Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Wisata Mandi Hutan, Upaya Menjaga Kesehatan Mental dan Fisik

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa praktik mandi hutan ini sukses meningkatkan kualitas istirahat, kemampuan fokus, dan ambang batas stres.
Oleh Zia Ul Haq
13 September 2021

Kegiatan mandi hutan di salah satu hutan di Jepang | Foto: Hiking Research

Ada satu tren baru yang berkembang pada bidang kesehatan dan pariwisata di Jepang, yaitu wisata mandi hutan.

Respons terhadap Hiruk Pikuk Dunia

Pada 1980, pemerintah Jepang mulai menyadari dampak gempuran teknologi pada penduduk kota di Jepang; yang meskipun bermanfaat, juga memiliki pengaruh negatif bagi kesehatan fisik dan mental, dari depresi sampai nyeri otot. Hal ini kemudian juga ditemukan di berbagai kota besar di seluruh dunia. Masalahnya, masyarakat perkotaan sulit menemukan lokasi hijau untuk relaksasi. Mereka hidup dengan populasi dan lalu lintas yang padat, juga jam kerja yang panjang di dalam ruangan. Padahal, tamasya ke lokasi hijau bisa menjadi terapi bagi masalah kesehatan fisik dan mental ini.

Sebagai solusi, pada 1982, Kementerian Kehutanan Jepang secara resmi memopulerkan “mandi hutan” (forest bathing) sebagai gaya hidup sehat. Banyak perusahaan kemudian memfasilitasi karyawannya untuk melakukan praktik mandi hutan ini, sebagaimana ditulis oleh dr. Qing Li, MD, Ph.D., dokter di Nippon Medical School Tokyo dalam bukunya, Forest Bathing: How Trees Can Help You Find Health and Happiness.

Shinrin-yoku: Wisata Mandi Hutan di Jepang

Dr. Qing Li menyebutkan bahwa masyarakat modern perkotaan menghabiskan 92% waktunya di dalam ruangan, sesuai hasil penelitian The National Human Activity Pattern Survey (NHAPS). Hal ini menyebabkan gangguan kurangnya paparan alam (nature deficit disorder), yang sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental. Masalah ini, menurut dr. Li, bisa diatasi cukup dengan beberapa jam mandi hutan atau dalam bahasa Jepang populer dengan sebutan Shinrin-yoku.

Dr. Qing Li di lokasi lahirnya konsep Shinrin-yoku | Foto: Hiking Research

Melalui situs resminya, Japan National Tourism Organization menyebut bahwa praktik mandi hutan ini jadi bagian penting dalam kebijakan dan praktik pelayanan kesehatan di Jepang. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa praktik mandi hutan ini sukses meningkatkan kualitas istirahat, kemampuan fokus, dan ambang batas stres. Sehingga praktik ini disepadankan dengan praktik-praktik meditasi yang sudah umum di Jepang, seperti Zen.

Praktik Shinrin-yoku ini sangat sederhana. Pasien bisa mulai dengan meninggalkan gawai elektroniknya di penginapan sebagai upaya detoksifikasi digital, kemudian menuju hutan terdekat dan berjalan di antara pepohonan. Tak perlu mendaki, berlari, atau berlelah-lelah memanjat bukit. Cukup dengan berjalan, atau bahkan dengan duduk-duduk saja, sambil berdiam diri dan menikmati suara gemericik air, kicau burung, desir angin, dan desis dedaunan; menikmati udara segar, tanah lembab, dan terpaan sinar matahari dari celah pepohonan. Intinya adalah membiarkan seluruh indera tubuh disiram oleh kejernihan alami suasana hutan. Diakhiri dengan minum teh bersama, pasien akan pulang dengan kondisi fisik dan mental yang lebih segar.

Hutan cemara cedar di Jepang. | Foto: Hiking Research

Jika tidak berani datang sendirian, seseorang bisa mempraktikkan mandi hutan bersama-sama. Ada banyak pusat Shinrin-yoku di Jepang, sebagai tempat untuk terapi sekaligus wisata, dengan didampingi pemandu dan terapis berpengalaman. Salah satunya adalah Taman Nasional Yoshino-Kumano, juga Taman Nasional Yakushima, dan masih banyak lagi.

Mendekatkan Diri dengan Alam

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa mandi hutan berhasil menormalkan ritme detak jantung, menurunkan tingkat depresi, pegal, kecemasan, dan stres. Tentu saja praktik ini jauh lebih baik dan lebih aman daripada mengonsumsi obat-obatan. Praktik mandi hutan ini juga mulai diminati di berbagai negara, misalnya Amerika Serikat, Kosta Rika, Inggris, dan Kenya.

Tidak hanya memulihkan kesehatan fisik dan mental manusia, praktik mandi hutan ini sangat efektif meningkatkan kesadaran masyarakat atas pentingnya keberadaan hutan, taman, dan ruang terbuka hijau dalam kehidupan masyarakat kota. Oleh karena itu, praktik ini tidak hanya ampuh untuk mengupayakan keberlanjutan dan kualitas hidup manusia, tetapi juga keberlanjutan alam hayati itu sendiri.

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Zia Ul Haq
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Zia adalah Reporter di Green Network Asia. Ia adalah lulusan program sarjana Pendidikan Islam dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat ini Ia aktif menjadi Pendamping Belajar di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT).

  • Zia Ul Haq
    https://greennetwork.id/author/ziatuwel/
    Bayar Kuliah dengan Inovasi: Pendidikan Berkelanjutan ala DTECH-ENGINEERING
  • Zia Ul Haq
    https://greennetwork.id/author/ziatuwel/
    Komitmen Tingkatkan Debit Air Tanah, Desa Warugunung Gelar Aksi Menanam Pohon
  • Zia Ul Haq
    https://greennetwork.id/author/ziatuwel/
    Aksi Menanam Pohon Bersama Sakola Wanno, Layanibumi, dan Green Network Asia
  • Zia Ul Haq
    https://greennetwork.id/author/ziatuwel/
    Mimpi Gerakan LindungiHutan Tanam 270 Juta Pohon

Continue Reading

Sebelumnya: Apakah Saya Ingin Mati?
Berikutnya: Pendidikan Seks untuk Biksu dan Biksuni Bhutan

Lihat Konten GNA Lainnya

Empat tangan anak-anak yang saling berpegangan Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif

Oleh Andi Batara
17 Oktober 2025
sekawanan bison sedang memamah di atas padang rumput yang tertutup salju Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi

Oleh Kresentia Madina
17 Oktober 2025
meja dengan berbagai ikan segar tersusun di atasnya Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan

Oleh Seftyana Khairunisa
16 Oktober 2025
dua elang hitam kepala putih bertengger di ranting pohon yang tak berdaun Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam

Oleh Dina Oktaferia
16 Oktober 2025
Kursi roda anak berukuran kecil di samping deretan kursi kayu, dengan latar belakang papan tulis hitam dan lantai berkarpet berwarna cerah. Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
15 Oktober 2025
orang-orang menunggang kuda menyusuri aliran sungai Bagaimana Ongi River Movement di Mongolia Melindungi Manusia dan Lingkungan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Ongi River Movement di Mongolia Melindungi Manusia dan Lingkungan

Oleh Dinda Rahmania
15 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia