Our Very Body: Film Dokumenter yang Mengadvokasi Restorasi Tanah
Tanah merupakan fondasi dimana kehidupan di bumi dibangun. Dari makanan hingga tempat tinggal, kebutuhan pokok kita berkutat di sekitar tanah dengan satu atau lain cara. Namun, sebagai bagian integral dari kehidupan, kerusakan tanah akibat perubahan iklim kerap kali disepelekan, bahkan diabaikan.
Baru-baru ini, sebuah gerakan global bernama Save Soil meluncurkan sebuah film dokumenter berdurasi 30 menit mengenai degradasi tanah. Film tersebut mengeksplorasi akar, dampak, dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasi krisis, menampilkan wawancara dengan Sadhguru–sang pendiri–dan sejumlah ilmuwan peraih berbagai penghargaan.
Tiada tanah tanpa kehidupan
95% makanan kita berasal dari tanah, karena itulah tanah yang subur sangat diperlukan untuk menghasilkan makanan yang bergizi. Film dokumenter ini dibuka dengan menyoroti pentingnya mikroorganisme dalam tanah yang sehat.
“Bakteri baik, jamur baik, protozoa, nematoda, mikroartropoda, cacing tanah. Semua organisme tersebut memerlukan tanah yang baik dan sehat, supaya tanaman Anda memperoleh keseimbangan akan semua yang dibutuhkan setiap detik setiap hari,” ujar Dr. Elaine Ingham, mikrobiologis dan Presiden Soil Foodweb Inc.
Tanah yang produktif mengandung 3-6% bahan organik. Walau demikian, lebih dari 62% tanah di India saat ini memiliki kurang dari 0.5% kandungan organik. Belahan dunia yang lain pun mengalami kondisi serupa. Sadhguru percaya bahwa penggunaan mesin pembajak modern membuat tanah menjadi terbuka dan terpapar sinar matahari, sehingga membunuh seluruh aktivitas mikroba di dalamnya. Dari sinilah, dokumenter ini berbicara mengenai penggurunan dan kepunahan tanah.
Tiada kehidupan tanpa tanah
Ketika fondasi kehidupan kita terguncang, akan terjadi rangkaian gangguan dalam setiap aspek kehidupan kita, mulai dari malnutrisi, kelaparan, hingga migrasi. Film ini lebih jauh memaparkan dampak degradasi tanah.
Tanah yang tidak sehat akan menyebabkan kurangnya gizi dalam makanan kita. Di Amerika Serikat, menurut film ini, penipisan tanah mengakibatkan tingkat gizi dalam buah-buahan dan sayur-sayuran menurun 20-40%. Hal ini menyebabkan kurangnya nutrisi dalam potasium, vitamin E, vitamin K, magnesium, serta vitamin A untuk sebagian besar penduduk Amerika.
Lebih jauh lagi, kelaparan tetap menjadi salah satu tantangan terbesar yang harus dipecahkan umat manusia. Bayangkan kalau masalah ini semakin parah tanpa upaya untuk menyelamatkan tanah. Dalam hal ini, akan semakin sulit bagi generasi masa depan untuk menghidangkan makanan. Tidaklah terlalu mengada-ada untuk mengatakan bahwa akan terjadi perang saudara atas nama makanan.
“Anda harus mengerti bahwa seluruh peradaban manusia telah dibangun hanya karena gejolak nafsu perut, untuk memenuhi ini. Gejolak nafsu yang sama yang membangun peradaban manusia telah menghanguskan segalanya jikalau tidak segera dipadamkan,” ujar Sadhguru.
Kekuatan masyarakat untuk membuat perubahan
Saat ini, tujuan utama Save Soil adalah mewujudkan perubahan kebijakan di 192 negara yang mengatakan bahwa tanah pertanian mesti memiliki minimal 3-6% kandungan organik untuk dapat dikelola. Sadghuru yakin jika kita bertindak sekarang, kita akan membuat perubahan yang masuk akal dalam 15 hingga 25 tahun. Kekuatan untuk menciptakan perubahan berada di tangan masyarakat, dan ini merupakan tugas kita untuk tetap mengadvokasi soal tanah.
“Ini bukan hanya tentang melukis kegelapan mengenai segala hal. Ini adalah saatnya bertanggung jawab, bahwa jikalau kita sebagai umat manusia memperjuangkannya saat ini, kita dapat memperbaikinya,” tambahnya.
Tonton film dokumenter tersebut selengkapnya di sini.
Penerjemah: Gayatri W.M
Editor: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Madina adalah Reporter di Green Network Asia. Dia adalah alumni program sarjana Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Dia memiliki tiga tahun pengalaman profesional dalam editorial dan penciptaan konten kreatif, penyuntingan, dan riset.