Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • Figur
  • GNA Knowledge Hub

William Kamkwamba, Pemuda Afrika yang Menjaring Angin

Dari ide sederhana untuk membuat pembangkit listrik tenaga angin, William Kamkwamba mulai membuat kincir angin sebagai generator listrik dengan memanfaatkan barang-barang bekas.
Oleh Zia Ul Haq
4 Agustus 2021

William Kamkwamba dan kincir angin buatannya

Malawi, sebuah negara kecil di Afrika Timur, dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat kemiskinan tertinggi di dunia. Akses listrik sangat terbatas, kekeringan kerap melanda, dan sebagian besar penduduknya bergantung pada pertanian tradisional. Di tengah keterbatasan itu, lahir seorang anak desa bernama William Kamkwamba, yang kelak mengejutkan dunia dengan temuannya.

Putus Sekolah dan Belajar di Perpustakaan

Saat William Kamkwamba berusia 13 tahun, Malawi (Afrika Timur) mengalami kelaparan parah. Orang tuanya tak sanggup membayar biaya sekolah, ladang mereka kekeringan. Maka dia pun harus hengkang dari bangku sekolah, drop out.

Meskipun berhenti sekolah, William tak berhenti belajar. Ia pun memperkaya pengetahuan melalui perpustakaan daerah. Pada usia 14 tahun ia banyak menghabiskan waktu di sana. Ia banyak membaca, terutama buku-buku sains. Saat itu ia masih belum kenal komputer, juga belum tahu ada mesin pencari semacam Google untuk menggali informasi.

Saat membaca itulah William melihat satu buku berbahasa Inggris berjudul “Using Energy”. Karena tak begitu menguasai bahasa Inggris maka ia hanya melihat gambar-gambarnya saja. Sampul buku itu bergambar kincir angin, yang mengilustrasikan bahwa tenaga angin bisa menghasilkan listrik.

William Kamkwamba merakit kincirnya | Foto: Klikunic

Membuat Kincir Angin dari Barang Bekas

William juga menyadari bahwa daerahnya sangat membutuhkan air dan listrik. Pertanian di sana sangat kritis sebab kurangnya pengairan. Tidak ada alat untuk memompa air. Bahkan listrik pun sangat langka, saat itu hanya 2% masyarakat pedesaan yang bisa menikmati listrik.

Dari bacaan-bacaan yang ia pelajari itulah William mendapatkan ide sederhana untuk membuat pembangkit listrik tenaga angin. Kemudian ia mulai membuat kincir angin sebagai generator listrik dengan memanfaatkan barang-barang bekas, mulai dari kayu-kayu bekas bangunan, kincir bekas traktor, hingga roda bekas sepeda.

“Orang-orang bilang saya gila. Mereka kira saya mengonsumsi ganja. Mereka  mengerumuni saya, mereka penasaran apa yang sedang saya buat,” kata William. “Tapi ketika kincir mulai berputar, anak-anak bersorak-sorai. Ketika lampu sudah mulai menyala, warga terheran-heran bagaimana bisa listrik lahir dari angin?” katanya berkisah di TED-Talk.

Kincir angin pertama di desa William.

Kincir angin buatan William itu berhasil menyalakan empat bohlam dan mengisi daya ponsel tetangganya. Ia pun membuat tiga kincir lagi. Berkat inovasinya itu, desa tempat tinggal William bisa merasakan manfaat listrik untuk kehidupan sehari-hari.

Rumah-rumah di desanya mendapat pasokan listrik untuk penerangan sekadarnya tiap malam. Ia pun membuat kincir yang lebih besar, juga pompa bertenaga surya, untuk dijadikan penyedia daya bagi irigasi pertanian warga. 

Dapat Beasiswa di AS

Kincir angin sebagai generator listrik memang bukan penemuan baru. Namun kebergunaannya sebagai solusi kehidupan warga membuat inisiatif William ini menjadi prestasi yang patut diapresiasi. Ia pun mendapat beasiswa penuh dari Dartmouth College, Hanover, AS, jurusan studi lingkungan hingga lulus pada 2014.

William ketika wisuda di kampusnya

Setelah lulus dari kampus, William mulai bekerja dan tetap berkiprah untuk masyarakat di kampung halamannya. Ia memprakarsai proyek Moving Windmills Innovation Center di Kasungu (Malawi), berupa inisiatif-inisiatif berbasis teknologi terapan untuk mengatasi masalah-masalah kemasyarakatan.

“Tantangan ada bukan untuk membuat saya berhenti mengejar cita-cita. Tapi ia ada sebagai penguat agar saya terus berjuang mewujudkan cita-cita itu,” ujar William.

Buku otobiografi William

Editor: Abul Muamar & Inez Kriya

Kisah inspiratif William ini didokumentasikan dalam buku otobiografi terbitan New York Times, berjudul “The Boy Who Harnessed the Wind”, yang kemudian diadaptasi menjadi film berjudul sama di Netflix. Buku dan film ini sukses menjadi inspirasi bagi anak-anak muda di seluruh dunia, untuk terus belajar walau bagaimanapun.

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Zia Ul Haq
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Zia adalah Reporter di Green Network Asia. Ia adalah lulusan program sarjana Pendidikan Islam dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat ini Ia aktif menjadi Pendamping Belajar di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT).

  • Zia Ul Haq
    https://greennetwork.id/author/ziatuwel/
    Bayar Kuliah dengan Inovasi: Pendidikan Berkelanjutan ala DTECH-ENGINEERING
  • Zia Ul Haq
    https://greennetwork.id/author/ziatuwel/
    Komitmen Tingkatkan Debit Air Tanah, Desa Warugunung Gelar Aksi Menanam Pohon
  • Zia Ul Haq
    https://greennetwork.id/author/ziatuwel/
    Aksi Menanam Pohon Bersama Sakola Wanno, Layanibumi, dan Green Network Asia
  • Zia Ul Haq
    https://greennetwork.id/author/ziatuwel/
    Mimpi Gerakan LindungiHutan Tanam 270 Juta Pohon

Continue Reading

Sebelumnya: Gerakan Peduli Isoman Kota Tegal Dampingi Warga Positif COVID-19 Isolasi Mandiri Lahir Batin
Berikutnya: Cakupan Vaksinasi Kunci Penanganan Pandemi COVID-19 Indonesia

Lihat Konten GNA Lainnya

bangunan roboh Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia

Oleh Jalal
17 Oktober 2025
Empat tangan anak-anak yang saling berpegangan Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif

Oleh Andi Batara
17 Oktober 2025
sekawanan bison sedang memamah di atas padang rumput yang tertutup salju Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi

Oleh Kresentia Madina
17 Oktober 2025
meja dengan berbagai ikan segar tersusun di atasnya Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan

Oleh Seftyana Khairunisa
16 Oktober 2025
dua elang hitam kepala putih bertengger di ranting pohon yang tak berdaun Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam

Oleh Dina Oktaferia
16 Oktober 2025
Kursi roda anak berukuran kecil di samping deretan kursi kayu, dengan latar belakang papan tulis hitam dan lantai berkarpet berwarna cerah. Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
15 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia