Wisata Mandi Hutan, Upaya Menjaga Kesehatan Mental dan Fisik
Ada satu tren baru yang berkembang pada bidang kesehatan dan pariwisata di Jepang, yaitu wisata mandi hutan. Pada 1980, pemerintah Jepang mulai menyadari dampak gempuran teknologi pada penduduk kota di Jepang; yang selain bermanfaat, juga memiliki pengaruh negatif bagi kesehatan fisik dan mental, dari depresi sampai nyeri otot. Hal ini kemudian juga ditemukan di berbagai kota besar di seluruh dunia. Masalahnya, masyarakat perkotaan sulit menemukan lokasi hijau untuk relaksasi. Mereka hidup dengan populasi dan lalu lintas yang padat, juga jam kerja yang panjang di dalam ruangan. Padahal, tamasya ke lokasi hijau bisa menjadi terapi bagi masalah kesehatan fisik dan mental ini. Sebagai solusi, pada 1982, Kementerian Kehutanan Jepang secara resmi memopulerkan “mandi hutan” (forest bathing) sebagai gaya hidup sehat.
Banyak perusahaan kemudian memfasilitasi karyawannya untuk melakukan praktik mandi hutan ini, sebagaimana ditulis oleh dr. Qing Li, MD, Ph.D., dokter di Nippon Medical School Tokyo dalam bukunya, Forest Bathing: How Trees Can Help You Find Health and Happiness.
Dr. Qing Li menyebutkan bahwa masyarakat modern perkotaan menghabiskan 92% waktunya di dalam ruangan, sesuai hasil penelitian The National Human Activity Pattern Survey (NHAPS). Hal ini menyebabkan gangguan kurangnya paparan alam (nature deficit disorder), yang sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental. Masalah ini, menurut dr. Li, bisa diatasi cukup dengan beberapa jam mandi hutan atau dalam bahasa Jepang populer dengan sebutan Shinrin-yoku.
Melalui situs resminya, Japan National Tourism Organization menyebut bahwa praktik mandi hutan ini jadi bagian penting dalam kebijakan dan praktik pelayanan kesehatan di Jepang. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa praktik mandi hutan ini sukses meningkatkan kualitas istirahat, kemampuan fokus, dan ambang batas stres. Sehingga praktik ini disepadankan dengan praktik-praktik meditasi yang sudah umum di Jepang, seperti Zen.
Praktik Shinrin-yoku ini sangat sederhana. Pasien bisa mulai dengan meninggalkan gawai elektroniknya di penginapan sebagai upaya detoksifikasi digital, kemudian menuju hutan terdekat dan berjalan di antara pepohonan. Tak perlu mendaki, berlari, atau berlelah-lelah memanjat bukit. Cukup dengan berjalan, atau bahkan dengan duduk-duduk saja, sambil berdiam diri dan menikmati suara gemericik air, kicau burung, desir angin, dan desis dedaunan; Menikmati udara segar, tanah lembab, dan terpaan sinar matahari dari celah pepohonan. Intinya adalah membiarkan seluruh indera tubuh disiram oleh kejernihan alami suasana hutan. Diakhiri dengan minum teh bersama, pasien akan pulang dengan kondisi fisik dan mental yang lebih segar.
Jika tidak berani datang sendirian, seseorang bisa mempraktikkan mandi hutan bersama-sama. Ada banyak pusat Shinrin-yoku di Jepang, sebagai tempat untuk terapi sekaligus wisata, dengan didampingi pemandu dan terapis berpengalaman. Salah satunya adalah Taman Nasional Yoshino-Kumano, juga Taman Nasional Yakushima, dan masih banyak lagi.
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa mandi hutan berhasil menormalkan ritme detak jantung, menurunkan tingkat depresi, pegal, kecemasan, dan stres. Tentu saja praktik ini jauh lebih baik dan lebih aman daripada mengonsumsi obat-obatan. Praktik mandi hutan ini juga mulai diminati di berbagai negara, misalnya Amerika Serikat, Kosta Rika, Inggris, dan Kenya.
Tidak hanya memulihkan kesehatan fisik dan mental manusia, praktik mandi hutan ini sangat efektif meningkatkan kesadaran masyarakat atas pentingnya keberadaan hutan, taman, dan ruang terbuka hijau dalam kehidupan masyarakat kota. Oleh karena itu, praktik ini tidak hanya ampuh untuk mengupayakan keberlanjutan dan kualitas hidup manusia, tetapi juga keberlanjutan alam hayati itu sendiri.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Zia adalah penulis kontributor untuk Green Network ID. Saat ini aktif menjadi Pendamping Belajar di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT).