Skip to content
  • Tentang
  • GNA Advisory & Consulting
  • Kemitraan Iklan GNA
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Wilayah
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • ESG
  • Muda
  • Dunia
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Melindungi Anak dari Jerat Eksploitasi Seksual di Ruang Digital

Diperlukan tindakan komprehensif dari seluruh pemangku kepentingan untuk melindungi anak dari jerat eksploitasi seksual di ruang digital yang semakin mengkhawatirkan.
Oleh Seftyana Khairunisa
13 Mei 2024
anak perempuan memegang ponsel dengan anak lain berdiri di belakangnya

Foto: Katerina Holmes di Pexels

Perkembangan teknologi semakin memudahkan siapa saja, termasuk anak-anak, dalam memperoleh informasi dan terkoneksi dengan mudah dengan banyak orang, bahkan orang-orang asing yang tidak dikenal latar belakangnya. Tanpa pengawasan dan literasi digital yang baik, konektivitas digital dapat menjerumuskan anak-anak pada konten-konten atau hal-hal yang membahayakan, termasuk eksploitasi seksual online.  Demi keselamatan dan masa depan anak-anak, diperlukan tindakan komprehensif dari seluruh pemangku kepentingan untuk melindungi anak dari jerat eksploitasi seksual di ruang digital yang semakin mengkhawatirkan

Eksploitasi Seksual Anak di Ruang Digital 

Eksploitasi seksual anak online merujuk pada tindakan eksploitatif secara seksual yang dilakukan terhadap anak usia di bawah 18 tahun dengan menggunakan teknologi, internet, dan komunikasi digital. Hal ini dapat dilakukan oleh orang dewasa atau teman sebaya melalui tindakan yang memanfaatkan relasi kuasa, manipulasi atau penipuan, hingga ancaman. Eksploitasi seksual anak dapat berupa banyak hal, antara lain sebagai berikut namun tidak terbatas pada:

  • Produksi, kepemilikan, atau berbagi materi pelecehan seksual anak (Child Sexual Abuse Material/CSAM) atau disebut juga sebagai pornografi anak. CSAM dapat berupa foto, video, audio, dan penggambaran visual lain dari pelecehan atau bagian seksual anak yang nyata ataupun yang dihasilkan komputer.
  • Siaran langsung pelecehan seksual anak, yaitu pelecehan yang dilakukan dan dilihat secara bersamaan dan langsung melalui alat komunikasi, alat video konferensi, dan/atau aplikasi obrolan.
  • Child grooming, yakni perilaku membangun hubungan emosional yang dilakukan oleh orang dewasa dengan anak di bawah umur untuk tujuan seksual.

Kerentanan anak terhadap eksploitasi seksual di ruang digital bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu peningkatan akses ke teknologi dan internet yang tidak diawasi, paparan konten pornografi, rendahnya bimbingan dari orang tua, kekerasan dalam keluarga, kemiskinan, hingga norma gender.

Kasus di Indonesia

Berdasarkan keterangan pers dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) pada April 2024, Indonesia sudah berada di level darurat kasus pornografi anak. Pasalnya, konten pornografi anak dalam kurun waktu 4 tahun (2019-2023) jumlahnya mencapai 5,5 juta, yang menjadikan Indonesia berada di peringkat ke-4 di dunia dan ke-2 di ASEAN.

Pada Februari 2024, misalnya, Kepolisian Resor Kota Bandara Soekarno-Hatta menemukan 3.9780 video dan 1.245 foto yang melibatkan delapan anak Indonesia sebagai objek pelampiasan seksual jaringan internasional. Para korban adalah anak berumur 12-16 tahun yang didekati oleh pelaku lewat gim daring. Mereka diajak bermain bersama, diberi hadiah, hingga didatangi di rumahnya untuk membuat konten asusila yang kemudian diperjualbelikan lewat Telegram. Kasus ini hanya puncak dari gunung es karena pada kenyataannya, bisa jadi banyak kasus yang tidak terlaporkan.

Imbalan uang atau hadiah menjadi tren yang berkembang untuk menjebak anak mengirimkan gambar atau video seksualnya. Berdasarkan laporan Disrupting Harm yang disusun oleh ECPAT, UNICEF, dan Interpol, dari total pengguna internet usia 12-17 tahun yang disurvei, sembilan anak mengaku pernah ditawari uang atau hadiah sebagai imbalan atas gambar atau video seksual. Beberapa yang lain bahkan ditawari uang untuk bertemu langsung dengan pelaku dan melakukan tindakan seksual. Tidak hanya ditawari hadiah, anak-anak ini juga diperas dan diancam oleh pelaku yang bisa berupa pasangan, teman atau kenalan, hingga orang tidak dikenal.

Sayangnya, anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual tersebut seringkali tidak memiliki ruang aman untuk mengungkapkan apa yang menimpa mereka. Laporan yang sama menyatakan bahwa anak yang pernah mengalami pelecehan dan eksploitasi seksual tidak tahu harus mengadu ke mana dan takut untuk mengungkapkan hal yang mereka alami. Mereka juga enggan bercerita karena khawatir dapat timbul masalah bagi diri mereka sendiri atau keluarga mereka.

Lebih lanjut, laporan tersebut juga mengungkap bahwa tidak satupun korban yang membuat laporan resmi ke polisi atau saluran bantuan lain. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kurangnya kesadaran akan eksploitasi seksual di ruang digital, pengetahuan yang tidak memadai tentang mekanisme pelaporan, kepercayaan yang rendah terhadap proses peradilan, hingga stigma dan perasaan malu.

Melindungi Anak dari Eksploitasi Seksual

Dalam menangani maraknya konten pornografi anak, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memutus akses terhadap 1,9 juta konten per September 2023. Pemerintah juga berencana membentuk satuan tugas (satgas) dari kolaborasi antar kementerian/lembaga untuk menangani kasus konten pornografi anak mulai dari pencegahan hingga pasca kejadian.

Namun, melindungi anak dari jerat eksploitasi seksual tidak bisa hanya dengan memblokir atau memerangi konten pornografi anak. Perlu ada tindakan komprehensif dan berkelanjutan dari pemerintah, lembaga penegak hukum, industri teknologi, hingga masyarakat secara umum untuk memberikan dukungan lebih kepada korban. Laporan Disrupting Harm menyerukan beberapa poin rekomendasi berbasis bukti yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan para pemangku kepentingan terkait lainnya untuk melindungi anak dari eksploitasi seksual, yang dibagi dalam tiga poin besar:

  1. Bertindak
    • Memastikan peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit dapat mengkriminalisasi siaran langsung pelecehan seksual anak, pemerasan seksual daring, grooming anak-anak untuk tujuan seksual, dan pornografi anak.
    • Memperluas program yang mempromosikan dialog antara kaum muda dan mendorong teman sebaya untuk mencari bantuan atas pelecehan dan eksploitasi yang mereka alami.
    • Mempermudah akses informasi terhadap saluran bantuan yang dapat dijangkau baik oleh anak-anak maupun orang dewasa.
    • Memperkuat kapasitas penegak hukum dan mendorong proses penyidikan yang ramah anak.
    • Bekerja sama dengan penyedia layanan internet, perusahaan teknologi, hingga pakar privasi dan penegak hukum untuk mengembangkan peraturan untuk memfilter, memblokir, menghapus CSAM, menangani grooming, dan siaran langsung pelecehan seksual.
    • Meningkatkan pengumpulan data dan pemantauan kasus eksploitasi anak online.
  1. Mendidik
    • Meningkatkan kesadaran publik tentang eksploitasi dan pelecehan seksual anak secara online.
    • Mendukung lingkungan yang membuat anak-anak merasa nyaman dalam mencari nasihat, bantuan, dan percakapan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi.
    • Menyediakan pelatihan literasi dan keamanan digital yang komprehensif bagi anak-anak, orang tua, dan pengasuh.
    • Memberdayakan guru untuk mengintegrasikan literasi dan keamanan digital dalam pembelajaran di sekolah.
    • Memastikan akses pendidikan yang inklusif dan menjangkau semua anak.
    • Menyediakan tim Unit Forensik Digital dengan pengembangan kapasitas khusus pada identifikasi korban.
  1. Berinvestasi
    • Alokasikan sumber daya keuangan dan sumber daya manusia yang memadai ke semua lembaga dan unit terkait untuk tindakan dan upaya pendidikan yang diuraikan di atas.
    • Investasi dalam sumber daya dan penggunaan teknologi terbaru untuk investigasi proaktif kasus eksploitasi seksual anak online.
    • Meningkatkan akses dan ketersediaan layanan dukungan bagi korban seperti layanan rehabilitasi dan memastikan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dibentuk di tiap daerah dengan sumber daya manusia memadai.

Editor: Abul Muamar


Jika Anda melihat konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Langganan Anda akan memperkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia, sekaligus mendukung kapasitas finansial GNA untuk terus menerbitkan konten yang didedikasikan untuk pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder.
Pilih Paket Langganan

Seftyana Khairunisa
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Nisa adalah reporter dan asisten peneliti di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Sarjana Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada. Ia memiliki minat di bidang penelitian, jurnalisme, dan isu-isu seputar hak asasi manusia.

  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Bagaimana Waste Crisis Center dapat Atasi Isu Pengelolaan Sampah
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Mengulik Dampak Lingkungan dari Perkebunan Tebu Monokultur
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Memutus Jerat Korupsi di Sektor Pendidikan
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Bayang-Bayang Deforestasi di Tengah Ambisi Hilirisasi Kemenyan

Continue Reading

Sebelumnya: Pentingnya Mendukung Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan di Dunia Kerja
Berikutnya: Menengok Program Uji Coba Keringanan Utang di Kota Arnhem, Belanda

Baca Kabar dan Cerita Lainnya

dua orang sedang menandatangani dokumen di atas meja Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030

Oleh Abul Muamar
21 Agustus 2025
sekelompok perempuan dan dua laki-laki berfoto bersama. Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor

Oleh Sahal Mahfudz
21 Agustus 2025
Sebuah ilustrasi karya Frendy Marcelino yang menggambarkan tumpukan tote bag dan tumbler tak terpakai yang tumpah keluar dari sebuah tumbler besar. Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia
  • Kolom IS2P
  • Opini
  • Partner
  • Unggulan

Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia

Oleh Nadia Andayani
20 Agustus 2025
orang-orang menonton pertunjukan teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami” Merenungi Suramnya Dunia Pendidikan lewat Teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami”
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Merenungi Suramnya Dunia Pendidikan lewat Teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami”

Oleh Nareswari Reswara Widya
20 Agustus 2025
layar komputer dengan grafik garis SDG Venture Scaler untuk Dorong Investasi Berkelanjutan di Asia Tenggara
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

SDG Venture Scaler untuk Dorong Investasi Berkelanjutan di Asia Tenggara

Oleh Attiatul Noor
20 Agustus 2025
Bukit karst dilihat dari tepi jalan. Dampak Ekologis dan Sosial dari Perluasan Tambang di Pulau Jawa
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Dampak Ekologis dan Sosial dari Perluasan Tambang di Pulau Jawa

Oleh Andi Batara
19 Agustus 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia