Belas Kasih dan Kesadaran Kelas dalam Mempromosikan Gaya Hidup Berkelanjutan
Hidup berkelanjutan di dunia yang tidak berkelanjutan merupakan hal yang mustahil. Banyak orang ingin melakukan perubahan, namun mengarusutamakan gaya hidup berkelanjutan masih menjadi tantangan yang kompleks. Di tengah gencarnya kampanye dan upaya yang dilakukan untuk mempromosikan gaya hidup berkelanjutan, sangat penting untuk menanamkan belas kasih dan kesadaran kelas.
Tren dan Tantangan
Untuk waktu yang lama, perubahan iklim hanya dianggap mitos bagi masyarakat umum. Ketika suhu bumi semakin panas dan kejadian cuaca ekstrem semakin sering terjadi, semakin sulit untuk menyangkal kenyataan perubahan iklim. Setelah upaya selama puluhan tahun, sebagian besar orang, terutama kaum muda, kini memandang perubahan iklim sebagai suatu hal yang mengkhawatirkan dan bahkan menimbulkan eco-anxiety bagi sebagian orang.
Kini, banyak orang mulai menyadari bahwa cara hidup mereka berdampak terhadap lingkungan sekitar. Hal ini membawa pada pergeseran tren, dimana masyarakat semakin bersedia untuk menyesuaikan gaya hidupnya agar lebih berkelanjutan.
Meski demikian, mendorong perubahan holistik dan mengarusutamakan gaya hidup berkelanjutan secara global tetap merupakan hal yang sulit.
Ada beberapa faktor, namun salah satu yang utama adalah mahalnya ongkos yang dibutuhkan. Dengan biaya hidup yang terus meningkat, banyak orang tidak memiliki sumber daya keuangan untuk melakukan perubahan menyeluruh demi hidup yang lebih berkelanjutan. Kehidupan berkelanjutan mestinya lebih hemat biaya dalam jangka panjang, namun perubahan yang perlu dilakukan sejak awal bisa jadi mahal dan memakan banyak waktu.
Faktor lainnya adalah kurangnya dukungan sistemik dan akses terhadap pilihan-pilihan yang berkelanjutan, yang dipengaruhi oleh lokasi geografis, kurangnya infrastruktur, kebijakan yang tidak mendukung, dan berbagai hal lainnya. Pendeknya, produk, layanan, dan peralihan kebiasaan menuju gaya hidup berkelanjutan, pada tahap ini, sebagian besar masih ditujukan untuk kalangan masyarakat yang sehat, berbadan sehat, kelas atas dan kelas menengah.
“Target Mudah”
Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) mendefinisikan gaya hidup berkelanjutan sebagai “sekelompok kebiasaan dan pola perilaku yang tertanam di masyarakat dan difasilitasi oleh institusi, norma, dan infrastruktur yang membingkai pilihan individu untuk meminimalkan penggunaan sumber daya alam dan produksi limbah sekaligus mendukung keadilan dan kesejahteraan bagi semua.”
Individu adalah ‘target murah’ dalam kampanye global untuk membuat dunia lebih berkelanjutan. Namun, gaya hidup berkelanjutan seringkali tidak hanya sekadar pilihan individu.
Fokus yang tidak proporsional pada pilihan individu dibandingkan perombakan sistem secara besar-besaran tidaklah membantu, terutama ketika perusahaan-perusahaan besar dunia tidak melakukan upaya yang cukup untuk membatasi kenaikan suhu global.
Target utama dari advokasi gaya hidup berkelanjutan, seperti perjuangan melawan perubahan iklim, adalah pemerintah dan entitas perusahaan besar di dunia. Merekalah yang membentuk sistem global yang telah mendorong planet ini menuju kehancuran lingkungan dan krisis iklim, semua demi kepentingan pembangunan dan keuntungan jangka pendek. Oleh karena itu, mereka punya tanggung jawab untuk melakukan perubahan yang diperlukan dalam mengarusutamakan gaya hidup berkelanjutan.
Mempromosikan Gaya Hidup Berkelanjutan dengan Belas Kasih
Mendorong gaya hidup berkelanjutan berarti membuat individu mampu untuk melakukan hal tersebut, bukan sekadar mendorong mereka untuk membuat pilihan yang lebih berkelanjutan. Sebagai contoh, mengubah perilaku masyarakat dalam membuang sampah pada tingkat rumah tangga memerlukan intervensi sistemik dari pemerintah dan sektor swasta.
Bagaimana pun, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kehidupan berkelanjutan adalah hal yang penting. Langkah ini perlu diiringi dengan memberikan informasi yang berguna tentang bagaimana memulai perubahan untuk hidup lebih berkelanjutan.
Pada akhirnya, para aktivis dan penggiat mesti ingat bahwa perubahan iklim adalah masalah kesenjangan sosial dan tidak ada gaya hidup berkelanjutan yang bersifat universal. Apa yang berkelanjutan bagi satu orang di suatu tempat belum tentu berkelanjutan bagi orang lain dalam kondisi berbeda. Beberapa contohnya meliputi:
- Penggunaan sedotan plastik sekali pakai bagi penyandang disabilitas tertentu.
- Penggunaan barang sekali pakai dalam layanan kesehatan, seperti masker, sarung tangan, dan jarum suntik.
- Mempersiapkan makanan atau membeli bahan makanan dalam jumlah besar dan bukan dalam kemasan kecil mungkin sulit dilakukan dan tidak terjangkau oleh orang-orang dengan waktu dan uang terbatas.
- Produk menstruasi bisa menjadi pilihan yang sangat pribadi, dan kemiskinan menstruasi merupakan masalah yang terus berlanjut.
- Mengonsumsi lebih sedikit daging atau lebih banyak mengonsumsi makanan nabati merupakan kampanye yang cocok untuk negara-negara dan rumah tangga berpendapatan tinggi, namun mendapatkan nutrisi hewani yang cukup adalah isu utama bagi negara-negara dan rumah tangga lain, terutama yang berpendapatan rendah.
- Memperbaiki apa yang Anda miliki alih-alih membeli yang baru mungkin merupakan pilihan gaya hidup yang disengaja bagi sebagian orang, namun merupakan kebiasaan yang menjadi kebutuhan bagi sebagian orang lainnya, termasuk mereka yang hidup dalam rumah tangga berpendapatan rendah.
Prinsip utama pembangunan berkelanjutan adalah tidak meninggalkan seorang pun di belakang. Oleh karena itu, upaya advokasi gaya hidup berkelanjutan harus mencerminkan prinsip inklusivitas dan welas asih. Mempromosikan gaya hidup berkelanjutan akan membantu setiap orang membuat pilihan yang lebih baik bagi diri mereka sendiri, planet Bumi, dan masa depan, termasuk memerangi greenwashing, mendorong kebijakan iklim yang lebih baik, hingga mengajak teman-teman untuk mulai membawa botol yang dapat digunakan kembali.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.