perkembangan diskursus. Layaknya RH, mitigasi perubahan iklim sebagai diskursus telah menekan negara untuk lebih berperan dalam menginternalisasi upaya mitigasi perubahan iklim dalam kebijakan publik. Jika tidak terkawal, maka kebijakan yang lahir dapat memberikan ruang bagi praktik rent-seeking (pemburu rente) di berbagai proyek mitigasi yang ada. 

Kita pun Terjerat

Dalam dinamikanya, Indonesia tidak bisa terlepas dari diskursus ini, khususnya dari jeratan hegemoniknya. Target pemerintah untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 sebagai contohnya. Target ini memiliki konsekuensi pada akselerasi penggunaan EBT yang berdampak pada ekstraksi berbagai sumberdaya yang dianggap penting dalam proses transisi energi seperti geothermal, biomassa, timah, dsb.

Sayangnya, pengarusutamaan diskursus perubahan iklim dan upaya mitigasinya tidak terbebas dari dampak negatif susulannya. Contohnya, proyek geothermal di Wae Sano, NTT justru menghadapi penolakan warga setempat akibat berbagai dampak destruktif baik secara lingkungan, sosiokultural, dan ekonomi lokal. Masyarakat Bangka Belitung juga terus terjebak dalam kondisi ketergantungan pada ekstraksi timah, sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan akan critical minerals (seperti Logam Tanah Jarang/LTJ) yang dianggap esensial bagi proses transisi energi global.

Akibatnya, alih-alih berkontribusi terhadap upaya dekarbonisasi dan mengurangi dampak perubahan iklim, masyarakat di beberapa wilayah di Indonesia justru terpaksa menghadapi situasi double cost. Yakni, di satu sisi masyarakat menjadi korban atas perubahan iklim global, di sisi lain mereka menjadi korban atas proyek-proyek ekstraksi yang mengatasnamakan kampanye mitigasi perubahan iklim.

Singkatnya, diskursus perubahan iklim dan upaya mitigasinya justru dapat menjerat Indonesia, khususnya bagi masyarakat lokal dalam keadaan yang tidak menguntungkan. Atas nama dekarbonisasi dan penurunan emisi, berbagai proyek mitigasi yang bersifat top-down policy berpotensi untuk terus merugikan mayoritas masyarakat. Oleh sebab itu, jika tidak dilakukan secara benar, alih-alih bergerak atas sesuatu yang mulia, advokasi perubahan iklim justru akan melahirkan krisis baru yang berkepanjangan. 

Sebagai Bahan Pembelajaran

Saya tidak bermaksud menyalahkan perkembangan diskursus perubahan iklim dan upaya mitigasinya. Saya justru mendukung upaya mitigasi perubahan iklim, tetapi dengan penekanan adanya penelaahan kritis atas kapitalisasi diskursus ini untuk kepentingan tertentu. Jangan sampai advokasi atas perubahan iklim justru mengulang kesalahan yang terjadi pada RH. 

Sudah saatnya diskursus ini dikawal agar tidak disetir oleh berbagai kepentingan pragmatis yang sempit dan meninggalkan jejak kerugian bagi masyarakat luas. Sudah saatnya manajemen krisis dilakukan dengan melahirkan pola pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Untuk menjawab harapan itu, setidaknya ada tiga hal yang penting dan mendesak untuk ditindaklanjuti:

  • Meningkatkan komitmen pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk melakukan upaya mitigasi perubahan iklim dengan basis sensitivitas atas kepentingan masyarakat luas. 
  • Menciptakan proyek ekstraksi yang transparan dan partisipatif. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan setiap stakeholder terkait, utamanya masyarakat biasa. Diharapkan pola partisipatif ini dapat melahirkan popular control atas setiap proses ekstraksi sumberdaya alam. 
  • Meminimalisir proyek ekstraktif lainnya yang mengatasnamakan mitigasi perubahan iklim namun disetir oleh kepentingan elite yang sempit.

Editor: Abul Muamar dan Marlis Afridah

Terima kasih telah membaca!
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan kami untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Daftar Sekarang

Faiz Kasyfilham
+ posts

Faiz adalah peneliti di Research Center for Politics and Government (PolGov), Departemen Politik dan Pemerintahan, FISIPOL, Universitas Gadjah Mada.

