Pesantren Nurul Huda, Gratiskan Biaya Hidup dan Pendidikan untuk 1.500 Santri
Di desa Langgongsari, Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah, terdapat sebuah pesantren yang menjadi rumah bagi 1.500 santri. Karena berfungsi sebagai ‘rumah’, para santri itu tidak perlu membayar uang makan, ongkos listrik, maupun biaya pendidikan. Sebagian besar santri berasal dari keluarga tak mampu atau yatim piatu. Pesantren Nurul Huda memberi kesempatan pada anak-anak itu untuk hidup dan belajar dengan layak dan gembira.
Pesantren Nurul Huda dirintis pada tahun 1987 oleh almarhum KH. Syamsul Ma’arif, yang wafat pada tahun 1995. KH. Syamsul Ma’arif wafat dengan meninggalkan 11 orang santri yatim yang dipasrahkan kepada putra tertuanya, Gus Muhammad Abror, yang baru berusia 19 tahun pada waktu itu. Gus Abror, demikian ia kerap disapa, kemudian melanjutkan pengelolaan bersama saudara-saudaranya dengan mengusung jargon kemandirian, keberdayaan, dan kebermanfaatan. Selain belajar ilmu agama, para santri juga belajar pengetahuan umum melalui SMP Alam Al-Aqwiya dan MA Alam Al-Aqwiya. Semuanya gratis.
“Pertimbangan utama kenapa kami tidak menarik biaya sepeserpun dari para santri, karena mereka rata-rata berasal dari keluarga tidak mampu. Kami sadar bahwa para santri ini berasal dari kalangan yang ‘tidak diperhitungkan’ oleh masyarakat, sehingga kami berharap selepas belajar di pesantren ini mereka mampu menjadi sosok-sosok yang mumpuni dalam ilmu, berakhlak yang baik, dan bermartabat di tengah masyarakat,” ungkap Gus Abror.
Untuk membiayai operasional pesantren yang tidak sedikit, Pesantren Nurul Huda memilih kemandirian usaha, tanpa mengajukan proposal ke manapun. Mereka menjalankan berbagai lini usaha mandiri yang sejak 2018 bernaung di bawah nama ENHA Corp.
Lini usaha milik pesantren sangat beragam, mulai dari warung makan, warung mie ayam, toko swalayan, jasa potong rambut, penyediaan air mineral, produksi kopi dan madu, pengelolaan kebun, lahan, peternakan, hingga studio multimedia.
Semua kegiatan lini usaha ditangani para santri dewasa secara langsung. Hal ini juga menjadi bagian dari proses belajar kewirausahaan sebagai bekal hidup di tengah masyarakat nantinya. Mereka berkebun, beternak, mengurus sawah, memasak di warung, melayani pelanggan di toko swalayan, serta mengemas dan menjual produk sebagai bagian dari manajemen bisnis pesantren. Sebagai pengelola, tentu para santri Nurul Huda juga mendapat gaji yang sepadan.
“Selain ilmu dan nilai-nilai agama, kami ingin membekali para santri dengan keahlian riil, sebagai bekal mereka hidup berumah tangga dan bermasyarakat secara mandiri dan berdaya. Caranya adalah dengan melibatkan mereka secara langsung dalam lini-lini usaha pondok secara profesional,” kata Gus Ajir Ubaidillah, salah satu pengasuh pesantren sekaligus pengelola ENHA Corp.
Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan santri-santri, ENHA Corp berencana membangun klinik mandiri dengan tujuan memberikan layanan medis yang terjangkau. Cita-cita ini disambut baik oleh jejaring pesantren, dan sudah ada beberapa dokter serta relawan yang siap bergabung untuk mengabdi.
Pesantren Nurul Huda sukses mempraktikkan pendidikan integratif yang berkelanjutan. Tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan pembentukan mental secara teori, tetapi juga keahlian praktikal yang dapat diteruskan sebagai bekal kemandirian sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dan pengabdian pada kemanusiaan. Apa yang dilakukan oleh Pesantren Nurul Huda juga sangat mendukung agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), memastikan tidak seorang pun tertinggal di belakang.
Editor: Inez Kriya
Sumber gambar: Dok. Pribadi
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Zia adalah penulis kontributor untuk Green Network ID. Saat ini aktif menjadi Pendamping Belajar di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT).