Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Wilayah
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • ESG
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Mengatasi Light Poverty dengan Solusi Bersih dan Terjangkau

Oleh Dinda Rahmania
11 November 2024
two persons talking to each other, with plastic bottles and other equipments to build lamp alternative placed in front of them

Photo by UNESCO-UNEVOC on Flickr

Hari ini, rasanya sulit membayangkan dunia tanpa penerangan. Namun kenyataannya, hal seperti itu masih dialami oleh jutaan orang yang hidup dalam apa yang disebut sebagai light poverty. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan mengajarkan masyarakat lokal untuk membuat lampu bertenaga surya yang terjangkau dan berteknologi rendah.

Light Poverty dan Kurangnya Akses terhadap Listrik

Light poverty merujuk pada kurangnya penerangan listrik setelah matahari terbenam. Kondisi ini dapat terjadi karena berbagai faktor sosial dan ekonomi, seperti ketidakmampuan membeli listrik atau tidak adanya jaringan listrik nasional di suatu daerah. 

Dampak dari permasalahan ini sangat luas. Bagi anak-anak, masalah ini akan menghambat anak-anak untuk belajar dan menyelesaikan pekerjaan rumah mereka di malam hari atau ketika gelap. Selain itu, dunia usaha akan mengalami kesulitan untuk beroperasi secara efektif tanpa penerangan yang memadai, sehingga menyebabkan hilangnya pendapatan dan membatasi pertumbuhan ekonomi.

Sejak awal tahun 2000-an, akses terhadap listrik telah meningkat pesat, meningkat dari 75% populasi global menjadi 90% pada tahun 2020. Namun, sebagian komunitas di dunia masih memiliki akses yang terbatas atau bahkan tidak memiliki akses sama sekali terhadap listrik. Sebuah studi yang menggunakan citra satelit mengungkapkan bahwa sekitar 1,1 miliar orang di negara-negara berkembang hidup dalam kemiskinan energi dan tidak menunjukkan tanda-tanda penggunaan cahaya di malam hari. Temuan ini menunjukkan jumlah yang jauh lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya, yaitu 733 juta orang.

Mengarusutamakan Penerangan dengan Energi Bersih

Salah satu pilihan yang dapat dilakukan dalam mengatasi light poverty di tengah krisis global saat ini adalah dengan menyediakan sumber energi untuk penerangan yang bersih, terjangkau, dan praktis. Contohnya adalah apa yang dilakukan oleh Liter of Light, sebuah gerakan global yang mengajarkan masyarakat cara membuat lampu penerangan yang terjangkau dan berteknologi rendah.

Inisiatif ini berpusat pada pembuatan lampu sederhana dan terjangkau yang memantulkan sinar matahari untuk memberikan penerangan siang hari ke dalam rumah. Lampu ini dibuat dari bahan-bahan yang murah dan dapat didaur ulang, seperti botol plastik berukuran dua liter berisi air dan sedikit pemutih, dipasang pada lubang di atap. Air membiaskan sinar matahari, menghasilkan cahaya setara dengan 40 hingga 60 watt di dalam ruangan. Panel surya kecil dan lampu LED dipasang pada bohlam botol untuk penggunaan malam hari, memberikan cahaya bertenaga baterai saat gelap.

Selain mengajarkan masyarakat melalui workshop dan melatih siswa di sekolah-sekolah lokal, gerakan ini juga memberdayakan masyarakat untuk menjadi wirausaha dengan menyediakan layanan instalasi untuk orang lain. 

Mendukung Solusi Inovatif untuk Keberlanjutan

Pembangunan berkelanjutan menekankan pentingnya untuk tidak meninggalkan seorang pun di belakang dan memastikan akses energi yang adil untuk semua. Dalam hal ini, mengatasi light poverty bukan hanya soal bagaimana penerangan namun juga menciptakan peluang ekonomi melalui pelatihan dan peningkatan keterampilan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mendukung dan meningkatkan inovasi teknis untuk mengatasi tantangan yang ada saat ini, serta memberikan solusi yang terjangkau, mudah ditiru, dan ramah lingkungan. Penyandang dana dan pengambil kebijakan perlu menyadari potensi inovasi ini untuk memecahkan masalah bersama dan menciptakan masa depan yang lebih adil dan berkeadilan dalam akses energi. 

Editor: Kresentia Madina & Nazalea Kusuma

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan GNA Indonesia.

Langganan Anda akan memberikan akses ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia, memperkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda sekaligus mendukung kapasitas finansial Green Network Asia untuk terus menerbitkan konten yang didedikasikan untuk pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder.

Pilih Paket Langganan

Dinda Rahmania
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Dinda adalah Reporter di Green Network Asia. Ia belajar Ilmu Hubungan Internasional di President University. Dinda bersemangat menulis seputar isu keberagaman, konsumsi berkelanjutan, dan pemberdayaan.

  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Standar FINZ: Kerangka Kerja Berbasis Sains untuk Mengakhiri Pembiayaan Bahan Bakar Fosil
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Bagaimana Friendship Bench Menjembatani Kesenjangan Layanan Kesehatan Mental
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Mengurangi Limbah Elektronik dengan Material yang Dapat Didaur Ulang dan Diperbaiki
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Singapura Luncurkan Alat Pelaporan ESG Otomatis

Continue Reading

Sebelumnya: Yang Luput dan Perlu Diantisipasi dari Program Skrining Kesehatan Gratis
Berikutnya: Pendekatan Genomik terhadap Tanaman Herbal untuk Pengembangan Farmasi Berbasis Alam

Baca Kabar dan Cerita Lainnya

Sekelompok laki-laki muda berfoto bersama seorang ibu di depan sebuah rumah. Perempuan Penjaga Hutan di Negeri Patriarki: Kisah Mpu Uteun dan Ekofeminisme di Aceh
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Perempuan Penjaga Hutan di Negeri Patriarki: Kisah Mpu Uteun dan Ekofeminisme di Aceh

Oleh Naufal Akram
25 Agustus 2025
buku terbuka Menyampaikan Pengetahuan yang Dapat Diterapkan melalui Pelatihan Keberlanjutan
  • Kolom IS2P
  • Opini
  • Partner
  • Unggulan

Menyampaikan Pengetahuan yang Dapat Diterapkan melalui Pelatihan Keberlanjutan

Oleh Yanto Pratiknyo
25 Agustus 2025
kubus kayu warna-warni di atas jungkat-jungkit kayu Menciptakan Keadilan Pajak untuk Kesejahteraan Bersama
  • Eksklusif
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Menciptakan Keadilan Pajak untuk Kesejahteraan Bersama

Oleh Abul Muamar
22 Agustus 2025
penggiling daging di peternakan Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan
  • Opini
  • Unggulan

Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan

Oleh Brian Cook
22 Agustus 2025
dua orang sedang menandatangani dokumen di atas meja Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030

Oleh Abul Muamar
21 Agustus 2025
sekelompok perempuan dan dua laki-laki berfoto bersama. Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor

Oleh Sahal Mahfudz
21 Agustus 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia