Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Wilayah
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • ESG
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Peraturan Baru untuk Atasi Overtourism di Gunung Fuji

Peraturan baru di Gunung Fuji dibuat untuk mengatasi overtourism dan menjaga keberlangsungan gunung tersebut.
Oleh Dinda Rahmania
13 Juni 2024
sekelompok pendaki di level lima gunung fuji

Para pendaki Gunung Fuji. | Foto: Caribb di Flickr.

Pariwisata dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Namun, pesatnya pertumbuhan sektor pariwisata, terutama setelah pembatasan akibat pandemi COVID-19 berakhir, telah menimbulkan tantangan sosio-ekonomi dan lingkungan akibat overtourism. Di Jepang, kini ada aturan baru untuk menghentikan overtourism di Gunung Fuji sekaligus untuk menjaga kelestarian gunung tersebut.

Tantangan Overtourism

Gunung Fuji merupakan salah satu destinasi wisata favorit para wisatawan asing di Jepang karena status ikonik dan keindahan alamnya. Gunung ini juga merupakan tempat populer untuk mendaki, dikelilingi oleh danau dan hutan, menawarkan pemandangan yang begitu indah dari puncaknya. Pada tahun 2023 saja, gunung ini didaki oleh lebih dari 220.000 orang pada puncak musim Juli hingga September. Gunung ini juga dianggap sebagai gunung suci, yang berkaitan erat dengan kepercayaan dan akar budaya tradisional.

Sayangnya, banyaknya pendaki telah menimbulkan masalah lingkungan dan sosial di Gunung Fuji. Wisatawan sering kali meninggalkan banyak sampah, mulai dari plastik hingga pakaian, yang dapat merusak lereng abu vulkanik. Banyaknya wisatawan mancanegara, ditambah dengan pendaki yang tidak siap atau pendaki yang ceroboh, juga meningkatkan risiko kecelakaan dan membebani fasilitas darurat. Selain itu, kepadatan berlebih di spot-spot foto populer dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam kehidupan sehari-hari penduduk setempat.

Peraturan Baru di Gunung Fuji

Untuk mempersiapkan lebih banyak kunjungan sekaligus melindungi lingkungan dan kesucian Gunung Fuji, pemerintah prefektur Yamanashi telah menambahkan aturan baru mulai Juli 2024. Aturan tersebut berlaku bagi para pendaki yang menggunakan jalur Yoshida, yang merupakan rute termudah dan terpopuler.

Berdasarkan peraturan baru ini, pendaki akan membayar tambahan 2.000 yen (18 USD). Hanya 4.000 orang yang diperbolehkan mendaki per harinya, dan mereka harus memesan secara online terlebih dahulu. Selain itu, terdapat peraturan yang dimaksudkan untuk meningkatkan standar keselamatan dengan mencegah para pendaki bergegas ke puncak tanpa istirahat yang cukup. Pendaki harus memilih pendakian siang atau malam, dan mereka yang tidak memiliki pemesanan dilarang mendaki antara jam 4 sore dan jam 3 pagi.

Biaya yang terkumpul akan digunakan untuk membangun fasilitas layanan yang penting, termasuk tempat penampungan darurat di sepanjang jalan jika terjadi letusan gunung berapi dan keadaan darurat lainnya. Selain itu, para pendaki diberi pilihan untuk memberi tambahan 1.000 yen (9 USD) sebagai sumbangan untuk upaya konservasi Gunung Fuji.

Keseimbangan Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi

Peraturan baru di Gunung Fuji pada dasarnya dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan ekologi dan keberlanjutan gunung tersebut untuk generasi mendatang dengan mengatasi overtourism. Namun, overtourism kini merupakan masalah bagi banyak destinasi wisata dunia, termasuk di Indonesia.

Di Bali, misalnya, overtourism telah menyebabkan kelangkaan air, peningkatan kemacetan lalu lintas, penumpukan sampah, alih fungsi lahan, dan biaya hidup yang sangat tinggi bagi penduduk lokal.

Secara umum, penting untuk mengatasi dampak lingkungan dan sosial-ekonomi dari pengembangan sektor pariwisata. Oleh karena itu, kebijakan dan tindakan penegakan hukum yang mengutamakan pelestarian ekologi dan budaya serta kesejahteraan masyarakat lokal harus diterapkan. Hal ini memastikan bahwa destinasi yang banyak dikunjungi terus menghasilkan perputaran ekonomi berkelanjutan yang bermanfaat bagi manusia dan planet Bumi.

Editor: Nazalea Kusuma 

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Dinda Rahmania
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Dinda adalah Reporter di Green Network Asia. Ia belajar Ilmu Hubungan Internasional di President University. Dinda bersemangat menulis seputar isu keberagaman, konsumsi berkelanjutan, dan pemberdayaan.

  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Mengurangi Limbah Elektronik dengan Material yang Dapat Didaur Ulang dan Diperbaiki
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Singapura Luncurkan Alat Pelaporan ESG Otomatis
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    PUA-DEM: Model Komputer yang Lebih Akurat untuk Prediksi Longsor
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Memahami Prinsip Bisnis dan HAM (BHR) untuk Keseimbangan HAM dan Keuntungan

Continue Reading

Sebelumnya: Mendorong Ekosistem Kerja yang Inklusif bagi Pekerja Perempuan di Sektor Informal
Berikutnya: Kebijakan Telur Bebas Kandang untuk Produksi Telur yang Lebih Berkelanjutan

Baca Kabar dan Cerita Lainnya

mobil angkutan berwarna biru tanpa penanda rute di kelokan jalan dekat pos polisi lalu lintas Harapan akan Perbaikan Sistem Transportasi Umum di Kota Serang
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Harapan akan Perbaikan Sistem Transportasi Umum di Kota Serang

Oleh Ajeng Rizkasari
28 Agustus 2025
Topi wisuda melambangkan semakin banyaknya lulusan yang menghadapi kesempatan kerja terbatas Sarjana Berlimpah, Cari Kerja Susah: Mengulik Isu Pengangguran Sarjana di Negara Berkembang
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Sarjana Berlimpah, Cari Kerja Susah: Mengulik Isu Pengangguran Sarjana di Negara Berkembang

Oleh Sukma Prasanthi
28 Agustus 2025
seorang pedagang bertopi caping mendorong gerobak menyeberangi jalan. Mengatasi Heat Stress Okupasional Demi Keselamatan dan Kesehatan Pekerja
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Mengatasi Heat Stress Okupasional Demi Keselamatan dan Kesehatan Pekerja

Oleh Dinda Rahmania
27 Agustus 2025
foto udara KEK Mandalika; terdapat jalanan dan beberapa bangunan di wilayah yang terhubung pantai dan laut Sisi Kelam Pengembangan Pariwisata di Kawasan KEK Mandalika
  • Eksklusif
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Sisi Kelam Pengembangan Pariwisata di Kawasan KEK Mandalika

Oleh Seftyana Khairunisa
26 Agustus 2025
pasangan lanjut usia menggunakkan masker Polusi Udara dan Risiko Demensia yang Lebih Tinggi
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Polusi Udara dan Risiko Demensia yang Lebih Tinggi

Oleh Dinda Rahmania
26 Agustus 2025
Sekelompok laki-laki muda berfoto bersama seorang ibu di depan sebuah rumah. Kisah Mpu Uteun dan Ekofeminisme di Aceh
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Kisah Mpu Uteun dan Ekofeminisme di Aceh

Oleh Naufal Akram
25 Agustus 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia