Pameran ‘What If Lab: Sustainable Public Spaces’: Ruang Publik Berkelanjutan di Perkampungan Jakarta
Jakarta tumbuh sebagai salah satu kota terpadat di dunia. Sayangnya, jumlah penduduk yang besar di kota ini belum didukung dengan infrastruktur yang memadai secara merata. Padatnya permukiman, ditambah faktor-faktor lain, telah mengancam penduduk Jakarta ke dalam berbagai kerentanan lingkungan seperti gelombang panas, banjir, dan polusi udara, serta meningkatnya permasalahan sosial. Menjawab tantangan tersebut, Erasmus Huis Jakarta, Dutch Design Foundation, dan Playo meluncurkan pameran ‘What If Lab: Sustainable Public Spaces’, sebuah program antarbudaya yang bertujuan untuk bersama-sama menciptakan ruang publik yang berkelanjutan di komunitas kampung di Jakarta.
Program ini melibatkan para desainer dari Indonesia dan Belanda yang tergabung dalam sebuah tim bernama Kampung Kollektief. Prototipe dan rancangan desain yang dibuat oleh para desainer ini ditampilkan dalam pameran ‘What If Lab: Sustainable Public Spaces’ di Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis, Jakarta Selatan, yang berlangsung sejak 17 Februari dan akan berakhir pada 30 April 2024. Pameran ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat setempat guna menata ulang dan merevitalisasi ruang publik mereka, khususnya di Komunitas Kampung Susun Kunir.
Kampung Kunir adalah sebuah perkampungan yang berada di Jalan Kemukus, Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat. Pada tahun 2015, tercatat sekitar 77 keluarga hidup di Kampung Kunir. Kampung ini pernah memenangkan Jakarta Green and Clean Award pada tahun 2010. Namun, kampung ini mengalami penggusuran pada 27 Mei 2015 sebagai dampak dari kebijakan mitigasi banjir melalui pembangunan jaringan jalan inspeksi di tepi Sungai Ciliwung. Hal ini dikarenakan cara hidup masyarakat di kampung ini dianggap sebagai penyebab pencemaran sungai.
Pascapenggusuran, penduduk Kampung Kunir terpaksa mencari hunian baru. Selama bertahun-tahun, mereka menolak tawaran untuk pindah ke rumah susun dan memilih untuk menyuarakan kebutuhan mereka akan hunian yang layak, yang menghormati nilai-nilai komunitas, ekonomi, dan identitas warga kampung kota.
Setelah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, pada September 2022, berdirilah Kampung Susun Kunir. Sebanyak 33 rumah tangga mulai menghuni dan beradaptasi dengan kehidupan Kampung Susun Kunir.
Lewat beberapa kunjungan dan lokakarya, para desainer bersama warga di kampung Susun Kunir membangun makna ruang publik ideal yang mewakili aspirasi para ibu, ayah, dan anak-anak sekitar. Ide-ide seperti keinginan memiliki roller coaster di sungai atau balon udara di atap banyak bermunculan. Ide-ide ini kemudian dikembangkan menjadi solusi bersama.
Para desainer mengenalkan beberapa ide intervensi ruang publik yang memanfaatkan infrastruktur di sekitar Kampung Kunir seperti jalan, ruang antara tembok sungai, dan sungai. Ide tersebut divisualisasikan secara fisik melalui interaksi dengan modul skala kampung dan model cetak 3D. Melalui model ini, warga Kampung Kunir berkesempatan untuk menyentuh, berdiskusi, mengkritik, menempatkan, dan memutuskan ide yang mungkin dapat diterapkan pada infrastruktur di lingkungan sekitar.
Para desainer juga merancang sebuah sistem penerapan ruang publik sementara di jalan yang diberi nama Rujak Plaza. Nama ini berasal dari kenangan hangat warga Kampung Kunir sebelum penggusuran, dimana mereka menghabiskan waktu bersama sambil menyantap rujak. Rancangan ini dibuat menggunakan konsep daur ulang sampah dan menjadi ruang publik yang mudah diganti, dipindah, disimpan, dan dapat dibuat dimanapun.
Pembuatan rancangan ini melibatkan warga Kampung Susun Kunir dengan memperhatikan hubungan penduduk dengan alam, sesama manusia, dan kenangan masa lalu, serta menjaga kemudahan akses jalan oleh kendaraan darurat.
Meskipun dirancang sebagai pameran sementara, namun program ini rencananya akan dilanjutkan dengan nama baru, yaitu Kampung Kollektief, yang berfokus pada kolaborasi dan kreasi bersama komunitas dengan pendekatan ‘co-creation’ untuk menciptakan ruang publik yang lebih berkelanjutan.
Kisah transformasi Kampung Kunir yang disampaikan dalam pameran ini dapat menjadi inspirasi bagi kota-kota di manapun dalam penataan perkampungan kumuh dan menghadirkan permukiman yang layak huni. Kolaborasi dan kreasi bersama pemerintah, komunitas lokal, dan masyarakat, dapat menghadirkan solusi inovatif, dan memperhatikan kebutuhan serta aspirasi penduduk dalam pembangunan ruang publik yang berkelanjutan serta mendorong terciptanya komunitas yang kuat dan tangguh.
Editor: Abul Muamar
Busra adalah Intern Reporter di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Pendidikan Bahasa Inggris dari Universitas Mataram. Ia memiliki ketertarikan pada dunia kepenulisan dengan topik seputar pendidikan, sosial, dan budaya.