    This author does not have any more posts.

Continue Reading

Sebelumnya: The Ocean Cleanup Tingkatkan Pembersihan Great Pacific Garbage Patch
Berikutnya: Mengembangkan Urban Farming Berkelanjutan di Singapura

Artikel Terkait

lima perempuan mengenakan pakaian adat suku baduy berjalan beriringan. 5 Langkah untuk Mengembangkan Desa Wisata yang Lebih Berkelanjutan
  • Kabar
  • Unggulan

5 Langkah untuk Mengembangkan Desa Wisata yang Lebih Berkelanjutan

Oleh Abul Muamar
30 Desember 2022
seorang perempuan berkaca mata dengan kamera yang menggantung di badannya duduk di atas sampah sambil merentangkan tangan. 8 Tips Liburan Ramah Lingkungan untuk Mendukung Pariwisata Berkelanjutan
  • Kabar
  • Unggulan

8 Tips Liburan Ramah Lingkungan untuk Mendukung Pariwisata Berkelanjutan

Oleh Abul Muamar
29 Desember 2022
empat perempuan saling menyatukan tangan membentuk tanda cinta di tengah hamparan sawah. Tiga Inisiatif Pemberdayaan Perempuan oleh Perempuan di Akar Rumput
  • Kabar
  • Unggulan

Tiga Inisiatif Pemberdayaan Perempuan oleh Perempuan di Akar Rumput

Oleh Abul Muamar
28 Desember 2022
sampah plastik yang terdiri dari tutup botol, sikat gigi bekas, korek api, dan lainnya disusun berdasarkan kesamaan warna. 4 Tips Mengolah Sampah Plastik Menjadi Benda Bernilai
  • Kabar
  • Unggulan

4 Tips Mengolah Sampah Plastik Menjadi Benda Bernilai

Oleh Abul Muamar
27 Desember 2022
Seni Tani menerima kunjungan anak-anak sekolah untuk belajar berkebun. Seni Tani Menyediakan Akses Pangan Sehat dan Dekat di Perkotaan
  • Unggulan
  • Wawancara

Seni Tani Menyediakan Akses Pangan Sehat dan Dekat di Perkotaan

Oleh Abul Muamar
26 Desember 2022
tangan seseorang memegang buah kopi berwarna merah yang tergantung di tangkai pohonnya. Resilient Coffee: Mendukung Petani Kopi Indonesia di Tengah Perubahan Iklim
  • Kabar
  • Unggulan

Resilient Coffee: Mendukung Petani Kopi Indonesia di Tengah Perubahan Iklim

Oleh Abul Muamar
23 Desember 2022
  • Terbaru
  • Terpopuler
  • Partner
  • lima perempuan mengenakan pakaian adat suku baduy berjalan beriringan. 5 Langkah untuk Mengembangkan Desa Wisata yang Lebih Berkelanjutan
    • Kabar
    • Unggulan

    5 Langkah untuk Mengembangkan Desa Wisata yang Lebih Berkelanjutan

  • seorang perempuan berkaca mata dengan kamera yang menggantung di badannya duduk di atas sampah sambil merentangkan tangan. 8 Tips Liburan Ramah Lingkungan untuk Mendukung Pariwisata Berkelanjutan
    • Kabar
    • Unggulan

    8 Tips Liburan Ramah Lingkungan untuk Mendukung Pariwisata Berkelanjutan

  • empat perempuan saling menyatukan tangan membentuk tanda cinta di tengah hamparan sawah. Tiga Inisiatif Pemberdayaan Perempuan oleh Perempuan di Akar Rumput
    • Kabar
    • Unggulan

    Tiga Inisiatif Pemberdayaan Perempuan oleh Perempuan di Akar Rumput

  • sampah plastik yang terdiri dari tutup botol, sikat gigi bekas, korek api, dan lainnya disusun berdasarkan kesamaan warna. 4 Tips Mengolah Sampah Plastik Menjadi Benda Bernilai
    • Kabar
    • Unggulan

    4 Tips Mengolah Sampah Plastik Menjadi Benda Bernilai

  • Seni Tani menerima kunjungan anak-anak sekolah untuk belajar berkebun. Seni Tani Menyediakan Akses Pangan Sehat dan Dekat di Perkotaan
    • Unggulan
    • Wawancara

    Seni Tani Menyediakan Akses Pangan Sehat dan Dekat di Perkotaan

  • Pulau Semakau | Foto: NEA Pulau Semakau, TPA Hijau Permai di Singapura
    • Kabar

    Pulau Semakau, TPA Hijau Permai di Singapura

  • Rempah-Rempah | Foto: Shantanu Pal dari Pexels Penggemar Promosikan Warisan Budaya Rempah, Luncurkan Spice Hub Indonesia
    • Kabar
    • Unggulan

    Penggemar Promosikan Warisan Budaya Rempah, Luncurkan Spice Hub Indonesia

  • SDG-tracker UNESCAP Dukung Build Back Better, Kembangkan National SDG Tracker
    • Kabar

    UNESCAP Dukung Build Back Better, Kembangkan National SDG Tracker

  • Beena Rao mengajar anak-anak | Foto: Situs Beena Rao Beena Rao Mengajar Ribuan Anak dari Pemukiman Kumuh
    • Figur

    Beena Rao Mengajar Ribuan Anak dari Pemukiman Kumuh

  • Ahmad Bahruddin bersama rekan-rekannya mendirikan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah Bagaimana Serikat Petani Mengentaskan Kemiskinan di Masyarakat
    • Wawancara

    Bagaimana Serikat Petani Mengentaskan Kemiskinan di Masyarakat

  • kontainer besar berwarna hijau, gedung berwarna biru, dan tabung besar di lokasi proyek Hamparan Gree Energy Raih Sertifikasi B-Corp dan Berkomitmen untuk Dekarbonisasi Industri Makanan
    • Kabar
    • Partner
    • Unggulan

    Gree Energy Raih Sertifikasi B-Corp dan Berkomitmen untuk Dekarbonisasi Industri Makanan

  • tari kecak ditampilkan oleh warga Bali pada malam hari Bali Rentangkan Sayap untuk Pemulihan Ekonomi yang Lebih Kuat
    • Ikhtisar
    • Partner
    • Unggulan

    Bali Rentangkan Sayap untuk Pemulihan Ekonomi yang Lebih Kuat

  • TEPI Talks #4 dengan tema “Melibatkan Media dalam Aksi Berkelanjutan”. WEA Indonesia Gelar Lokakarya Pelibatan Media untuk Aksi Berkelanjutan Gerakan Akar Rumput
    • Kabar
    • Partner
    • Unggulan

    WEA Indonesia Gelar Lokakarya Pelibatan Media untuk Aksi Berkelanjutan Gerakan Akar Rumput

  • Ilustrasi Harm Reduction dengan tujuan mendasar yakni menjunjung keselamatan dan martabat semua orang. Kenalan dengan Konsep Pengurangan Bahaya (Harm Reduction)
    • Ikhtisar
    • Partner
    • Unggulan

    Kenalan dengan Konsep Pengurangan Bahaya (Harm Reduction)

  • Sejumlah peserta hadir saat sesi dikusi panel acara Lestari Market Day di Park 23 Creative Hub, Bali. INKURI Luncurkan 12 Bisnis Lestari untuk Dukung Ekonomi Berkelanjutan di Bali
    • Kabar
    • Partner
    • Unggulan

    INKURI Luncurkan 12 Bisnis Lestari untuk Dukung Ekonomi Berkelanjutan di Bali

Tentang Kami

  • Tentang
  • Anggota Tim
  • Bermitra dengan Kami
  • Konten Sponsor
  • Bekerja dengan Kami
  • Hubungi Kami
  • Dukung Misi Kami
  • Panduan Menulis Opini
  • Panduan Menulis Siaran Pers
  • Pedoman Media Siber
  • Jaringan Penasihat
  • Jaringan Penasihat Muda
  • Jaringan Kontributor Nasional
  • Jaringan Penulis
  • FAQ
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
  • FAQ
  • Hubungi Kami
  • Telegram
  • Etsy
  • Tokopedia
  • Media Link 11
  • Media Link 12
  • Media Link 13
  • Media Link 14
  • Media Link 15
© 2022 Green Network ID