Apakah Saya Ingin Mati?
Disclaimer dan peringatan muatan sensitif: Artikel ini berbicara tentang suicidal thought atau pikiran untuk bunuh diri dan perilaku percobaan bunuh diri. Artikel ini ditulis oleh penyintas, bukan tenaga kesehatan mental profesional. Jika Anda memiliki kecenderungan suicidal thought atau suicidal behavior, segera cari bantuan profesional.
Banyak yang mengira bahwa kecenderungan untuk bunuh diri adalah sesuatu yang mestinya terlihat jelas secara kasat mata, padahal sebenarnya tidak. Dari luar, sulit sekali melihat kapan seseorang membutuhkan bantuan, dan terkadang bahkan adanya kebutuhan itu juga sukar dilihat dari dalam diri sendiri. Mengenali suatu masalah kemudian mau mengakuinya, tidak semudah itu dilakukan.
Ada banyak sekali alasan di baliknya, mulai dari penyebab sistemik, kultural, hingga personal. Secara sistemik, buruknya penanganan kesehatan juga berarti kurangnya sumber daya dan akses menuju bantuan profesional. Entah karena tidak tersedia, atau karena biayanya yang dirasa terlalu tinggi.
Secara kultural, stigma bahwa kesehatan mental tidak nyata atau tidak penting sudah sangat menyebar luas, ditambah dengan anggapan bahwa orang yang terlihat tidak baik-baik saja—sedih, marah, tertekan, dan sebagainya—adalah orang yang lemah. Bahkan ketika suatu kelompok masyarakat sudah dapat menerima topik ini, penyangkalan dari lingkup pendamping atau support system bisa sangat menyakitkan. Dan dari tingkatan personal, munculnya suicidal thought atau perilaku percobaan bunuh diri (suicidal behavior) juga terkadang menyelinap secara diam-diam sehingga nyaris tidak disadari.
Artikel ini tidak ditujukan sebagai pedoman untuk mengenali pikiran atau perilaku kecenderungan bunuh diri. Saya hanya ingin berbagi tentang bagaimana satu hal yang sama dapat terlihat sangat berbeda di mata orang-orang yang berbeda pula, atau bahkan dari sudut pandang orang yang sama di waktu yang berbeda. Ini bukanlah suatu tulisan yang bisa disamaratakan untuk semua orang.
Suicidal thoughts bisa berarti memiliki rencana dadakan untuk mengakhiri hidup. Bisa juga berarti merencanakan suatu tindakan di akhir pekan, atau setelah menghadiri pernikahan sepupu, atau bahkan saat kuncup bunga bermekaran di balkon. Bisa saja perencanaan itu berupa menyiapkan segala peralatan yang diperlukan dan menanamkan kebohongan-kebohongan untuk menghindari kecurigaan. Pemikiran itu bisa sangat intens, nyaring dan mendesak, atau bisa juga tersimpan rapat di kepala tanpa ada keinginan untuk melaksanakannya.
Sering kali, suicidal thoughts menyela pemikiran atau perasaan yang ada secara tiba-tiba. Saya bisa saja sedang bersenang-senang bersama teman-teman sampai kemudian terbersit pikiran, “Wah, ini menyenangkan, tapi saya ingin mati.” Saya bisa sangat produktif atau beristirahat setelah sekian lama merasa baikan, sebelum kemudian dihantam oleh pikiran yang mengingatkan bahwa mati adalah ide yang bagus.
Suicidal ideation, istilah lain suicidal thoughts, bagi saya, adalah berpikir bahwa saya tidak ingin ada di dunia ini. Dulu, mudah rasanya mengabaikan pemikiran ini sebagai sesuatu yang tidak penting, karena biasanya saya merasa bahwa saya tidak ingin bunuh diri. Mudah menuliskannya begitu saja, karena toh saya tidak mengiris lengan atau membakar diri sendiri, sehingga saya tidak menyakiti diri sendiri. Pikiran-pikiran tersebut tersimpan serapat itu.
Namun ketika hari berakhir, saya masih menginginkan hal yang sama: saya tidak mau hidup. Saya berdoa agar suatu hari nanti saya tertidur dan tidak bangun lagi karena Tuhan memutuskan untuk membatalkan keberadaan saya di dunia ini. Tidak ada darah berceceran, tidak ada duka. Bentuk “melukai diri sendiri” yang saya lakukan adalah dengan tidak makan berhari-hari dan tidur hanya ketika saya pingsan, berharap bahwa inilah jalan pintas untuk berhenti ada. Saya berjalan kaki dengan serampangan karena saya tidak peduli jika saya tertabrak truk saat menyeberang, dan itulah perilaku percobaan bunuh diri.
Ketika agama yang kamu anut mengatakan bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, hal itu bisa tertancap cukup dalam di benakmu untuk menjelaskan bahwa mati bukanlah penyelesaian yang kamu cari. Lalu kamu akan berpikir bahwa kondisimu tidak senyata penderitaan orang lain. Kamu akan menganggap bahwa kamu mengada-ada. Kemudian kamu akan berpikir bahwa tidak ada masalah sama sekali dalam dirimu. Dan kamu akan tetap bergeming, tak tertangani, tak terjangkau, dan mungkin saja hal itu akan pergi dengan sendirinya—atau justru semakin memburuk.
Jika kamu berpikir bahwa gambaran ini sama seperti apa yang kamu rasakan, maka kamu tidak sendiri. Kamu tidak sendirian, dan kamu layak mendapat pertolongan. Tidak peduli sekecil apa suicidal thoughts yang kamu miliki saat ini, menyadari bahwa kamu perlu mengendalikan dan melakukan sesuatu terhadapnya adalah langkah pertama yang krusial.
Langkah berikutnyalah yang agak rumit. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, tidak semua dari kita mendapatkan akses yang sama untuk perawatan kesehatan mental secara profesional. Dan jika kamu mampu, cobalah mencari bantuan tenaga profesional. Memang sulit; saya tahu itu sangat sulit, tapi tolong mintalah bantuan pada orang-orang terdekatmu. Ada juga beberapa sumber daring untuk belajar lebih banyak soal bunuh diri dan depresi serta bagaimana caranya menolong diri sendiri, seperti Into The Light .
Yang ingin saya sampaikan adalah: Ini tidak akan berlangsung selamanya. Saya tidak tahu apakah pesan ini bisa tersampaikan padamu sepenuhnya karena saya ingat pernah berpikir “Kamu tidak paham apa yang saya rasakan”, dan saya tahu bagaimana susahnya membayangkan memiliki perasaan selain itu. Bahkan saat ini saja, saya malu menggunakan istilah “pulih”, karena rasa-rasanya saya masih ada di tempat yang sama; dengan pikiran yang sesekali muncul ke permukaan. Hanya saja, kini saya sudah lebih terlatih. Detik ini, saya masih juga berusaha bertahan.
Penerjemah: Inez Kriya
Baca versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Publikasikan thought leadership dan wawasan Anda bersama Green Network Asia, pelajari Panduan Artikel Opini kami
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.