Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Kota Pekalongan yang Kian Tenggelam

“Masalah baru terus berdatangan, tapi tidak ada satu pun solusi yang pasti.”
Oleh Thomas Panji
14 November 2022
Kenampakan dari tanggul laut sebagai solusi untuk mencegah intrusi air laut

Foto oleh Tim Shepherd di Unsplash.

Qomarudin tak pernah membayangkan bahwa firasat buruknya sekitar 22 tahun lalu menjadi kenyataan. Qomarudin adalah satu dari 4.500 penduduk Desa Api-Api, Kecamatan Wonokerto, Pekalongan, yang harus kehilangan rumahnya karena tenggelam akibat banjir rob, sebagai dampak krisis iklim yang meningkatkan muka air laut di daerahnya. 

Sedih dan putus asa adalah perasaan yang hampir selalu dirasakannya. Ia dan warga lainnya telah mengerahkan segala upaya dan daya, tapi selalu berbuah nihil. Namun, pemuda yang kini menjabat sebagai kepala desa itu tetap berjuang dengan berbagai cara. Jalur-jalur advokasi hingga pengiriman surat kepada kepala daerah, telah ia tempuh untuk mengembalikan tanah kelahirannya yang tenggelam. Namun, sampai saat ini, dampak krisis iklim di Pekalongan masih terus bergulir.

Krisis Lingkungan di Kota Pekalongan

Apa yang dirasakan oleh Qomarudin adalah fakta bahwa krisis iklim merupakan ancaman nyata bagi mereka yang tinggal di wilayah pesisir. Slamet Miftakhudin, Perencana Ahli Madya BAPPEDA Kota Pekalongan, menjelaskan bahwa penurunan tanah adalah faktor utama yang menyebabkan tenggelamnya Kota Pekalongan.

Maraknya eksplorasi air bawah tanah (ABT) di Kota Pekalongan yang rata-rata berjenis alluvial (lempung) dan alih guna lahan membuat upaya mitigasi untuk menyelamatkan kota ini dari amukan banjir rob belum menuai hasil. Meski Kota Pekalongan adalah kota pesisir yang diberkahi dengan sumber air melimpah, namun satu-satunya sumber air bersih yang dapat digunakan sebagai air baku hanya berasal dari ABT, karena rata-rata air di Kota Pekalongan berjenis payau, sehingga kurang baik digunakan sebagai air baku.

“Sifat tanah alluvial itu adalah terus turun setiap tahunnya secara alami. Ekstraksi ABT dan intrusi air laut menjadikan Kota Pekalongan semakin cepat tenggelam. Saat ini penurunan tanah sudah sampai 16,5 cm per tahun, berbanding terbalik dengan kenaikan muka laut yang naik hanya sekitar 0,8 cm per tahunnya,” kata Mifta.

Akar Historis Masalah

Selain faktor penurunan tanah, meningkatnya muka laut, dan krisis iklim, Qomarudin menegaskan bahwa bencana di Pekalongan tidak terlepas dari faktor salah kelola tata ruang. Ia bercerita bahwa pada tahun 2004-2005, Pemerintah Kabupaten Pekalongan menormalisasi sungai irigasi di desanya. Namun, hal itu justru menjadi awal tenggelamnya Kota Pekalongan.

Qomarudin menjelaskan bahwa program tersebut banyak menebang pohon mangrove saat proses pengerukan endapan lumpur dari sungai. Akibatnya, air laut dapat masuk dengan mudah ke daratan sehingga menimbulkan banjir rob. Selain itu, normalisasi tersebut juga mengubah jalur sungai, dari yang semula berkelok menjadi lurus langsung ke laut. 

“Masalah baru terus berdatangan, tapi tidak ada satu pun solusi yang pasti,” ujar Qomarudin.

Adaptasi Banjir

Bencana iklim di Pekalongan diperkirakan akan bertambah parah karena faktor extraordinary, seperti penurunan tanah, rusaknya daerah hulu sungai, naiknya muka laut, berkurangnya daerah resapan, dan alih guna lahan.

Arif Ganda Purnama, Governance Specialist Zurich Flood Resilience Alliance (ZFRA) menawarkan solusi melalui strategi berbasis adaptasi, di mana masyarakat diajak untuk beradaptasi dan mengubah sudut pandang dalam melihat banjir, yang selama ini dianggap petaka menjadi “berkah”.

Beberapa solusi yang ditawarkan dalam strategi tersebut, antara lain:

  • Membangun koridor ekonomi hijau serta melakukan penataan ruang berbasis risiko.
  • Menerapkan manajemen sumber daya air terintegrasi antara hulu dengan hilir dan pembangunan drainase serta pengamanan pantai berkelanjutan.
  • Menciptakan mata pencaharian alternatif dan transformasi sosial ekonomi.

“Kita berharap agar Kota Pekalongan dapat tersenyum lagi dan bangkit dari keterpurukannya,” kata Arif. 

Editor: Abul Muamar


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Thomas Panji
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Panji adalah Reporter di Green Network Asia. Ia belajar Ilmu Media Massa dan Komunikasi Digital di Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

  • Thomas Panji
    https://greennetwork.id/author/thomas-panji/
    Kerja Sama Indonesia dan IsDB Tingkatkan Kualitas Kesehatan Ibu dan Anak
  • Thomas Panji
    https://greennetwork.id/author/thomas-panji/
    Mewujudkan Layanan Kesehatan yang Ramah Difabel
  • Thomas Panji
    https://greennetwork.id/author/thomas-panji/
    KTGI: Upaya BMKG untuk Cegah Korban Jiwa saat Gempa & Tsunami
  • Thomas Panji
    https://greennetwork.id/author/thomas-panji/
    Agus Yusuf, Guru Lukis Difabel yang Mengajar dengan Bahagia dalam Keterbatasan

Continue Reading

Sebelumnya: Indonesia Tambah Vaksin Pneumonia Gratis dalam Program Imunisasi Anak
Berikutnya: Eklin Amtor de Fretes Merajut Perdamaian di Maluku dengan Dongeng

Artikel Terkait

seekor orangutan duduk di ranting pohon di hutan GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Oleh Abul Muamar
20 Juni 2025
mesin tik dengan kertas bertuliskan “artificial intelligence” Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab
  • Kabar
  • Unggulan

Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab

Oleh Ayu Nabilah
20 Juni 2025
Pulau-pulau kecil di tengah laut Raja Ampat Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam
  • Kabar
  • Unggulan

Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam

Oleh Andi Batara
19 Juni 2025
bunga matahari yang layu Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana

Oleh Kresentia Madina
19 Juni 2025
tulisan esg di atas peta negara ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?
  • Opini
  • Unggulan

ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?

Oleh Setyo Budiantoro
18 Juni 2025
beberapa megafon terpasang pada pilar Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik

Oleh Kresentia Madina
18 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.