People’s Summit, Desakan untuk Mewujudkan Keadilan Iklim
COP26 baru saja berakhir pada 12 November 2021 lalu di Glasgow, Inggris. Konferensi iklim ini dihadiri oleh sekitar 120 pemimpin dunia untuk membahas ‘kesempatan terakhir yang terbaik’ dalam upaya mencapai target 1,5℃ yang ditentukan dalam Perjanjian Paris. Akan tetapi, banyak pihak meragukan proses ini, dan mereka merasa perlu ada upaya tambahan. People’s Summit on Climate Justice (People’s Summit untuk Keadilan Iklim) adalah manifestasi dari keinginan itu.
Diselenggarakan oleh Koalisi COP26 Coalition, People’s Summit berlangsung selama 7 – 10 November bersama komunitas adat, komunitas baris terdepan (frontline), dan komunitas Global South. Pertemuan ini menampilkan 200 diskusi panel, lokakarya, film, pertunjukan, dan permainan fisik maupun digital secara gratis. Kegiatan di hari pertama saja dihadiri oleh lebih dari 12.000 pendaftar.
Sesi pertemuan fisik direncanakan sesuai dengan pedoman keselamatan COVID-19 yang diatur oleh NHS terlepas dari adanya ketidakmerataan distribusi vaksin global. Keseluruhan acara juga disajikan dalam berbagai bahasa. Sebuah aplikasi bernama interactio dapat diakses untuk memberikan terjemahan simultan terhadap kontribusi para pembicara dalam berbagai bahasa.
Sesi-sesi yang ada juga mencakup beragam topik dari perspektif dan pandangan yang kerap absen dalam COP26, seperti “Mengatasi krisis iklim: Peran jurnalisme dalam melindungi bumi”, yang berlangsung secara digital pada 8/11 dalam bahasa Inggris, Spanyol, Prancis, dan Portugis. Sesi tatap muka meliputi “Pengetahuan Tradisional Masyarakat Adat dan Solusi Alamiah”, “Dari Krisis menuju Keadilan: Bagaimana caranya mencapai Global Green New Deal?”, dan “Mengubah tempat kerja, mengubah pekerjaan: Menyusun kekuatan dalam tempat kerja berserikat”.
Koalisi COP26 merupakan sebuah koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari kelompok dan individu yang berdomisili di Inggris. Mereka bergerak di sekitar keadilan iklim selama COP26. Koalisi ini percaya bahwa keadilan iklim tidak akan diberikan oleh para pemimpin dunia atau korporasi. Mereka mengajak masyarakat untuk membentuk aksi kolektif, solidaritas, dan koordinasi dari komunitas lokal maupun internasional.
Secara garis besar, tuntutan mereka adalah:
1. Katakan Tidak untuk Bahan Bakar Minyak, Nol Bersih, dan Solusi Palsu
Targetkan Nol Mutlak (Real Zero), bukan Nol Bersih (Net-Zero). Sebagian besar dari pergerakan yang ada di dunia kini menargetkan Nol Bersih, di mana banyak pihak berusaha meniadakan emisi karbon (carbon offsets) sambil tetap menimbulkan polusi dan emisi gas. Menargetkan Nol Mutlak berarti tak ada lagi investasi dan pembangunan infrastruktur baru untuk bahan bakar minyak, pasar karbon, dan teknologi yang riskan dan belum terbukti.
2. Atur Ulang Sistem yang Ada
Atur ulang sistem yang ada untuk mengatasi ketidakadilan, kemiskinan, dan ketimpangan melalui Transisi Keadilan yang Dipimpin oleh Pekerja. Perubahan ini tidak dapat terwujud selama Global North masih menyebabkan pengerukan sumber daya dan pelanggaran hak asasi manusia masih terjadi di wilayah Global South.
3. Reparasi dan Redistribusi ke Komunitas Masyarakat Adat dan Global South
Pertimbangkan hilangnya nyawa, penghidupan, dan ekosistem Masyarakat Adat, masyarakat di baris terdepan, dan masyarakat Global South karena orang-orang inilah yang harus terus membayar harga yang ditimbulkan oleh krisis iklim sementara Global North menarik keuntungan. Hal ini juga mencakup pembatalan hutang-hutang Global South dan menyediakan reparasi untuk kerugian yang ada.
Editor: Marlis Afridah
Penerjemah: Inez Kriya
Untuk membaca versi asli tulisan ini dalam bahasa Inggris, klik di sini.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.