WEA Indonesia Gelar Lokakarya Pelibatan Media untuk Aksi Berkelanjutan Gerakan Akar Rumput
Media massa memegang peran penting untuk komunikasi publik. Selain mengandalkan saluran komunikasi milik sendiri seperti website dan akun media sosial, semua pihak memerlukan media untuk menjangkau para stakeholder dan audiens yang lebih luas, tidak terkecuali organisasi dan komunitas akar rumput.
Selama ini, banyak kerja-kerja komunitas akar rumput tidak terdengar lantaran minimnya publisitas media. Suara akar rumput yang tidak teramplifikasi berkontribusi terhadap ketimpangan komunikasi antara gerakan akar rumput dengan para stakeholdernya. Jika ketimpangan ini terjembatani, akan muncul potensi dukungan dari para stakeholder relevan untuk mewujudkan aksi berkelanjutan. Dengan begitu, inisiatif dan dampak dari kerja-kerja dan solusi akar rumput mungkin terakselerasi.
Newskilling, Reskilling, dan Upskilling
Masalah ketimpangan komunikasi antara komunitas akar rumput dengan para stakeholdernya bisa diatasi antara lain dengan meningkatkan publisitas di media. Karena komunitas akar rumput pada umumnya memiliki kemampuan pendanaan yang relatif terbatas, publisitas berbayar (advertorial) sulit menjadi pilihan. Oleh karena itu, komunitas akar rumput perlu mengupayakan publisitas organik untuk memberdayakan misi mereka. Mereka membutuhkan newskilling, reskilling, dan upskilling dalam komunikasi, advokasi, dan hubungan media.
Memahami kebutuhan itu, Women’s Earth Alliance (WEA) Indonesia menggelar lokakarya Temu Pemimpin/TEPI Talks #4 dengan tema “Melibatkan Media dalam Aksi Berkelanjutan” pada Jumat, 9 September 2022. Lokakarya ini adalah bagian dari Program Akselerasi Akar Rumput WEA Indonesia yang diluncurkan sejak 2019. Program ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, alat bantu, dan jejaring yang dibutuhkan para pemimpin perempuan Indonesia untuk meningkatkan inisiatif akar rumput mereka.
WEA memiliki misi untuk melindungi lingkungan, mengakhiri krisis iklim, dan memastikan dunia yang adil dan berkembang dengan memberdayakan kepemimpinan perempuan. Para perempuan pemimpin WEA bersama komunitasnya bekerja mempertahankan hutan dan sungai, menyelamatkan benih lokal, meluncurkan pertanian berkelanjutan, melestarikan terumbu karang, dan melindungi hak atas tanah. Organisasi nirlaba ini berinvestasi dalam kepemimpinan perempuan akar rumput jangka panjang melalui pelatihan, pendanaan, dan jejaring dukungan.
Pahami Perspektif Humas dan Media
Marlis Afridah, Founder & CEO Green Network Asia diundang dan hadir sebagai pembicara dalam lokakarya Tepi Talks #4 ini. Ia berbagi wawasan, keahlian, dan alat bantu yang dapat digunakan para perempuan pemimpin akar rumput dan komunitasnya untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam hubungan media yang organik.
“Ketika kita hendak melakukan relasi media, apalagi dilakukan dengan cara yang organik, kita perlu memahami dua bidang, industri, dan komunitas sekaligus dan mereka sangat terkait. Dua bidang itu adalah Hubungan Masyarakat (Humas) dan Media. Komunitas non-formal, meskipun tidak punya Humas resmi sebagaimana organisasi formal, perlu mengasah keahlian dan mentalitas sebagai Humas supaya bisa mengakselerasi inisiatif dan dampak mereka. Ini menjadi PR bersama karena memahami dua bidang, industri, dan komunitas ini perlu belajar yang kontinyu,” kata Marlis.
Asah Keahlian Yang Dibutuhkan
Untuk meningkatkan kemampuan advokasi dan akselerasi aksi, agar didengar stakeholder relevan dan pembuat kebijakan, para penggerak akar rumput perlu terus mengasah keahlian mereka, baik non-teknis maupun teknis.
Keahlian non teknis meliputi dan tidak terbatas pada kepemimpinan, entrepreneurship, kreativitas, sensitivitas, kolaborasi, dan komunikasi strategis. Sedangkan keahlian teknis meliputi dan tidak terbatas pada hubungan media, menulis siaran pers yang menarik bagi media, menulis opini yang layak publikasi, dan menulis jurnalisme warga di berbagai platform User Generated Content.
Manfaatkan Medium yang Tepat
Dalam Tepi Talks #4 ini, sebagian peserta menceritakan pengalaman dan berbagai tantangan yang selama ini mereka hadapi dalam hubungan media. Seorang peserta menceritakan pengalamannya ketika siaran pers yang ia kirimkan ke media diterbitkan dengan pesan berbeda dari apa yang menjadi maksudnya.
“Rilis dikirim secara organik tidak berbayar, maka jurnalisnya juga menceritakan secara organik suka-suka dia, karena bukan advertorial. Tidak ada batasan seperti apa dia mem-framing pesannya. Itu kenapa ada advertorial, jalur bagi pihak yang ingin memastikan pesan mereka disampaikan secara presisi sesuai maksud organisasinya,” kata Marlis.
Untuk itu, para penggerak di akar rumput perlu memahami perbedaan antara siaran pers, op-ed/kolom/opini, dan jurnalisme warga sebagai medium untuk komunikasi publik, dan memilih medium yang tepat untuk menyampaikan pesan. Misalkan, op-ed/opini dan jurnalisme warga memberi kesempatan yang cukup luas untuk mempromosikan gagasan, sudut pandang, dan suara penulis terkait isu relevan kepada para stakeholder dan audiens target.
Detail Tepi Talks #4 dapat disimak dan dipelajari lebih lanjut di akun YouTube WEA Indonesia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.