Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menetapkan Ekosida sebagai Kejahatan untuk Tingkatkan Akuntabilitas Lingkungan

Dalam beberapa tahun terakhir, para aktivis dan pemimpin negara berupaya untuk menetapkan ekosida sebagai kejahatan terhadap lingkungan dalam hukum internasional.
Oleh Kresentia Madina
20 September 2024
tiga ekskavator berwarna kuning mengeruk bebatuan dan pasir

Foto: Aleksandar Pasaric di Pexels.

Kehidupan manusia sangat bergantung pada alam. Namun ironisnya, berbagai aktivitas manusia telah menyebabkan kerusakan lingkungan di berbagai tempat. Praktik penambangan skala besar, penggunaan bahan bakar fosil yang masif, dan aktivitas yang menyebabkan polusi akut—yang belakangan dapat digolongkan sebagai bentuk ekosida—termasuk beberapa penyebab utama kerusakan lingkungan dan sumber daya alam. Dalam beberapa tahun terakhir, para aktivis dan pemimpin negara di dunia telah berupaya untuk menetapkan ekosida sebagai dasar pengaduan dalam hukum internasional atas kejahatan terhadap lingkungan. Lantas, sejauh mana perkembangannya?

Apa itu Ekosida?

Lingkungan merupakan pilar penting bagi kehidupan di Bumi yang menyediakan sumber daya alam yang melimpah bagi manusia. Oleh karena itu, kita harus mengakui hak-hak alam untuk menjaga keberlangsungannya. Melanggar hak-hak alam berarti melakukan kejahatan terhadap sesama manusia, alam, dan makhluk hidup lainnya.

Pada tahun 2021, para ahli hukum dari seluruh dunia menetapkan definisi hukum ekosida di bawah inisiatif Stop Ecocide Foundation, yang merujuk pada “tindakan melanggar hukum atau lalai yang dilakukan dengan pengetahuan bahwa ada kemungkinan besar terjadinya kerusakan lingkungan yang parah dan meluas dan bersifat jangka panjang yang disebabkan oleh tindakan tersebut.” 

Menetapkan definisi hukum merupakan upaya penting untuk mendukung penerapan hukum ekosida dalam Pengadilan Pidana Internasional (ICC). Dengan adanya aturan ini, seseorang harus bertanggung jawab atas tindakan berbahaya atau kelalaian  yang mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Beberapa contohnya seperti penggunaan nuklir, tumpahan minyak dalam jumlah besar, hingga pembunuhan spesies yang terancam punah dan perusakan habitatnya.

Proses yang Panjang

Hukum ekosida telah dibahas selama puluhan tahun. Pada tahun 1972, Pemerintah Swedia mengusulkan konsep hukum ekosida dalam konferensi lingkungan hidup PBB di Stockholm. Konsep ini juga pernah diusulkan agar dimasukkan dalam Statuta Roma tahun 1998. Namun, menurut European Law Institute, ekosida masih dianggap sebagai kejahatan perang, dan sejauh ini belum ada tuntutan yang diajukan.

Pada September 2024, Vanuatu, Fiji, dan Samoa mengajukan proposal ke ICC untuk mengakui ekosida sebagai kejahatan selain genosida dan kejahatan perang. Ketiga negara kepulauan tersebut termasuk dalam kelompok Negara Berkembang Pulau Kecil (SIDS) yang mengalami dampak perubahan iklim yang tidak proporsional.

Meskipun perkembangannya lambat secara global, pada skala regional dan nasional cukup menjanjikan. Kini, semakin banyak negara yang mengakui ekosida sebagai kejahatan, termasuk Meksiko, Vietnam, Perancis, dan Belgia. Sementara itu, Uni Eropa telah merevisi Petunjuk Kejahatan Lingkungan (Environmental Crime Directive) untuk memasukkan ‘perilaku yang setara dengan ekosida’ sebagai pelanggaran yang memenuhi syarat. 

Menagih Tanggung Jawab

Saat ini, di tengah suhu bumi yang mencapai rekor tertinggi, sumber daya alam menipis di mana-mana dan bencana akibat perubahan iklim semakin parah. Oleh karena itu, sangat penting untuk menghentikan berbagai praktik yang tidak bertanggung jawab dan merusak lingkungan dan menagih tanggung jawab pihak-pihak yang berkontribusi paling besar.

Editor: Nazalea Kusuma

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Kresentia Madina
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Madina adalah Asisten Manajer Publikasi Digital di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Program Studi Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Madina memiliki 3 tahun pengalaman profesional dalam publikasi digital internasional, program, dan kemitraan GNA, khususnya dalam isu-isu sosial dan budaya.

  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Seruan untuk Aksi Iklim yang Lebih Kuat di KTT Iklim 2025
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Bagaimana Laut Kaspia Menyusut Akibat Tekanan Perubahan Iklim
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Menghentikan Penurunan Populasi Lebah Dunia
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Menilik Risiko Iklim di Australia

Continue Reading

Sebelumnya: Menurunnya Jumlah Kelas Menengah dan Apa yang Perlu Dilakukan
Berikutnya: Diversifikasi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal untuk Tingkatkan Ketahanan Pangan

Lihat Konten GNA Lainnya

bangunan roboh Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia

Oleh Jalal
17 Oktober 2025
Empat tangan anak-anak yang saling berpegangan Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif

Oleh Andi Batara
17 Oktober 2025
sekawanan bison sedang memamah di atas padang rumput yang tertutup salju Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi

Oleh Kresentia Madina
17 Oktober 2025
meja dengan berbagai ikan segar tersusun di atasnya Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan

Oleh Seftyana Khairunisa
16 Oktober 2025
dua elang hitam kepala putih bertengger di ranting pohon yang tak berdaun Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam

Oleh Dina Oktaferia
16 Oktober 2025
Kursi roda anak berukuran kecil di samping deretan kursi kayu, dengan latar belakang papan tulis hitam dan lantai berkarpet berwarna cerah. Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
15 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia