KEK Mandalika: Rekomendasi Organisasi Masyarakat Sipil untuk Akuntabilitas dan Pencapaian TPB 2030
Komitmen Indonesia untuk melaksanakan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Visi Indonesia 2045 yang bertujuan untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur di usia 100 tahun kemerdekaan melalui berbagai proses pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif dalam kerangka TPB.
Terlepas dari kemajuan yang telah diupayakan, Indonesia masih menghadapi salah satu tantangan utama dalam pencapaian TPB pada 2030, yaitu masalah kesenjangan pembiayaan, termasuk dalam berbagai proyek pembangunan untuk mendukung percepatan pencapaian TPB dalam Decade of Action (2021-2030). Semua skenario perhitungan kebutuhan pembiayaan TPB oleh Bappenas, baik skenario “Intervensi Tinggi”, “Intervensi Moderat”, bahkan “Business As Usual”, menunjukkan kesenjangan itu.
Terkait hal ini, Blended Finance dinilai sebagai salah satu solusi untuk mengatasi masalah kesenjangan pembiayaan TPB, dan telah menjadi arus utama dalam strategi dan kebijakan pembiayaan pembangunan internasional.
Pentingnya Akuntabilitas Pembiayaan Proyek Pembangunan
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) mendefinisikan Blended Finance sebagai penggunaan strategis pembiayaan pembangunan (development finance) untuk memobilisasi pembiayaan tambahan berupa sumber daya pembiayaan komersial (commercial finance) ke proyek-proyek pembangunan, yang ditujukan untuk mencapai TPB di negara-negara berkembang. “Pembiayaan pembangunan” di sini mengacu pada sumber-sumber konsesional maupun non-konsesional, publik maupun filantropi swasta, yang dikelola oleh mandat pembangunan dan tidak mengharap pengembalian modal; misalnya APBN, APBD, dan hibah. Sedangkan “Pembiayaan tambahan komersial” mengacu pada modal komersial, baik dari sumber-sumber publik maupun swasta, yang digerakkan oleh mandat untuk mencapai keuntungan.
Organisasi masyarakat sipil (OMS) mendorong peningkatan akuntabilitas penerapan Blended Finance dalam proyek pembangunan melalui pemantauan dan evaluasi menyeluruh serta perbaikan-perbaikan mendasar oleh semua pemangku kepentingan. Sangat penting bagi semua pemangku kepentingan untuk menegakkan prinsip-prinsip TPB seperti “Pendekatan Berbasis Hak Asasi Manusia” dan “Tidak Meninggalkan Seorang Pun di Belakang”, prinsip-prinsip Bisnis dan HAM, dan prinsip-prinsip Blended Finance dalam proyek pembangunan untuk memastikan standar kualitas yang tinggi dan akuntabilitas, sehingga proyek pembangunan bisa efektif mempercepat pencapaian TPB di Indonesia menuju Visi Indonesia 2045.
Studi Kasus KEK Mandalika
KEK Mandalika merupakan salah satu proyek pembangunan yang menggunakan skema Blended Finance. Selain mendapat pembiayaan publik dari APBN, pemerintah dan pengelola proyek (ITDC) menggunakan pembiayaan dari Bank Pembangunan Multilateral AIIB melalui Proyek Infrastruktur Urban & Pariwisata Mandalika (MUTIP) sebagai pinjaman yang dijamin negara untuk membangun layanan infrastruktur dasar KEK Mandalika sebagai Daerah Tujuan Wisata baru. Strategi pembangunan infrastruktur dasar dengan pembiayaan APBN dan MUTIP ini dijadikan pengungkit untuk memobilisasi pembiayaan tambahan komersial ke KEK Mandalika. Beberapa pembiayaan tambahan komersial yang telah masuk ke KEK Mandalika bersumber antara lain dari Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA), PT PP, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dan investor swasta internasional yaitu Vinci Construction Grands Projets (VCGP), anak usaha Vinci, sebuah perusahaan berskala global asal Prancis yang bergerak di bidang desain, pembiayaan, pembangunan dan operasional proyek-proyek infrastruktur dan fasilitas besar di seluruh dunia.
Berdasarkan teori penyelarasan pembiayaan dengan TPB oleh OECD, akuntabilitas pembiayaan KEK Mandalika dapat dipahami dengan melakukan penilaian tentang bagaimana sumber-sumber pembiayaan KEK Mandalika ditargetkan dalam dua dimensi, yaitu 1) kesetaraan (equality) dan 2) keberlanjutan (sustainability). “Kesetaraan” artinya sumber pembiayaan harus dimobilisasi untuk “Tidak Meninggalkan Seorang Pun di Belakang” dan membantu mengatasi kesenjangan pembiayaan TPB. “Keberlanjutan” artinya sumber pembiayaan harus mempercepat kemajuan di seluruh tujuan TPB, sembari tidak membuat kerugian signifikan (do no significant harm) terhadap tujuan TPB yang mana saja.
Kertas Kebijakan dari International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) yang diterbitkan dalam kemitraan bersama Green Network Asia berjudul “Perbaikan Penerapan Blended Finance dalam Proyek Pembangunan untuk Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 Menuju Visi Indonesia 2045: Studi Kasus Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika” mengungkap bahwa penerapan Blended Finance dalam KEK Mandalika belum akuntabel. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya masalah sosial, ekonomi, lingkungan, serta hukum dan tata kelola yang membuat kerugian signifikan terhadap berbagai pencapaian TPB dan meninggalkan masyarakat terdampak proyek di belakang, antara lain:
- Masalah sosial: pemiskinan, kerawanan pangan, kesejahteraan mental, putus sekolah, dan ketimpangan gender.
- Masalah ekonomi: energi tidak terjangkau, minim pelatihan, hilangnya kemandirian, kesenjangan sosial, politik, dan ekonomi, dan kemitraan yang tidak efektif.
- Masalah lingkungan: ketersediaan air dan sanitasi, masyarakat tidak lagi dapat mempraktikkan tradisi kebudayaan, tidak ada laporan keberlanjutan, hilangnya akses ke laut dan lahan pertanian, dan pengerukan bukit-bukit.
- Masalah hukum dan tata kelola: tidak ada transparansi dan akuntabilitas tata kelola, termasuk tata kelola keuangan.
Temuan dan pembahasan dalam Kertas Kebijakan ini diharapkan menjadi kontribusi awal dan penggerak untuk Pemantauan dan Evaluasi lebih lanjut secara patut dan menyeluruh, sebagai bahan untuk perbaikan penerapan Blended Finance dalam proyek pembangunan KEK Mandalika. Metode analisis ini dapat diadopsi dan diadaptasi ke KEK Pariwisata lainnya dan proyek pembangunan pada umumnya dalam konteks yang berbeda-beda.
Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan hasil penelitian, Kertas Kebijakan ini memberikan sejumlah rekomendasi kebijakan untuk semua pemangku kepentingan agar penerapan Blended Finance dalam KEK Mandalika akuntabel dan dapat mempercepat pencapaian TPB menuju Visi Indonesia 2045.
Untuk Pemerintah Pusat dan Daerah:
- Mengintegrasikan Pemantauan dan Evaluasi KEK Mandalika ke Pemantauan dan Evaluasi pencapaian TPB di tingkat Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi NTB, dan nasional Indonesia.
- Membuat dashboard khusus Blended Finance terintegrasi yang dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan dan publik secara real time, termasuk daftar proyek-proyek Blended Finance yang sudah berjalan dan akan ditawarkan untuk investasi.
Untuk pengelola KEK Mandalika (ITDC):
- Membuat laporan keberlanjutan standar perusahaan publik yang mengungkap kemajuan, tantangan, dan keseluruhan kinerja perusahaan terkait proyek pembangunan KEK Mandalika, yang dibuktikan dengan penerbitan laporan keberlanjutan tahunan dan dapat diakses oleh publik.
- Meningkatkan tanggung jawab, transparansi, dan akuntabilitas perusahaan melalui berbagai mekanisme yang terukur, termasuk laporan keuangan rutin yang dapat diakses oleh masyarakat sebagai bentuk komunikasi publik terkait pengelolaan pembiayaan, pengembalian komersial, dan hasil pembangunan.
Untuk lembaga donor, filantropi, bank pembangunan multilateral, dan investor swasta:
- Menilai laporan TPB oleh pemerintah dan laporan keberlanjutan oleh ITDC sebagai dasar kebijakan untuk menyalurkan pembiayaan ke KEK Mandalika.
- Melakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap klaim-klaim keberlanjutan dalam pelaksanaan proyek pembangunan melalui uji tuntas, Pemantauan dan Evaluasi rutin sebagai bahan koreksi dengan melibatkan ahli dan praktisi independen, khususnya untuk proyek pembangunan dengan risiko sosial dan lingkungan yang tinggi seperti KEK Mandalika.
- Menyalurkan pembiayaan untuk investasi yang sesuai konteks kebutuhan masyarakat lokal, seperti inklusi finansial untuk pemberdayaan perempuan dan UMKM di KEK Mandalika. Ini merupakan peluang investasi yang relevan dan prospektif mendukung pariwisata berkelanjutan.
- Mengingat mekanisme pengaduan yang ada selama ini belum efektif, sangat penting untuk membuka ruang-ruang pengaduan yang mudah dijangkau, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat terdampak proyek sesuai profil sosial dan ekonomi mereka.
Untuk organisasi masyarakat sipil:
- OMS mengembangkan kapasitas dan meningkatkan keahlian secara cepat terkait perkembangan pembiayaan inovatif, termasuk Blended Finance, agar dapat memahami teori dan praktik pembiayaan inovatif baik di ranah global, nasional, maupun lokal.
- Menyusun mekanisme pemantauan proyek pembangunan dan pendampingan masyarakat terdampak proyek yang mudah dijangkau, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat terdampak proyek sesuai profil sosial dan ekonomi mereka.
- Berperan aktif menjadi kolaborator dalam kemitraan untuk mencapai TPB bersama pemerintah dan swasta dengan membagikan wawasan, keahlian, dan pengalaman secara independen, objektif, ilmiah, dan berbasis bukti.
Unduh dokumen lengkap Kertas Kebijakan di sini.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Marlis adalah Founder & CEO Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Ilmu Kebijakan Publik dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore. Ia seorang peneliti Kebijakan Publik dengan pendekatan interdisipliner dan praktisi Public Affairs dengan fokus terpadu pembangunan berkelanjutan dan keberlanjutan.