Dukung Ketahanan Pangan dan Konsumsi Berkelanjutan: Mulai dari Dapur
Sampah makanan merupakan persoalan serius bagi lingkungan dan sosial, berdampak pada berbagai masalah seperti ketahanan pangan. Menurut World Wide Fund (WWF), saat ini diperkirakan sepertiga dari semua makanan yang diproduksi di dunia terbuang sia-sia. Angka ini setara dengan sekitar 1,3 miliar ton buah-buahan, sayuran, daging, susu, makanan laut, dan biji-bijian yang rusak selama distribusi, atau dibuang di hotel, toko kelontong, restoran, sekolah, dan dari dapur rumah.
Berdasarkan kajian PBB, makanan dan perubahan iklim memiliki hubungan erat. Apa yang kita makan, dan bagaimana makanan itu diproduksi, tak hanya memengaruhi kesehatan kita, tetapi juga lingkungan.
Membuang makanan berarti menyia-nyiakan semua energi dan air yang diperlukan untuk menanam, memanen, mengangkut, dan mengemasnya. Di samping itu, sampah makanan yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan membusuk, menghasilkan metana, gas rumah kaca (GRK) yang bahkan lebih berbahaya daripada karbon dioksida dalam menyebabkan pemanasan global.
Kondisi Sampah Makanan di Indonesia
Berdasarkan laporan dari United Nations Environment Programme (UNEP) yang bertajuk Food Waste Index 2021, Indonesia menjadi negara dengan produksi sampah makanan terbanyak di Asia Tenggara. Total sampah makanan yang dihasilkan di Indonesia mencapai 20,93 juta ton setiap tahunnya. Bappenas menemukan bahwa produksi sampah makanan di Indonesia mencapai 184 kilogram per kapita per tahun, setara dengan kandungan energi untuk porsi makan 61-125 juta orang. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan berkisar antara Rp213-Rp551 triliun per tahun.
Hasil kajian Food Loss and Waste (FLW) menemukan bahwa sampah makanan didominasi oleh jenis padi-padian yakni beras, jagung, gandum, dan produk terkait. Sementara jenis pangan yang prosesnya paling tidak efisien adalah sayur-sayuran, di mana kehilangannya mencapai 62,8 persen dari seluruh suplai domestik yang ada di Indonesia. Emisi yang ditimbulkan dari FLW setara dengan 7,29% dari rata-rata GRK Indonesia.
Dampak Sampah Makanan terhadap Lingkungan
Sampah makanan memiliki dampak buruk bagi lingkungan. Dalam hal ini, proses produksi, transportasi, penyimpanan, dan proses memasak makanan membutuhkan energi untuk bahan bakar serta air. Berbagai proses tersebut menyebabkan pelepasan GRK, terutama metana, yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.
Metana adalah kontributor utama pembentukan ozon di permukaan tanah dan polutan udara berbahaya. Paparan gas metana menyebabkan 1 juta kematian dini setiap tahun. Selama periode 20 tahun, metana menyebabkan pemanasan global 80 kali lebih kuat daripada karbon dioksida. Metana juga menyumbang sekitar 30 persen pemanasan global sejak masa pra-industri.
Hasil penilaian United Nations Environment Programme (UNEP) dan Climate and Clean Air Coalition menemukan bahwa mengurangi emisi metana akan menjadi kunci dalam perang melawan perubahan iklim
Mulai dari Dapur
Mengurangi sampah makanan adalah salah satu agenda global untuk mendukung ketahanan pangan dan konsumsi berkelanjutan. Hal ini tertuang dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) PBB yang ditargetkan tercapai pada tahun 2030. Menurut WWF, berikut adalah beberapa tips yang dapat Anda lakukan untuk meminimalkan sampah makanan:
- Rencanakan dengan matang ketika akan membeli makanan. Belilah makanan yang memang akan dimakan dan hindari pembelian yang tidak perlu.
- Maksimalkan penggunaan freezer. Meskipun ada banyak manfaat mengonsumsi makanan segar, makanan beku bisa sama bergizinya dan tetap bisa dimakan dalam jangka waktu lebih lama.
- Berkreasi dengan sisa makanan. Sebelum Anda berbelanja, gunakan stok makanan yang masih ada di rumah Anda.
- Kampanyekan kepada orang terdekat. Menumbuhkan kesadaran adalah langkah pertama yang bisa Anda lakukan pada orang terdekat. Studi ReFED menunjukkan bahwa mengedukasi masyarakat tentang limbah makanan dapat mengurangi 7,41 juta ton emisi GRK.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Maulina adalah Reporter & Peneliti untuk Green Network Asia - Indonesia. Dia meliput Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.